Friday, May 3, 2024
HomeBeritaIndonesiaMencari Presiden Indonesia yang tidak dua kaki dengan Israel

Mencari Presiden Indonesia yang tidak dua kaki dengan Israel

Lebih dari 200 juta pemilih Indonesia pada hari ini, 14 Februari 2024, menyambut pesta demokrasi yang bersejarah.

Pemilu Presiden dan Pemilu Legislatif 2024, dengan 204,8 juta pemilih terdaftar, menandai 12% peningkatan dari jumlah pemilih pada 2019.

Dari jumlah itu, sebanyak 52% di antaranya berusia di bawah 40 tahun yakni 107 juta milenial dan Gen Z yang memenuhi syarat untuk memberikan suara mereka.

Potret tiga capres Indonesia. (Foto: Ajeng Dinar Ulfiana/Reuters)
Potret tiga capres Indonesia. (Foto: Ajeng Dinar Ulfiana/Reuters)

Masyarakat akan memilih presiden-wakil presiden, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Provinsi maupun Kabupaten/Kota) se-Indonesia untuk periode 2024-2029.

Kandidat presiden yang bersaing adalah mantan Gubernur Jakarta Anies Baswedan, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, dan mantan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.

Sesudah waktu pencoblosan berakhir, para petugas akan mulai menghitung suara – secara terbuka, dengan dijaga oleh petugas keamanan. Ini dilakukan untuk memastikan transparansi, mencegah kecurangan dan menjaga keamanan penghitungan suara.

Tak lama setelah itu, Indonesia akan menyambut calon pemimpin baru untuk menahkodai bangsa besar ini.

Pemilu kali ini berlangsung bertepatan dengan genosida Gaza yang terus dilakukan kolonialis Israel. Lebih dari 28.000 warga Palestina telah meregang nyawa.

Invasi penjajah juga telah menyebabkan 85% penduduk wilayah tersebut mengungsi di tengah kekurangan makanan, air bersih dan obat-obatan.

Situasi ini diperburuk dengan serangan udara kolonial ke Rafah, yang merupakan rumah bagi 1,4 juta pengungsi Gaza yang terkepung.

Pemilu ini harus benar-benar melahirkan presiden yang bertintegritas dan berdiri membela Palestina tanpa kenal musiman. Banyak bersuara hanya ketika ada momentum, tapi tidak terlibat sebagai garda terdepan pembebasan.

Kasus Afrika Selatan yang berani menyeret Israel ke meja pengadilan internasional, seharusnya menampar dan menjadi cerminan bagi kita. Afrika Selatan telah menjadi kemenangan moral perjuangan Palestina atas keberaniannya melawan arogansi rezim internasional yang selama ini membela penjajah.

Indonesia tidak boleh lagi memilih pemimpin yang bermain dua kaki dengan Israel. Di depan mengecam, di belakang terus melakukan transaksi.

IndonesiaLeaks pada 2020 lalu menemukan sejumlah informasi yang membuktikan Pegasus, alat mata-mata dari Israel, sudah digunakan pemerintah Indonesia sejak 2018 untuk kepentingan politik, terutama saat proses penyelenggaraan Pemilu 2019.

Konsorsium IndonesiaLeaks terdiri dari Majalah Tempo, Koran Tempo, Tempo.co, Jaring.id, Suara.com, Independen.id, dan Bisnis Indonesia bersama Organized Crime and Corruption Reporting Project, dan Forbidden Stories.

Sasmito Madrim, ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, yang merupakan bagian dari konsorsium itu, mengatakan Pegasus merupakan alat pengintaian sekaligus penyadapan berteknologi canggih berbentuk perangkat lunak yang dibuat oleh NSO Group sebuah firma teknologi asal Israel.

Meskin dibantah Polri, IndonesiaLeaks menjelaskan Polri pernah mendatangkan alat pengembangan zero-click intrusion system pada tahun anggaran 2018. Zero-click merupakan metode alat sadap yang mampu menyusup ke perangkat digital tanpa ada sentuhan apa pun dari pengguna.

Pada 2020, pemerintah Indonesia juga tercatat melakukan impor senjata dari Israel senilai US$1,32 juta atau sekitar Rp20 miliar. Secara volume, impor senjata dari Israel mencapai 2.674 kilogram (kg) atau 2,67 ton.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), impor senjata dari Israel meliputi tiga kode Harmonized System (HS).

Pertama, kode HS 93011000. Kode ini meliputi senjata artileri, seperti senapan, mortir, dan meriam howitzer yang merupakan dominasi dari impor yang sebesar US$1,28 juta.

Kedua, kode HS 93051000 atau suku cadang dan aksesori revolver serta pistol. Nilainya tercatat sebesar US$3.756.

Ketiga, kode HS 93059999 yang merupakan suku cadang dan aksesori revolver serta pistol heading 9302 dari kulit/tekstil lainnya. Nilainya mencapai US$41.091.

Indonesia harus kembali mendengar sikap Jakarta terhadap Tel Aviv yang telah digaungkan Menteri Luar Negeri Sunario Sastrowardoyo.

Menlu asal Partai Nasional Indonesia (PNI) yang menjadi Kepala Delegasi Indonesia dalam Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung pada 1955 itu, mengungkapkan Indonesia tidak akan pernah mengakui dan bekerjasama dengan Israel selama penjajahan masih terus berlangsung di Tanah Palestina.

Menurut peraih Meester in de Rechten dari Universitas Leiden ini, Israel secara nyata melakukan ekspansi wilayah yang lebih Iuas lagi yakni ke Tepi Barat, Gaza, Sinai, hingga dataran tinggi Golan.

Sunario juga menegaskan masalah Yerusalem yang dijajah Israel adalah hal penting bagi umat Islam di Indonesia dan di seluruh dunia.

Para pemimpin Indonesia juga perlu belajar dari konsistensi Mohammad Hatta dalam isu Palestina.

Meski dilobi berkali-kali untuk mengakui dan menjalin hubungan dengan Israel, bapak proklamator Indonesia itu tak bergeser sedikit pun dari tapal batas komitmen anti penjajahannya.

Walaupun Presiden penjajah Chaim Weizmann dan Perdana Menteri penjajah David Ben-Gurion mengirimkan telegram kepada Jakarta pada 1950 atas kemerdekaan Indonesia, Hatta tidak banyak bicara. Ia hanya mengucapkan terimakasih tanpa memberikan pengakuan balik atas kedaulatan Israel.

Sikap Hatta semakin jelas pada perhelatan Asian Games 1962 di Jakarta. Meski tidak setuju karena pesta olahraga itu menelan biaya besar, Hatta mengatakan alasan utama lainnya adalah adanya hasrat penjajah Israel untuk ikut serta.

Bagi Hatta, partisipasi Israel sama saja bentuk pengakuan kedaulatan Indonesia terhadap negara haram tersebut.

Indonesia harus memiliki presiden yang maqom-nya setara Soekarno, Hatta, Sunario, Natsir, Haji Agus Salim dalam isu Palestina. Yang berdiri lantang tanpa harus tunduk pada kekuatan-kekuatan besar. Mencantumkan prinsip anti imperialisme, anti kolonialisme, dalam regulasi yang mereka buat, karena di situlah landasan Indonesia berdiri.

Semoga pemilu 2024 ini melahirkan harapan lahirnya pemimpin yang benar-benar peduli terhadap Palestina dan tidak berwajah ganda ketika berhadapan dengan kolonialisme Israel.

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Pengajar HI Universitas Al Azhar Indonesia, Mahasiswa PhD Hubungan Antarbangsa Universitas Sains Malaysia.
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular