apartheid

Khader Adnan, Simbol Perjuangan Tahanan Palestina dengan Aksi Mogok Makan Terbuka

GAZA MEDIA, TEPI BARAT – Khader Adnan (44 tahun) dari Arraba, Selatan Jenin atau yang kerap disapa Syaikh Adnan terus melanjutkan aksi mogok makan terbuka selama 77 hari berturut-turut sebagai penolakan atas penangkapan sepihak otoritas “Israel” terhadapnya, Sabtu (22/4/2023).

Asosiai Pembebasan Tahanan Palestina mengingatkan kepada seluruh pihak yang berwenang perhatikan kondisi Syaikh Adnan agar segera mendapat perawatan medis yang memadai di “Klinik Penjara Ramla Israel” mengingat kondisi kesehatannya menurun drastis.

“Kesehatan Syaikh Adnan kini dalam ancaman kematian setiap saat, karena otoritas “Israel” menolak tuntutan pembebasannya serta sengaja mengabaikan keselamatan dalam perawatan medis.” Keterangan Asosiasi Pembebasan.

Syaikh Adnan lakukan aksi mogok makan terbuka sejak penangkapannya 5 Februari lalu setelah pasukan Zionist menyerbu rumahnya di Arraba tanpa ada bukti kriminal yang jelas.

Meskipun kesehatannya memburuk, pengadilan militer “Israel” pada hari Senin “sengaja” menunda keputusan permintaan pembebasan Syaikh Adnan pada 27 April mendatang dengan dalih sampai pengadilan dapat melihat laporan terkini mengenai kesehatan sikisnya.

Penangkapan Adnan kali ini tidak bersifat administratif, melainkan “ada” surat dakwaan. Menurut pengacara Adnan, Jamil Khatib, Adnan didakwa sebagai anggota organisasi terlarang, Jihad Islam, yang menurut pengacaranya “tidak didasarkan pada bukti atau bahkan pengakuan yang jelas melainkan tuduhan sepihak oleh orang-orang yang tidak mengenalnya.”

Permintaan berulang Khatib untuk memindahkan Adnan ke rumah sakit sejauh ini juga ditolak. Selain itu “Israel” juga melarang kunjungan Randa Adnan, istrinya selama mogok makan. “Khader berbaring di tempat tidur, tidak bergerak, tubuhnya kuning tidak bisa berdiri dan berbicara lagi, kondisinya kian mengkhawatirkan.” kata Randa.

Asosiasi Tahanan Palestina mengatakan minggu ini bahwa Adnan tengah menghadapi “ancaman kematian yang bisa terjadi kapan saja”.

Diketahui, Syaikh Adnan telah berkeluarga dan memiliki 9 orang anak. Dia menjadi simbol perjuangan bagi warga dan tahanan Palestina lainnya setelah ditangkap oleh “Israel” sebanyak 12 kali dengan menghabiskan total delapan tahun di balik jeruji besi dan melakukan aksi mogok makan sebanyak lima kali.

Di masa lalu, aksi mogok makan Adnan bertentangan dengan hukum penahanan administratif – di mana metode umum yang digunakan oleh “Israel” – untuk menahan warga Palestina tanpa mengajukan tuntutan atau memberi tahu mereka kejahatan yang dituduhkan bahkan menghadirkan bukti-bukti yang memberatkan mereka. (bz/ofr)

Source: +972, وكالة صفا

Tegas! Deputi Partai Sayap Kiri Prancis Kutuk Apartheid “Israel”

GAZAMEDIA, PARIS – Hampir 40 deputi partai sayap kiri-yang sebagian besar adalah komunis- di Prancis menandatangani rancangan resolusi kutuk “rezim “Israel” atas Palestina sebagai apartheid, meskipun kecaman dari beberapa asosiasi menyebutkan tindakan mereka sebagai “anti-Semitisme”, Jumat (22/7/2022).

Resolusi tersebut menyebutkan, “Israel” dengan segala kebijakannya terbukti mendirikan sistem penindasan dan kontrol sistematis oleh satu kelompok hegemoni etnis tertentu secara parsial dan rasis.

