Al Quran

Meragukan al Qur’an Berarti Kafir

Setiap Muslim harus meyakini dengan keimanan yang benar apa pun yang disampaikan Allah Subhanahu wata’ala dalam al Qur’an. Sebab jika tidak meyakini sedikit saja isi dari al Qur’an, maka hukumnya ia telah menjadi kafir. Inilah dalil bagi orang yang mengingkari, ragu-ragu, tidak percaya atas setiap pesan kebaikan yang ada di dalam al Qur’an.

Menurut Syeikh Muhammad Khudari Beik dalam kitab Tarikh at-Tasyri’ al-Islam menyatakan bahwa, “al Qur’an adalah lafadz (firman) Allah yang berbahasa Arab, yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, untuk dipahami isinya dan selalu diingat, diamalkan, yang disampaikan dengan cara mutawatir, yang ditulis dalam mushaf, yang dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas.”

Sebagai salah satu dasar hukum Islam dan sebagai kalamullah, al Qur’an terjaga kemurniannya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman dalam surat Al Hijr ayat 9,

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan al Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Qs. Al Hijr : 9)

Menurut ayat di atas, sejak al Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam hingga akhir zaman nanti kemurniannya akan tetap terjaga. Artinya, tidak akan pernah ada perubahan sekecil apapun pada al Qur’an karena baik manusia maupun jin tidak dapat melakukannya meskipun mereka bersekutu untuk merubah Al Qur’an.

Tidak sedikit jumlah ayat dalam al Qur’an yang menggambarkan ketidakmampuan manusia (dan jin) untuk membuat kitab yang serupa dengan Al Qur’an, di antaranya adalah  surat At-Tur ayat 33-34 dan surat Al isra’ ayat 88. Dalam surat At-Tur ayat 33-34 Allah Ta’ala berfirman, yang artinya,

فَلْيَأْتُوا بِحَدِيثٍ مِثْلِهِ إِنْ كَانُوا صَادِقِينَ. أَمْ يَقُولُونَ تَقَوَّلَهُ ۚ بَلْ لَا يُؤْمِنُونَ

“Ataukah mereka berkata, “Dia (Muhammad) mereka-rekanya.” Tidak! Merekalah yang tidak beriman. Maka cobalah mereka membuat yang semisal dengannya (Al Qur’an) jika mereka orang-orang yang benar.” (Qs. At-Tur : 33-34).

Kemudian, dalam surat Al isra’ ayat 88 Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Katakanlah, “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa (dengan) Al Qur’an ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain.” (Qs. Al Isra’: 88).

Mengapa al Qur’an tidak dapat dipalsukan atau dirubah oleh manusia atau jin? Karena banyak umat Islam yang menjaga al Qur’an dengan cara menghafal. Manfaat menghafal al Qur’aninilah yang menjadi jaminan tetap murni dan aslinya Al Qur’an hingga akhir zaman nanti.

Karena itulah, bagi umat Islam, meyakini kemurnian dan keaslian Al Qur’an merupakan bagian dari rukun iman. Sebaliknya, ragu terhadap isi al Qur’an, walau hanya satu atau setengah ayat, maka hukumnya KAFIR.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan Fatwa MUI Nomor 10 Tahun 2017 tentang Hukum Meragukan Kesempurnaan al Qur’an yang menyatakan bahwa meragukan kesempurnaan al Qur’an hukumnya adalah KAFIR.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Keraguan terhadap al Qur’an adalah kekufuran.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, al-Nasai, dan al-Thabrani).

Semoga siapa pun dari umat Islam ini yang membaca tulisan ini dan akhirnya memahami bahwa kehidupan ber-Jama’ah itu adalah suatu kewajiban yang sumbernya jelas dari al Qur’an dan as Sunnah tidak meragukannya dan berusaha untuk bersama-sama mengamalkannya atas dasar keyakinan akan perintah Allah dan Rasul-Nya.

Bahaya Melupakan Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah kitab yang mengandung kabar berita, hukum dan syariah, aturan jihad, pendidikan, dan pedoman hidup. Karena itu, sangat berbahaya orang yang melupakan Al-Qur’an. Apa akibatnya jika melupakan dan tidak mempedulikan Al-Qur’an? Berikut beberapa akibatnya.

Pertama, dhalalun mubin (kesesatan yang nyata). Al-Qur’an ini adalah karunia yang besar bagi manusia. Dengannya jiwa mereka menjadi suci -bersih dari syirik, keraguan, kemunafikan, hasad, dendam, dengki, menipu, sombong, riya’, sum’ah, mencintai keburukan dan kemaksiatan-. Tanpa bimbingannya, manusia akan tersesat dengan kesesatan yang nyata. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (Qs. Ali Imran, 3: 164).

