Al-Qur’an adalah kitab yang mengandung kabar berita, hukum dan syariah, aturan jihad, pendidikan, dan pedoman hidup. Karena itu, sangat berbahaya orang yang melupakan Al-Qur’an. Apa akibatnya jika melupakan dan tidak mempedulikan Al-Qur’an? Berikut beberapa akibatnya.
Pertama, dhalalun mubin (kesesatan yang nyata). Al-Qur’an ini adalah karunia yang besar bagi manusia. Dengannya jiwa mereka menjadi suci -bersih dari syirik, keraguan, kemunafikan, hasad, dendam, dengki, menipu, sombong, riya’, sum’ah, mencintai keburukan dan kemaksiatan-. Tanpa bimbingannya, manusia akan tersesat dengan kesesatan yang nyata. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (Qs. Ali Imran, 3: 164).
Kedua, dhayyiqun harajun (sempit dada). Jika manusia melupakan petunjuk Al-Qur’an, Allah Ta’ala akan menjadikan dadanya sempit, yaitu sulit mendapatkan petunjuk. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.” (Qs. Al-An’am, 6: 125).
Di dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan beberapa pendapat ulama tentang makna dhayyiqun harajun; di antaranya adalah pendapat Atha Al-Khurrasani, ia mengatakan maknanya adalah, “tiada jalan masuk bagi kebaikan untuk menembusnya.” Sedangkan menurut pendapat Sa’id ibnu Jubair maknanya bahwa hidayah tidak menemukan jalan masuk ke dalam kalbunya, melainkan hanya kesulitan belaka yang dijumpainya.
Ketiga, ma’isyatun dhankun (kehidupan serba sulit). Mengenai hal ini Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (Qs. Thaha, 20: 124).
Keempat, ‘umyul bashirah (butanya mata hati). Bahaya lain yang akan menimpa kepada orang-orang yang melupakan Al-Qur’an adalah butanya mata hati, yakni telah tertutup untuk menerima kebenaran, tidak dapat lagi memikirkan dan merenungkan segala macam peristiwa duka yang telah terjadi dan menimpa umat-umat di masa lalu maupun di masa kini akibat kekufuran mereka. Orang-orang ini tidak mampu mengambil pelajaran dari apa yang dilihat dan didengarnya.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (Qs. Al-Hajj, 22: 46).
Kelima, qaswatul qalbi (kerasnya hati). Mereka yang jauh dari Al-Qur’an, hatinya akan menjadi keras. Oleh karena itu Allah Ta’ala mengingatkan orang-orang yang beriman agar selalu khusyu’ hatinya di hadapan petunjuk Allah Ta’ala yang artinya, “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Qs. Al-Hadid, 57: 16).
Imam Ibnu Rajab berkata: “Asal (sifat) khusyu’ adalah kelembutan, ketenangan, ketundukan, dan kerendahan diri dalam hati manusia (kepada Allah Ta’ala).”
Keenam, dhulmun wa dzullun (kegelapan dan kehinaan). Al-Qur’an diturunkan kepada manusia agar mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya. Oleh karena itu, jika mereka melupakan Al-Qur’an, berarti mereka telah membiarkan diri mereka sendiri berada dalam kegelapan.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “(Dan mengutus) seorang Rasul yang membacakan kepadamu ayat-ayat Allah yang menerangkan (bermacam-macam hukum) supaya Dia mengeluarkan orang-orang yang beriman dan beramal saleh dari kegelapan kepada cahaya.” (Qs. At-Thalaq, 65: 11).
Ketujuh, shuhbatus syaithan (menjadi sahabatnya setan). Hal ini disebutkan secara tegas oleh Allah Ta’ala dengan firman-Nya yang artinya, “Siapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al Qur’an), kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.” (Qs. Az-Zukhruf, 43: 36).
Allah Ta’ala menjadikan baginya setan sebagai teman eratnya, yang selalu mendampingi dan mempengaruhinya, baik berupa jin maupun manusia, sehingga tertanamlah dalam pikirannya hal-hal yang menyimpang, yaitu memandang perbuatan buruk sebagai perbuatan baik. Karena itu, hatinya makin lama semakin tertutup rapat, sehingga tidak ada suatu celah pun yang mungkin dimasuki cahaya Ilahi.
Kedelapan, an-nisyan (lupa diri). Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Hasyr, 59: 19)
Orang yang melupakan Al-Qur’an akan menjadi orang yang senantiasa lupa diri. Tidak mengenal hakikat keagungan Allah Ta’ala, tidak memahami hakikat kehidupan, dan tidak menyadari eksistensi dirinya sendiri di muka bumi ini. Mereka hanya sibuk memikirkan kehidupan dunia, dan tidak memikirkan kehidupan hakiki di akhirat nanti. Mereka disibukkan oleh harta-harta dan anak cucu mereka serta segala yang berhubungan dengan kesenangan duniawi.
Kesembilan, al-fusuqu (munculnya kefasikan-kefasikan). Orang-orang yang melupakan Al-Qur’an berarti melupakan kabar berita, hukum, syariah, dan pedoman hidup yang termuat di dalam Al-Qur’an. Oleh karena itu pantaslah jika mereka tidak segan melakukan penyimpangan-penyimpangan dan perbuatan-perbuatan dosa di dalam kehidupannya. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, mereka akan ditimpa siksa disebabkan mereka selalu berbuat fasik.” (Qs. Al-An’am, 6: 49)
Kesepuluh, an-nifak (kemunafikan). Manakala seorang manusia melupakan Al-Qur’an, maka sebenarnya dirinya telah memilih jalan dan melangkah menuju kemunafikan. Karena diantara ciri orang-orang munafik yang disebutkan di dalam Al-Qur’an adalah sikap melupakan Allah Ta’ala. Allah berfirman yang artinya, “Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang fasik.” (Qs. At-Taubah, 9: 67).
Semua kondisi di atas adalah kondisi yang sangat berbahaya bagi manusia. Karena jika mereka tidak segera bertaubat kepada Allah Ta’ala, niscaya mereka akan mengalami asy-syaqawah (kesengsaraan) baik dalam perkara ad-dunyawiyah (dunia) maupun perkara al-ukhrawiyah (akhirat), wallahua’lam.[]