Mantan Direktur CIA, Leon Panetta: “Tentara Israel Bunuh Diri Jika Masuki Gaza”

GAZA MEDIA, WASHINGTON – “Israel akan menghadapi ancaman perang darat yang bersifat bunuh diri bila masuki Gaza. Kesulitan yang lebih besar daripada yang dihadapi tentara Amerika di Irak, Afghanistan, dan Somalia.” Mantan Direktur CIA, Leon Penetta, Kamis (19/10/2023).

Hal ini senada dengan Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir-Abdollahian, dilansir dari republika.id mengatakan kepada Aljazirah bahwa jika Israel memutuskan untuk memasuki Gaza, maka “para pemimpin perlawanan akan mengubahnya Gaza menjadi kuburan bagi tentara penjajah”.

Komentarnya muncul selama kunjungannya ke Qatar di mana ia bertemu dengan pemimpin senior Hamas Ismail Haniyeh. Amir-Abdollahian juga bertemu dengan Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani untuk membahas perang Israel-Gaza.

Dia juga mewanti-wanti Amerika Serikat untuk tak memasuki medan perang. “Jika cakupan perang meluas, Amerika juga akan mengalami kerugian besar,” ujarnya. Komentar ini agaknya membalas ancaman Presiden AS Joe Biden yang memperingatkan Iran untuk “sangat berhati-hati” sebelum ikut dalam perang Israel-Palestina.

Iran memperingatkan bahwa tidak ada yang bisa menjamin kendali atas situasi jika Israel menginvasi Gaza melalui darat. “Jika serangan rezim Zionis terhadap warga dan warga Gaza yang tidak berdaya terus berlanjut, tidak ada yang bisa menjamin kendali situasi dan tidak meluasnya konflik,” kata Menlu Iran.

Kekuatan pasukan militer Hamas yang diujungtombaki sayap militer Brigade Izzedine al-Qassam diyakini sudah lebih mematikan saat ini. Serangan mengejutkanke Israel pada 7 Oktober disebut merupakan demonstrasi atas keahlian militer kelompok itu sejak menguasai Gaza pada 2007.

Pada perang Gaza pada 2008, misalnya, roket Hamas memiliki jangkauan maksimum 40 k. Jangkauannya kini meningkat menjadi 230 km pada konflik pada 2021.

Kelompok tersebut memiliki akademi militer yang melatih berbagai spesialisasi termasuk keamanan siber. Hamas juga memiliki unit komando angkatan laut di antara sayap militernya yang berkekuatan 40 ribu orang. Padahal, menurut situs globalsecurity.org, pada 1990-an Hamas memiliki kurang dari 10 ribu pejuang saja.

Sejak awal 2000-an, kelompok ini telah membangun jaringan terowongan di bawah Gaza untuk membantu para pejuang melarikan diri, menjadi pabrik senjata, dan mendatangkan senjata dari luar negeri. Kelompok ini, menurut para pejabat Hamas, telah memperoleh sejumlah bom, mortir, roket, rudal antitank dan antipesawat.

Sementara, mantan perdana menteri Israel Ehud Barak tetap mendorong serangan darat oleh pasukan Israel meski harganya bisa sangat mahal. “Tidak ada cara untuk membasmi operasi Hamas dari Jalur Gaza melalui serangan udara,” kata Barak kepada media Jerman Deutsche Welle. “Hal ini harus dilakukan oleh tentara di lapangan yang menghadapi risiko membayar dengan nyawa mereka,” katanya.

Barak tak bisa menjamin tak ada korban sipil dalam serangan darat tersebut. “Kami melakukan apa pun yang kami bisa, dan ‘apa pun yang kami bisa’ berarti memberi tahu semua orang terlebih dahulu untuk pindah,” katanya.

Seruan evakuasi besar-besaran oleh Israel yang memaksa 1,1 juta warga Gaza dari utara ke selatan, telah dikecam berbagai lembaga dan negara. Langkah itu disebut serupa hukuman mati bagi warga gaza yang sedianya tak punya tempat berlindung. Bahkan saat rombongan warga mengungsi, bukti video menunjukkan Israel tetap membantai mereka lewat serangan udara.

 

Sedangkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah mengadakan kabinet darurat Israel yang diperluas untuk pertama kalinya. Dia mengatakan persatuan nasional yang dipamerkan mengirimkan pesan di dalam dan luar negeri ketika negara tersebut bersiap untuk “menghancurkan Hamas” di Gaza.

Sedangkan dalam pertemuannya dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Putra Mahkota Arab Saudi Muhammad bin Salman mengatakan kerajaan bekerja keras untuk mencegah eskalasi situasi saat ini dan mencabut pengepungan di Gaza.

Arab Saudi meningkatkan upaya “untuk menciptakan kondisi untuk kembalinya stabilitas”, kata sebuah pernyataan yang diterbitkan oleh kantor berita negara Saudi.

“Putra Mahkota menekankan penolakan Kerajaan untuk menargetkan warga sipil dengan cara apa pun atau mengganggu infrastruktur dan kepentingan vital yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari mereka,” tambahnya.

Menjelang serangan darat, juga kemungkinan terbukanya front peperangan baru antara Israel dengan kelompok Hizbullah dari arah Lebanon, Amerika Serikat kembali mengirim kapal induknya ke perairan terdekat.

Kapal induk AS, USS Dwight D Eisenhower Carrier Strike Group, bergabung dengan kapal induk USS Gerald R Ford, yang sebelumnya telah tiba di Mediterania, untuk menunjukkan dukungan bagi Israel. Militer Israel menyatakan kesiapannya untuk memperluas perangnya di Gaza dengan serangan terkoordinasi dari udara, laut, dan darat.

Saat ini, sedikitnya 4.200 lebih warga Palestina termasuk 1000 anak-anak & wanita telah meninggal dan sekitar 10.000 lainnya terluka dalam serangan udara Israel di Gaza. Jumlah orang yang terbunuh di Israel sejauh ini mencapai 2000 orang, mayoritas adalah tentara Zionist, dengan lebih dari 3.400 orang terluka sejak Hamas melancarkan serangan ke Israel selatan akhir pekan lalu.

(ofr/ofr)