Kedua,  dhayyiqun harajun (sempit dada). Jika manusia melupakan petunjuk Al-Qur’an, Allah Ta’ala akan menjadikan dadanya sempit, yaitu sulit mendapatkan petunjuk. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.” (Qs. Al-An’am, 6: 125).

Di dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan beberapa pendapat ulama tentang makna dhayyiqun harajun; di antaranya adalah pendapat Atha Al-Khurrasani, ia mengatakan maknanya adalah, “tiada jalan masuk bagi kebaikan untuk menembusnya.” Sedangkan menurut pendapat Sa’id ibnu Jubair maknanya bahwa hidayah tidak menemukan jalan masuk ke dalam kalbunya, melainkan hanya kesulitan belaka yang dijumpainya.

Ketigama’isyatun dhankun (kehidupan serba sulit). Mengenai hal ini Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (Qs. Thaha, 20: 124).

Keempat, ‘umyul bashirah (butanya mata hati). Bahaya lain yang akan menimpa kepada orang-orang yang melupakan Al-Qur’an adalah butanya mata hati, yakni telah tertutup untuk menerima kebenaran, tidak dapat lagi memikirkan dan merenungkan segala macam peristiwa duka yang telah terjadi dan menimpa umat-umat di masa lalu maupun di masa kini akibat kekufuran mereka. Orang-orang ini tidak mampu mengambil pelajaran dari apa yang dilihat dan didengarnya.

Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (Qs. Al-Hajj, 22: 46).

Kelima, qaswatul qalbi (kerasnya hati). Mereka yang jauh dari Al-Qur’an, hatinya akan menjadi keras. Oleh karena itu Allah Ta’ala mengingatkan orang-orang yang beriman agar selalu khusyu’ hatinya di hadapan petunjuk Allah Ta’ala yang artinya, “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Qs. Al-Hadid, 57: 16).

Imam Ibnu Rajab berkata: “Asal (sifat) khusyu’ adalah kelembutan, ketenangan, ketundukan, dan kerendahan diri dalam hati manusia (kepada Allah Ta’ala).”

Keenamdhulmun wa dzullun (kegelapan dan kehinaan). Al-Qur’an diturunkan kepada manusia agar mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya. Oleh karena itu, jika mereka melupakan Al-Qur’an, berarti mereka telah membiarkan diri mereka sendiri berada dalam kegelapan.

Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “(Dan mengutus) seorang Rasul yang membacakan kepadamu ayat-ayat Allah yang menerangkan (bermacam-macam hukum) supaya Dia mengeluarkan orang-orang yang beriman dan beramal saleh dari kegelapan kepada cahaya.” (Qs. At-Thalaq, 65: 11).

Ketujuhshuhbatus syaithan (menjadi sahabatnya setan). Hal ini disebutkan secara tegas oleh Allah Ta’ala dengan firman-Nya yang artinya, “Siapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al Qur’an), kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.” (Qs. Az-Zukhruf, 43: 36).

Allah Ta’ala menjadikan baginya setan sebagai teman eratnya, yang selalu mendampingi dan mempengaruhinya, baik berupa jin maupun manusia, sehingga tertanamlah dalam pikirannya hal-hal yang menyimpang, yaitu memandang perbuatan buruk sebagai perbuatan baik. Karena itu, hatinya makin lama semakin tertutup rapat, sehingga tidak ada suatu celah pun yang mungkin dimasuki cahaya Ilahi.

Kedelapanan-nisyan (lupa diri). Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Hasyr, 59: 19)

Orang yang melupakan Al-Qur’an akan menjadi orang yang senantiasa lupa diri. Tidak mengenal hakikat keagungan Allah Ta’ala, tidak memahami hakikat kehidupan, dan tidak menyadari eksistensi dirinya sendiri di muka bumi ini. Mereka hanya sibuk memikirkan kehidupan dunia, dan tidak memikirkan kehidupan hakiki di akhirat nanti. Mereka disibukkan oleh harta-harta dan anak cucu mereka serta segala yang berhubungan dengan kesenangan duniawi.

Kesembilanal-fusuqu (munculnya kefasikan-kefasikan). Orang-orang yang melupakan Al-Qur’an berarti melupakan kabar berita, hukum, syariah, dan pedoman hidup yang termuat di dalam Al-Qur’an. Oleh karena itu pantaslah jika mereka tidak segan melakukan penyimpangan-penyimpangan dan perbuatan-perbuatan dosa di dalam kehidupannya. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, mereka akan ditimpa siksa disebabkan mereka selalu berbuat fasik.” (Qs. Al-An’am, 6: 49)

Kesepuluhan-nifak (kemunafikan). Manakala seorang manusia melupakan Al-Qur’an, maka sebenarnya dirinya telah memilih jalan dan melangkah menuju kemunafikan. Karena diantara ciri orang-orang munafik yang disebutkan di dalam Al-Qur’an adalah sikap melupakan Allah Ta’ala. Allah berfirman yang artinya, “Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang fasik.” (Qs. At-Taubah, 9: 67).

