dosa

Kezhaliman Adalah Kegelapan Dihari Kiamat

Bagi seorang muslim yang baik, misi hidupnya hanya satu: berbuat kebaikan sebanyak mungkin selama menjalani kehidupan di dunia fana ini. Tak lebih. Namun, bagi mereka yang tujuan hidupnya bukan mengarah pada ibadah seperti yang diajarkan Nabi Shallallahu alaihi wasallam, bisa jadi visinya sebatas meraih kesenangan sesaat.

Orang pertama, untuk meraih impiannya, dia akan menggunakan jalur lurus sesuai aturan dari Allah dan Nabinya. Karena itu orang-orang beriman ini lebih mengutamakan jalan kemaslahatan (kemanfaatan) dibanding kemudaratan. Mereka menghindari cara-cara zalim untuk mendapatkan apa yang menjadi harapannya misal dalam mencari rezeki.

Sementara, orang-orang yang jauh dari Allah dan Nabinya, jalur hidup yang ditempuh bukan cara-cara yang baik. Tak sedikit mereka menggunakan cara zalim untuk mewujudkan apa yang menjadi target hidupnya. Mereka ini tak mengenal cara halal dan haram. Yang hanya satu cara: halal, haram, hantam.

Jauh sebelum dunia ini ramai dihuni oleh orang-orang yang zalim, maka jauh hari juga Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam sudah mengingatkan umatnya  terutama mereka yang beriman tentang bahayanya sifat zalim ini. Dari Jabir bin ‘Abdillah Ra  ia berkata Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda,

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ الله رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُول الله – صلى الله عليه وسلم: اتَّقُوا الظُّلْمَ ؛ فَإنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ القِيَامَةِ ….

“Berhati-hatilah kalian terhadap kezhaliman karena kezhaliman itu adalah kegelapan-kegelapan di hari Kiamat….” (HR. Muslim No. 2578)

Merujuk hadis di atas, setidaknya ada beberapa pelajaran penting yang bisa dipetik antara lain sebagai berikut.

Hadis di atas menegaskan bahwa kezaliman itu adalah kegelapan pada hari kiamat. Para pelakunya dihukum sesuai dengan kadar kezalimannya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengharamkan perbuatan zalim atas para hamba-Nya serta melarang mereka saling menzalimi, karena kezaliman itu sendiri adalah haram secara mutlak.

Dalam sebuah hadis qudsi Allah  Azza wa Jalla berfirman yang artinya, “Wahai para hamba-Ku! Sesungguhnya Aku mengharamkan kezaliman atas diri-Ku, dan Aku menjadikannya haram di antara kalian, maka janganlah kalian saling menzalimi!” (HR. Muslim No. 2577, At-Tirmidzi No. 2495 ) dan Ibnu Majah No. 4257)

Imam Al-Maraghi menjelaskan, “Zalim adalah perbuatan yang menyimpang dari jalan yang wajib ditempuh untuk mencari kebenaran. Sementara itu dalam Mu’jam dikatakan bahwa yang dimaksud dengan Zalim adalah perbuatan yang melampaui batas atau meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya.”

Al Qur’an Bicara Kezaliman

Ada beberapa ayat al Qur’an yang bicara tentang kezaliman. Ini artinya, masalah zalim bukan hal yang ringan pertanggungjawabannya kelak di akhirat. Pertama, disebutkan orang yang zalim adalah orang-orang yang melanggar hukum-hukum Allah Ta’ala. Seperti firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang artinya, …. “Barang siapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang zalim.” (Qs. Al-Baqarah/2, Ayat : 229)

Orang-orang semacam disebut ayat di atas, adalah orang-orang yang menyepelekan hukum-hukum Allah. Mereka ini tidak mau patuh pada ketentuan al Qur’an. Namun, jika hukum-hukum itu dirasakan memberi keuntungan pada mereka, baru ia akan mengikutinya. Tapi tidak sebaliknya.

Orang yang zalim adalah orang yang tidak mau menggunakan dalil-dalil yang bisa mengantarkan dirinya tunduk mengetahui kebenaran dan Allah tidak akan  memberi hidayah. Dengan kata lain, orang itu berada dalam kegelapan iman, sehingga tidak bisa melihat kekuasaan Allah Ta’ala.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala juga berfirman yang artinya, …“dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Qs. Al-Baqarah: 258). Orang yang zalim tidak akan pernah mendapatkan petunjuk dari Allah Ta’ala. Adakah sarana yang lebih baik untuk menjalani kehidupan ini selain dari petunjuk dari Allah Ta’ala?

Bagaimana mungkin banyak manusia yang tega berbuat zalim kepada sesamanya sementara Allah Ta’ala sendiri tidak pernah berbuat zalim kepada manusia? Allah berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Allah tidak berbuat zhalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zhalim kepada diri mereka sendiri.” (Qs. Yunus/ Ayat :44)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menentang segala bentuk kezaliman. Beliau sendiri selalu mengingatkan umatnya tentang balasan Allah Ta’ala terhadap orang-orang yang berbuat zalim. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan orang-orang yang zalim di antara mereka akan ditimpa akibat buruk dari usahanya dan mereka tidak dapat melepaskan diri.” (Qs. Az Zumar: 5).

Semoga Allah Ta’ala selalu menjaga kita dari perbuatan zalim. Sebab zalim itu adalah kegelapan di akhirat. Bukan hanya itu, orang yang berbuat zalim di dunia pun akan merasakan azab Allah Ta’ala, lebih-lebih lagi di akhirat nanti, wallahua’lam.[]

Masihkah Kita Berani Berdusta?

Tak sedikit orang yang terperosok dalam dosa hanya karena lidahnya yang latah. Padahal, seorang muslim yang beriman pada hari akhir salah satu cirinya adalah pandai menjaga lisan. Karena tak jarang dari lisan itu banyak kedustaan terucap. Sementara itu, dusta adalah salah satu bentuk dosa besar yang dianggap biasa oleh kebanyakan manusia.

Apakah kita tahu, bahwa sisapa saja yang bisa menjaga lidahnya dengan baik, artinya tidak berdusta dan sederet penyakit lisan lainnya, maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjamin untuknya Surga di akhirat kelak.

Perhatikan sabda Nabi  Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berikut ini,

مَنْ يَضْمَنْ لِي مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ

“Siapa yang menjamin untukku apa yang ada di antara dua rahangnya dan apa yang ada di antara dua kakinya, niscaya aku menjamin surga baginya.” (HR. Al-Bukhâri, no. 6474; Tirmidzi, no. 2408).

Untuk lebih menambah keyakinan kita akan janji Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di atas, maka Beliau juga menyampaikan bahwa menjaga lidah adalah kunci keselamatan hidup di dunia dan akhirat.

عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا النَّجَاةُ قَالَ أَمْلِكْ عَلَيْكَ لِسَانَكَ وَلْيَسَعْكَ بَيْتُكَ وَابْكِ عَلَى خَطِيئَتِكَ

Dari ‘Uqbah bin ‘Aamir, dia berkata, “Aku bertanya, wahai Rasûlullâh, apakah sebab keselamatan?” Beliau menjawab:  “Kuasailah lidahmu, hendaklah rumahmu luas bagimu, dan tangisilah kesalahanmu.” (HR. Tirmidzi, no.2406).

Sejatinya, bagi orang beriman dan berakal sehat, maka dua hadis di atas cukup menjadi cambuk dan pengingat agar senantiasa berhati-hati menjaga lisannya. Sebab, salah bicara maka semua akan dipertanggungjawabkan kelak dihadapan Allah Ta’ala.

Bahaya Dusta

Dusta termasuk kedalam kelompok dosa besar, al-Imam adz-Dzahabi menyebutkan di dalam kitab beliau, al-Kabâir, dosa besar ke-30 adalah “Sering Berdusta”.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyebutkan dosa berdusta mengiringi dosa syirik  dan durhaka kepada orang tua. Ini menunjukkan bahwa berdusta termasuk dosa-dosa besar yang paling besar.

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرَةَ عَنْ أَبِيهِ z قَالَ قَالَ النَّبِيُّ n أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ ثَلَاثًا قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ وَجَلَسَ وَكَانَ مُتَّكِئًا فَقَالَ أَلَا وَقَوْلُ الزُّورِ قَالَ فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتَّى قُلْنَا لَيْتَهُ سَكَتَ

Dari Abdurrahman bin Abi Bakrah, dari bapaknya radhiyallahu anhu, dia berkata, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Perhatikanlah (wahai para Sahabat), maukah aku tunjukkan kepada kalian dosa-dosa yang paling besar?” Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengatakannya tiga kali. Kemudian para Sahabat mengatakan, “Tentu wahai Rasulullah.” Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua.”  Sebelumnya Nabi bersandar, lalu Bliau duduk dan bersabda, “Perhatikanlah! dan perkataan palsu (perkataan dusta).Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam selalu mengulanginya sampai kami berkata, “Seandainya Beliau berhenti. (HR. Al-Bukhari, no. 2654, 5976, dan Muslim, no. 143/87).

Berikuti ini adalah beberapa bahaya bagi orang yang suka berdusta. Pertama, ia akan terhalang dari hidayah. Allah Azza wa Jalla berfirman,

إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ مُسْرِفٌ كَذَّابٌ

Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta. (Qs. Al-Mukmin/Ghafir/40: 28).

Nauzubillah, siapakah orang yang tersesat di muka bumi ini selain orang yang tidak bisa mendapatkan hidayah Allah? Tentu saja sebagai orang yang beriman, kita harus selalu mewaspadai atas tipu daya lidah kita yang seringkali latah berbuat dusta hanya untuk membuat orang lain senang.

