Pembangunan Tembok Perbatasan dengan Gaza… Apa Selanjutnya?
Oleh Dr. Adnan Abu Amer
Karena penjajah Israel telah mengumumkan selesainya pembangunan tembok perbatasan bawah tanah dengan Jalur Gaza, maka hal ini menimbulkan tanda tanya tentang sejauh mana kelayakan militer yang sebenarnya dari tembok ini untuk mencegah pelaksanaan serangan gerilya bersenjata di satu sisi. Pada saat yang sama memberikan ruang padangan negara yang memiliki persenjataan lengkap namun membentegi dirinya tembok keamanan yang mengelilinginya dari empat sisi perbatasannya, termasuk laut itu sendiri di barat. Yang menimbulkan tanda tanya tentang tidak adanya rasa aman, stabilitas dan ketenangan di tengah lingkungan yang tidak bersahabat dengannya: darat, laut dan udara!
Dari segi angka, proyek tembok perbatasan ini menghasilkan pembangunan 65 km tembok, yang mengelilingi seluruh Jalur Gaza dari utara ke selatan, dan juga dari timur Jalur Gaza ke laut. Tinggi tembok ini dari atas tanah setingg 6 meter dan di kedalaman di bawah tanah hingga puluhan meter. Sementara jumlah biaya yang dikeluarkan mencapai 3,5 milyar shekel atau setara 1,1 miliar dolar. Proyek ini melibatkan 1.200 pekerja dan 28 pabrik. Sehingga seribu truk berhenti satu demi satu. Jumlah beton lebih dari dua juta meter kubik, setara dengan 220 ribu truk. Jumlah besi 140 ribu ton besi dan baja yang diimpor dari Australia.
Perlu diisyaratkan bahwa awal mula pemikiran tentang membangun proyek tembok perbatasan ini dimulai dengan penarikan Israel dari Gaza pada tahun 2005, ketika tentara penjajah Israel ingin membuat pemisahan fisik lengkap antara Jalur dan permukiman-permukiman Israel di wilayah selatan, sebagai awal dari pemisahan politik dan ekonomi, berdasarkan implementasi rencana “pelepasan” yang diajukan oleh Sharon saat itu.
Namun gagasan tersebut mulai mengambil jalur yang lebih operasional dan konkrit setelah serangkaian agresi yang dilancarkan oleh pendudukan Israel di Gaza mulai tahun 2006, kemudian tahun 2008-2009, hingga tahun 2012, dan terakhir tahun 2014, perang yang berlangsung selama lima puluh hari, yang diwarnai dengan pelaksanaan sejumlah serangan komando melalui jaringan terowongan perbatasan. Pada saat itu pendudukan Israel membuat keputusan strategis jangka panjang untuk melaksanakan pembangunan tembok perbatasan, karena potensi dan kemampuan perlawanan yang terungkap dari perang-perang tersebut menciptakan keyakinan pada pendudukan Israel bahwa tidak butuh waktu lama bagi para pejuang perlawanan untuk berpindah di antara perbatasan bersama. hal ini akan menempatkan permukiman-permuiman Israel berada di jangkauan tangan perlawanan ketika mereka melakukan infiltrasi atau serangan.
Hari ini, setelah pendudukan Israel mengumumkan selesainya pembangunan tembok perbatasan dengan Gaza, tidak diragukan lagi bahwa hal itu menimbulkan pertanyaan operasional bagi perlawanan mengenai kemampuannya untuk mengatasi tantangan baru ini, dengan mencari opsi-opsi yang lebih disesuaikan dengan realitas keamanan dan militer, dan itu tempatnya untuk membahas di sini, akan tetapi perkembangan dari setiap konfrontasi yang akan datang dapat mengungkap sejauh mana perlawanan telah dapat menemukan alternatifnya, berdasarkan kaedah militer yang mengatakan bahwa “setiap senjata memiliki kontra-senjata.”[]