Semua kondisi di atas adalah kondisi yang sangat berbahaya bagi manusia. Karena jika mereka tidak segera bertaubat kepada Allah Ta’ala, niscaya mereka akan mengalami asy-syaqawah (kesengsaraan) baik dalam perkara ad-dunyawiyah (dunia) maupun perkara al-ukhrawiyah (akhirat), wallahua’lam.[]

Lima Kelemahan Manusia yang disebutkan Al-Quran

MANUSIA adalah makhluk paling sempurna yang pernah diciptakan oleh Allah swt. Manusia juga dituntut untuk selalu beribadah kepada Allah SWT. Seperti yang telah Allah katakan dalam Al-Quran :

Dan tidaklah Aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk beribadah kepadaku.” (Q.S adz-Dzaariyaat ayat 56).

Selain untuk menyembah Allah SWT, manusia juga dijadikan Khalifah dimuka bumi Allah, sebagai mana Allah telah berfirman dalam AL-Quran :

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ”Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, ”Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana. Sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, ”Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (Q.S. al-Baqarah [2]: 30) 

Kesempurnaan yang dimiliki manusia merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas mereka sebagai khalifah di muka dumi ini. Al-Quran menerangkan bahwa manusia berasal dari tanah.

Namun, dibalik itu setiap insan manusia pasti memiliki kekurangan dan kelemahan. Karena Allah SWT tidak membebani umatnya diluar batas kesanggupannya.

“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.” (Q.S An-Nisa ayat 28).

Berikut kelemahan yang dimiliki manusia dalam dirinya :

Pertama, manusia yang sifatnya membantah | Allah berfirman: “Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Alquran ini bermacam-macam perumpamaan. Dan manusia adalah (makhluk) yang paling banyak membantah.” (Q.S al-Kahfi ayat 54).

“Imam Ahmad meriwayatkan bahwa ‘Ali bin Abi Thalib memberitahukan bahwa Rasulullah pernah mengetuk pintu rumahnya pada malam hari yang ketika itu ia bersama Fathimah binti Rasulullah seraya berkata: “Tidakkah kalian berdua mengerjakan shalat?” Lalu aku menjawab: “Ya Rasulullah, sesungguhnya jiwa kami berada di tangan Allah, jika Dia berkehendak untuk membangunkan kami, maka kami bangun.” Maka beliau pun kembali pada saat kukatakan hal itu kepadanya, sedang beliau sama sekali tidak melontarkan sepatah kata pun kepadaku. Kemudian ketika beliau membalikkan pungungnya sambil menepuk pahanya, beliau membacakan: wa kaanal insaanu aktsara syai-in jadalan (“Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak menibantah.”). (HR. Al-Bukhari dan Muslim dalam kitab ash-Shahihain).

Kedua, Manusia selalu Zalim dan Bodoh | Amanat berat yang telah disematkan pada manusia itu berupa perintah dan larangan dari Allah SWT. Akan tetapi, ada manusia yang bisa memikul beban ini secara lahir dan batin, merekalah orang-orang beriman. Dan ada yang menerimanya dengan melakukan kemunafikan dan kesyirikan.

Sebagaimana yang telah disebutkan dalam Al-Quran, sungguh manusia itu aman Zalim dan bodoh.

“Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikkullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (Q.S Al Ahzab ayat 72).

Ketiga, Manusia bersifat melampaui batas | “Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan.” (Q.S. Yunus Ayat 12).

“Dan janganlah kalian melampaui batas. Sesungguhnya Alah tidak mencintai orang-orang yang melampaui batas,” (Q.S Al Maidah Ayat 87).

Keempat, Manusia bersifat keluh kesah dan kikir |  “Sesungguhnya manusia itu diciptakan bertabiat keluh kesah lagi kikir. Apabila dia ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah. Dan apabila dia mendapat kebaikan dia amat kikir.” (Q.S. Al-Ma’arij Ayat 19 – 21).

Kelima, Manusia Bersifat tergesa-gesa | “Dan manusia itu berdoa untuk kejahatan sebagaimana dia berdoa untuk kebaikan. Dan adalah manusia itu cenderung tergesa-gesa.” (QS al-Isra Ayat 11).

Mudah-mudahan Allah SWT menghilangkan sifat kelemahan yang ada dalam diri kita. Amin. []

Penjelasan Ade Soal Sholat Lima Waktu tak Ada di Alquran

GAZA MEDIA, JAKARTA – Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia (UI), Ade Armando, menyebut banyak orang salah paham dengan ucapannya soal tidak ada perintah sholat lima waktu dalam Alquran. Kesalahpahaman ini yang membuat beberapa tokoh menyindirnya dengan berbagai kata-kata yang disebutnya kasar.