“Sejak didirikan pada tahun 1948, “Israel” memaksakan kebijakan yang bertujuan membangun dan mempertahankan hegemoni demografis “Yahudi”,” Tulis rencana resolusi tersebut.

Para deputi mendesak pemerintah Prancis mengakui kedaulatan Palestina sebagai negara merdeka. Menuntut PBB berlakukan embargo senjata terhadap “Israel” serta penjatuhan sanksi yang berat atas tindakan genosida apartheid, bahkan jika perlu dilakukan pemboikotan produk milik “Israel” secara masal.

Teks resolusi yang diajukan anggota parlemen Komunis Jean-Paul Lecocq ditandatangani oleh 20 anggota dari blok parlementernya, termasuk mantan kandidat presiden, Fabien Roussel dan deputi partai France Proud (radikal kiri) seperti Adrien Katniss, partai Sosialis Christine Pierce-Bonn, Aurelien Tachy dan Sabrina Sabahi dari Partai Hijau.

Sementara itu, Liga Internasional Melawan Rasisme dan Anti-Semitisme (Licra) mentweet, “Kami tidak akan membiarkan anti-Semitisme kiri yang obsesif, menyinggung republik dan berusaha mengobarkan opini publik.” [as/nb]

Israel Murka Dicap Rezim Apartheid

GAZAMEDIA, TEL AVIV- Yair Lapid Menteri Luar Negeri Israel berang jika negaranya dicap sebagai negera apartheid. Menurutnya, sebutan Israel sebagai negara atau rezim apartheid menggambarkan jika negeri zionis Israel merupan musuh bersama.

Penyataan itu hanya salah satu bentuk dari serangkaian ketakutan Israel dengan kebijakan yang diadopsi oleh organisasi hak asasi manusia untuk mendistorsi reputasi negara pendudukan dan membandingkannya dengan sistem apartheid yang berlaku di Afrika Selatan pada dekade sebelumnya.

Penulis The Times of Israel dan kepala Asosiasi Pers Asing, Dan Perry, mengatakan ketakutan Israel adalah karena upaya organisasi hukum hak asasi manusia internasional untuk membandingkan Kebijakan Israel diterapkan terhadap warga Palestina seperti yang terjadi sebelumnya pada orang kulit hitam di Afrika Selatan.

“Hari ini, mereka dianiaya di Amerika Serikat, mereka kehilangan sebagian besar hak dan dianggap sebagai korban apartheid oleh kelompok etnis minoritas,” ujar Perry seperti dilansir dari MEMO, Rabu (12/1)

Perry menambahkan bahwa posisi pasukan anti-Israel menganggap bahwa ada dasar genetik umum yang luas antara negara-negara yang mempraktikkan apartheid, seperti bekas rezim Afrika Selatan dan sekarang Amerika Serikat dalam hubungannya dengan Israel.

Menurutnya negara-negara itu mempraktikkan hal yang sama dengan kebijakan dengan Palestina di Tepi Barat. Mereka mengadopsi kebijakan genosida dan menghubungkan Palestina dengan istilah ‘ilegal’ dengan referensi ke pemukiman Yahudi.

Melalui tinjauan statistik, orang Israel takut dengan anggapan bahwa sebagian besar penduduk dunia lahir setelah jatuhnya rezim apartheid di Afrika Selatan. Maka, mereka menggambarkan Israel dengan deskripsi yang sama.

Pada saat yang sama, yang memperkuat pengulangan dunia atas gagasan pemerintahan apartheid adalah kenyataan bahwa tanah Otoritas Palestina telah menjadi wilayah-wilayah terpecah yang dikelilingi kendali penuh tentara Israel.

Israel pun memperkirakan bahwa Tahun Baru 2022 akan menjadi saksi kampanye oleh organisasi internasional dan PBB untuk memilih istilah dan kosakata yang terkait dengan apartheid mengenai kebijakan Israel terhadap Palestina. Kondisi ini mendorong Kementerian Luar Negeri Israel dan konsulat di seluruh dunia waspada dalam berdiplomasi untuk menghadapi tsunami politik terhadap negara mereka.[]