Penulis: Nurlita Sari
Peserta International Conference On Palestine Kuala Lumpur, Malaysia.
Inilah kisah seorang wanita Palestina asal Gaza, Samar Sbaeh (41 tahun) yang menjadi korban penangkapan secara brutal pasukan Zionist di tengah kondisi kandungannya berusia satu bulan.
Samar telah menghirup udara bebas. Bulan Februari lalu ia mendapat kesempatan berbicara di depan para aktivis kemanusiaan Palestina pada forum International Conference On Palestine Kuala Lumpur yang diselenggarakan di Seremban, Negeri Sembilan, Malaysia untuk berbagi kisah, pengalaman dan perjuangannya saat melahirkan di balik kelamnya jeruji besi penjara Zionist Israel.
Pasukan Zionist menangkap Samar tanpa tuntutan yang jelas dengan menempatkannya di ruang isolasi khusus. Samar disiksa secara fisik tanpa mendapat perawatan medis yang memadai. Inilah cara para penjajah menyiksa tawanan Palestina. Tidak memandang laki-laki, perempuan ataupun anak-anak. Bahkan hingga menjelang kelahiran bayinya, Samar mendekap dengan kondisi kaki dan tangan yang terikat.
Kekerasan fisik yang diterima Samar belum berakhir. Dengan kondisi sulit dan menahan rasa sakit, Samar ditekan secara psikis oleh petugas medis Zionist yang terus menyebutnya teroris. Tidak bisa dibayangkan bagaimana kekejaman para sipir menyiksa wanita yang sedang mengandung tanpa mendapat pelayanan medis yang cukup. Itu semua tidak berlaku untuk Samar dan beberapa wanita Palestina yang tengah mengandung dan berada di bawah siksaan sipir penjara Israel lainnya.
Saat melahirkan, Samar menolak diberikan anestesi dengan pertimbangan takut tidak sadarkan diri, sehingga ia menjalani operasi Caesar dalam keadaan sadar.” Setelah melahirkan, Samar bahkan tidak diperbolehkan memeluk dan mencium sang buah hati. Kondisi ini diperburuk setelah bayinya lahir, penyiksaan dan tekanan fisik terus-menerus dilayangkan oleh sipir Zionist.
“Sipir penjajah bahkan tidak memperbolehkan anak saya keluar mendapatkan cahaya matahari dan berusaha mengubur masa kanak kanaknya. Ia juga tak bisa mendapatkan air bersih meskipun untuk mandi,” kata Samar menjelaskan.
Samar dibebaskan pada 17 Desember 2007 bersama anaknya. Dan itulah pertama kali Samar melihat cahaya matahari hari kebebasan. Karena bertahun-tahun ia dikurung di ruangan yang sempit dan gelap tanpa cahaya.
“Mereka (para Zionist penjajah) tidak memperbolehkan saya mendapatkan perhatian yang cukup dari ibu. Tapi lihat saya sekarang. Para penjajah tidak bisa membungkam mimpi saya!! Mereka tidak akan bisa menghilangkan tekad dan perjuangan Ibu saya. Alhamdulillah, saya sekarang sehat, pintar, dan telah menghafal 25 Juz Al-Qur’an,” kata Bara, anak Samar yang beranjak remaja.
Untuk diketahui, saat itu tidak hanya Samar yang ditawan dalam keadaan hamil, 10 tawanan perempuan Palestina lainnya juga mengalami hal yang sama. Keadaan hamil tidak menjadi alasan bebas dari siksaan atau keringanan hukuman oleh pengadilan otoritas penjajah, namun lebih berat dan kejam dari yang dibayangkan.
Dari kisah ini, kita ucapkan hormat setinggi tingginya untuk perempuan-perempuan tangguh yang sudah berjuang demi kemerdekaan bumi para nabi, Palestina. Perjuangan ini tidak boleh terputus hanya di mereka saja. Kita sebagai perempuan muslim di Indonesia yang tidak pernah mengalami kisah seperti mereka harus tetap mewarisi semangat terus belajar demi melahirkan dan mendidik generasi yang lebih baik kedepannya. Tetaplah menjadi barisan terdepan untuk mengawal perjuangan pembebasan bumi Palestina. (nrs/ofr)