merdeka

Erdogan: Tidak Ada Perdamaian Tanpa Negara Palestina Merdeka

GAZA MEDIA, ISTANBUL – Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan, cara untuk membangun stabilitas dan perdamaian abadi adalah dengan mendirikan negara Palestina yang merdeka dan berdaulat di perbatasan wilayah tahun 1967, dengan al-Quds sebagai ibu kotanya.

Hal ini ditegaskan Erdogan dalam pidato yang dia sampaikannya pada hari Jumat (10/12/2021) dalam sesi pembukaan Konferensi ke-16 Asosiasi Parlemen Negara-negara Anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI) di Istanbul, Turki.

Erdogan menyatakan bahwa “Al-Quds bukan hanya isu persoalan sekelompok Muslim pemberani saja, tetapi merupakan isu persoalan seluruh dunia Islam.”

Dia menegaskan bahwa “membuat Palestina membayar harga atas genosida terhadap orang-orang Yahudi di Eropa selama Perang Dunia Kedua adalah ketidakadilan, kedzaliman dan tidak bermoral.”

Presiden Turki menegaskan bahwa negaranya dengan tegas melanjutkan sikapnya yang teguh pada status “al-Quds Timur” dan kesucian Masjid al-Aqsha.

Dia melanjutkan, “Sebagai cucu dari nenek moyang yang memerintah al-Quds selama 400 tahun, kami tidak ingin melihat darah, air mata, kedzaliman dan ketidakadilan terjadi di Palestina.”

Dia mengatakan, “Al-Quds adalah kota yang diberkati dan amanah dari Nabi Muhammad saw, pada umatnya.”

Dia menyatakan bahwa isu persoalan Palestina adalah “salah satu batu bata bangunan yang menyatukan umat Islam dan berkontribusi pada pembentukan Organisasi Kerjasama Islam.”

Presiden Turki menilai bahwa “membela al-Quds adalah membela kemanusiaan, melindunginya adalah melindungi hak, hukum, perdamaian, keadilan, dan peradaban.”

Dia menambahkan, “Persoalan Palestina, yang juga merupakan tujuan keberadaan PLO, masih menjadi agenda utama kerja kita.”[]

‘Israel’ Ancam Sita Ratusan Rumah di Jaffa

GAZA MEDIA, JAFFA – Kementerian Wakaf Palestina mengungkapkan, Selasa (16/11), kegiatan pemukiman oleh pemerintah Israel di dalam wilayah Palestina terus meningkat dalam upaya untuk menggusur dan merebut tanah serta rumah rakyat Palestina dengan tujuan memaksakan perubahan demografis.

Ahmed Abu Ajwa, anggota Komite Wakaf Islam di Jaffa, mengatakan, Kota Jaffa menderita seperti halnya penduduk kota-kota pesisir Haifa, Acre, Lydda dan Ramleh, dan seluruh wilayah Palestina menderita karena masalah tanah dan perumahan, dan itu merupakan perpanjangan dari bencana Palestina pada tahun 1948.

Abu Ajwa menambahkan, kasus ini menyangkut ratusan keluarga yang terancam penggusuran, termasuk adanya krisis perumahan, seperti upah yang tinggi dan masalah pembongkaran ratusan rumah.

Dia menjelaskan, isu pembongkaran rumah adalah murni isu politik, dan tidak terkait dengan aspek organisasi, konstruksi atau perencanaan. []