Pemukiman Ilegal Israel Ancam Kedaulatan Palestina
GAZA MEDIA, JENEWA – Pakar hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Michael Lynk mengutuk rencana Israel untuk membangun ribuan unit perumahan baru di pemukiman ilegal di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, yang merupakan wilayah kedualatan Palestina.
Menurutnya, pembangunan pemukiman ilegal warga Yahudi Israel merupakan ancaman yang serius. Pasalnya, langka itu akan memuluskan Israel dalam menganeksasi kawasan tersebut.
“Ilegalitasnya adalah salah satu masalah yang paling diterima secara luas dalam hukum internasional modern,” kata Michael Lynk, pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) di wilayah Palestina dalam siaran pernya di Markas PBB Jenewa, Selasa (3/11/)
Pemukiman Israel adalah kejahatan perang dugaan di bawah Statuta Roma dari Pengadilan Kriminal Internasional, dan harus diperlakukan seperti itu oleh masyarakat internasional. PBB telah berulang kali menuntut agar Israel menghentikan perluasan pemukiman dan menghapus pemukimannya.
“Raison d’etre pemukiman Israel di wilayah pendudukan – penciptaan fakta demografis di lapangan untuk memperkuat kehadiran permanen, konsolidasi kontrol politik asing dan klaim kedaulatan yang melanggar hukum – menginjak-injak prinsip dasar kemanusiaan dan hukum hak asasi manusia,” jelasnya.
Kecaman keras datang ketika pemerintah Israel baru-baru ini menyetujui rencana untuk membangun lebih dari 1.700 unit rumah baru di pemukiman ilegal Givat Hamatos dan Pisgat Zeev.
Tak hanya itu, Israel juga berencana membangun 9.000 unit baru di Atarot, sekitar 3.400 lebih di daerah E1 di timur Yerusalem, dan sekitar 3.000 di sejumlah pemukiman ilegal di Tepi Barat yang diduduki.
Selain itu, dalam laporannya bahwa pemerintah Israel berencana untuk secara surut melegalkan beberapa pemukiman ilegal. Para ahli PBB mencatat hampir 700.000 pemukim Israel baik di Yerusalem Timur dan Tepi Barat merupakan pemukiman ilegal.
“Pemukiman Israel adalah mesin pendudukan. Mereka bertanggung jawab atas berbagai pelanggaran hak asasi manusia terhadap Palestina, termasuk perampasan tanah, pengasingan sumber daya, pembatasan ketat pada kebebasan bergerak, meningkatnya kekerasan pemukim, dan diskriminasi ras dan etnis, ”kata para ahli PBB.
Yang paling serius, tujuan implantasi pemukim adalah memutuskan hubungan antara penduduk asli dan wilayahnya serta penolakan hak untuk menentukan nasib sendiri, yang merupakan inti dari hukum hak asasi manusia modern.
Para ahli menyambut kritik terhadap rencana Israel akan didukung sejumlah aktor terkemuka di komunitas internasional dalam beberapa pekan terakhir, termasuk oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa.
“Namun, kritik tanpa konsekuensi tidak berarti apa-apa dalam situasi seperti ini. Israel telah membayar biaya yang sangat kecil selama lima dekade terakhir untuk membangun 300 pemukiman dan menentang hukum internasional,” pungkasnya.[]