“Banyak orang yang salah membaca kalimat saya, yang saya katakan perintah sholat lima waktu atau lima kali, itu yang nggak ada dalam Alquran. Kalau perintah sholatnya jelas ada, diwajibkan sholat itu ada,” katanya seperti diberitakan Republika.co.id, Kamis (4/11).

“Namun, kata lima kali, lima waktunya itu nggak ada di Alquran. Kalau kita mau setia konsisten pada Alquran yang disebut cuman tiga waktu loh, awal siang, akhir siang, dan akhir malam,” ujarnya menambahkan.

Ade menekankan, ucapan ini sebenarnya didasari pada konteks terkait kritikannya kepada orang-orang yang menginginkan penerapan syariah secara penuh di Indonesia.

Dia mengkritik ide terkait penerapan hukum syariah atau hukum-hukum dari Alquran, hadits, dan ijma di Indonesia karena aturan-aturan itu dikatakannya ada untuk konteks abad ke-7.

“Jadi, saya mau bilang, Alquran itu memang muatannya tidak selalu harus serta-merta kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Ini konteksnya kritik saya pada orang yang mengaku ingin tegakkan syariah, tegakkan syariah itu,” ujarnya.

“Nah, ketika saya menjelaskan perbedaan itu saya menyebut tentang misalnya saja yang namanya sholat itu dalam Alquran tidak pernah disebut harus dilakukan lima kali. Artinya, banyak sekali ayat-ayat yang harus ditafsirkan dengan cara yang berbeda, jadi itu konteksnya. Saya nggak pernah mengatakan bahwa kita nggak perlu sholat,” katanya.

Dia menyayangkan beberapa tokoh agama hingga politisi yang menyebutnya dengan sebutan ingkar dari Islam hingga tuduhan lain. “Kalau nggak setuju ya bilang saja, di mana letak salahnya dan tolong koreksi. Kayaknya pimpinan pemuka Islam ini masih perlu belajar diskusi,” ujarnya.

Dihubungi secara terpisah, Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan buka suara atas pernyataan Ade Armando perihal perintah sholat lima waktu yang tidak ada dalam Alquran.

Menurut Amirsyah, perintah sholat jelas ada di dalam Alquran surat Al Isra dan surat Hud. “Ade Armando ini tidak baca QS Al Isra dan QS Hud. Kombinasi kedua ayat ini menjelaskan sholat lima waktu tersebut,” kata Amirsyah dalam pesan tertulisnya, Kamis (4/11).

Amirsyah menjelaskan, untuk memahami ajaran Islam itu harus berdasarkan Alquran, hadits, dan termasuk ijma ulama dengan menggunakan akal pikiran yang sehat. Ketika banyak penafsiran akhirnya memang harus disepakati para ulama. “Tegas bahwa dasar hukum sholat itu memang merujuk kepada Alquran dan hadits Rasulullah SAW,” kata dia.

Berdasarkan itu, kata Amirsyah, perintah sholat itu disebutkan di dalam Alquran secara umum kemudian dijelaskan lebih perinci berdasarkan hadits Rasulullah SAW dengan syarat para ulama yang memiliki kompetensi memahami Alquran dan hadits itu. Lima waktu itu adalah perintah sholat yang dinyatakan di Alquran dan hadis dan para ulama telah sepakat memahami perintah lima waktu.

Amirsyah melanjutkan, mereka yang bisa menyampaikan pandangan terkait ajaran agama Islam itu adalah ulama kompeten. Sedangkan mereka yang tidak memiliki kompetensi diminta untuk menahan diri.

“Poin yang kedua sebaliknya, yang tidak punya kompeten yang tidak punya keilmuan yang tidak punya otoritatif soal perintah sholat lima waktu, prinsip Alquran dan hadits, ijma ulama, sebaiknya tidak berkomentar ya, karena bisa bias pemahaman,” ujar Amirsyah.

Karena itu, Amirsyah menyarankan agar Ade Armando juga fokus di bidang keahliannya saja. “Jadi, kalau beliau itu kompetensinya komunikasi, berkomentarlah soal komunikasi supaya tidak bias. Komentar sesuai keahlian, bukan berkomentar untuk sensasional,” kata dia.

Menurut Amirsyah, masih banyak hal lain yang menarik dalam bidang komunikasi dan bidang komunikasi pun masih banyak yang dikomentari. Contohnya, bidang komunikasi ilmu yang sangat luas dan pengaruhnya besar, yaitu komunikasi yang bermanfaat untuk kemaslahatan, bukan komunikasinya yang menimbulkan kegaduhan, bukan komunikasi yang menimbulkan adu domba.  []