Kedua, ia akan celaka. Allah Ta’ala berfirman,

قُتِلَ الْخَرَّاصُونَ ﴿١٠﴾ الَّذِينَ هُمْ فِي غَمْرَةٍ سَاهُونَ

Terkutuklah orang-orang yang banyak berdusta, (yaitu) orang-orang yang terbenam dalam kebodohan yang lalai. (Qs. Adz-Dzariyat/51: 10-11).

Tak ada kefakiran (kemiskinan) di dunia ini dalam hidup seseorang kecuali orang yang miskin dalam kebodohan dan lalai. Orang yang berdusta sejatinya adalah orang-orang yang tenggelam dalam kebodohan dan kelalaian panjang. Maka, beristighfarlah wahai diri.

Dalam sebuah hadis, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjelaskan keutamaan jujur dan bahaya dusta,

عَنْ عَبْدِ اللهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ  صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ، فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيقًا، وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ، فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ، وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا

Dari ‘Abdullah, dia berkata, Rasulallah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Kalian wajib jujur, karena sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebajikan, dan kebajikan membawa kepada surga. Jika seseorang senantiasa jujur dan berusaha untuk selalu jujur, akhirnya ditulis di sisi Allâh sebagai seorang yang selalu jujur. Dan jauhilah kedustaan, karena kedustaan itu membawa kepada kemaksiatan, dan kemaksiatan membawa ke neraka. Jika seseorang senantiasa berdusta dan selalu berdusta, hingga akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang pendusta.” (HR. Muslim, no. 105/2607).

Ketiga, dusta adalah sifat munafik. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: آيَةُ المُنَافِقِ ثَلاَثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ

Dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Tanda orang munafik ada tiga: Jika dia bercerita, dia berdusta; jika dia berjanji, dia menyelisihi; dan jika dia diberi amanah, dia berkhianat.” (HR. Al-Bukhâri, no. 33, 2682, 2749, 6095; Muslim, no. 107/59, 108/59).

Keempat, diancam di akhirat. Suatu hari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengisahkan kepada para Sahabat tentang mimpi yang dialaminya, dan mimpi Nabi adalah benar adanya (hak). Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam didatangi oleh dua orang laki-laki yang membawanya melihat berbagai siksaan yang dialami orang-orang yang berbuat dosa. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,

قَالاَ لِي: انْطَلِقِ انْطَلِقْ ” قَالَ: ” فَانْطَلَقْنَا، فَأَتَيْنَا عَلَى رَجُلٍ مُسْتَلْقٍ لِقَفَاهُ، وَإِذَا آخَرُ قَائِمٌ عَلَيْهِ بِكَلُّوبٍ مِنْ حَدِيدٍ، وَإِذَا هُوَ يَأْتِي أَحَدَ شِقَّيْ وَجْهِهِ فَيُشَرْشِرُ شِدْقَهُ إِلَى قَفَاهُ، وَمَنْخِرَهُ إِلَى قَفَاهُ، وَعَيْنَهُ إِلَى قَفَاهُ

Kedua laki-laki itu berkata, “Ayo berangkat, ayo berangkat!” Kemudian kami berangkat, lalu kami mendatangi seorang laki-laki yang berbaring terlentang. Dan ada laki-laki lain yang sedang berdiri di dekatnya membawa gancu besi. Lalu laki-laki itu mendatangi satu sisi wajahnya lalu merobek ujung mulutnya sampai ke tengkuknya, dan merobek hidungnya sampai ke tengkuknya, dan merobek matanya sampai ke tengkuknya.”  

Kemudian dua orang laki-laki itu menjelaskan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tentang orang yang mendapatkan siksaan di atas tadi,

وَأَمَّا الرَّجُلُ الَّذِي أَتَيْتَ عَلَيْهِ، يُشَرْشَرُ شِدْقُهُ إِلَى قَفَاهُ، وَمَنْخِرُهُ إِلَى قَفَاهُ، وَعَيْنُهُ إِلَى قَفَاهُ، فَإِنَّهُ الرَّجُلُ يَغْدُو مِنْ بَيْتِهِ، فَيَكْذِبُ الكَذْبَةَ تَبْلُغُ الآفَاقَ

“Adapun laki-laki yang engkau datangi, ujung mulutnya disobek sampai ke tengkuknya, dan hidungnya dirobek sampai ke tengkuknya, dan matanya dirobek sampai ke tengkuknya, dia adalah orang yang keluar dari rumahnya, lalu dia berdusta dengan kedustaan yang mencapai segala penjuru.(HR. Bukhari, no. 7047).

Sekali lagi, bagi orang beriman yang mempunyai akal sehat, sejatinya nasihat-nasihat dari ayat dan hadis di atas bisa menjadi pengingat sekaligus motivasi agar benar-benar menjaga lisan untuk tidak berdusta. Dusta, adalah bagian dari dosa-dosa besar yang tidak semua orang mengetahuinya. Semoga Allah Ta’ala selalu menjaga lisan kita dari berbuat dusta, wallahua’lam.[]