Friday, May 3, 2024
HomeAnalisis dan OpiniMengapa Hamas Kian Populer di Mata Bangsa Palestina?

Mengapa Hamas Kian Populer di Mata Bangsa Palestina?

Anggota Brigade al-Qassam, sayap militer Hamas, yang bertopeng, berbaris saat unjuk rasa di Kota Gaza pada 20 Juli 2022. (Foto: AFP)
Anggota Brigade al-Qassam, sayap militer Hamas, yang bertopeng, berbaris saat unjuk rasa di Kota Gaza pada 20 Juli 2022. (Foto: AFP)


Satu bulan pasca Operasi Badai Taufan Al Aqsha, lembaga penelitian Arab World for Research and Development menggelar survei untuk mencari tahu seberapa besar dukungan bangsa Palestina terhadap serangan yang dikomandani Hamas terhadap penjajah Zionis.

Survei tersebut dipublikasikan oleh lembaga riset yang berbasis di Palestina tersebut pada 14 November 2023. Hasilnya sangat menarik yakni sebanyak 75% responden setuju dengan serangan Hamas dan 74,7% setuju bahwa mereka mendukung berdirinya negara tunggal Palestina.

Ketika warga Palestina dihadapkan dengan pertanyaan “Seberapa besar Anda mendukung operasi militer yang dilakukan perlawanan Palestina yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober?”
Tanggapan warga Palestina menunjukkan dukungan yang kuat atas serangan tersebut.

Warga Palestina yang tinggal di Tepi Barat, misalnya, sebagian besar mereka mendukung serangan tersebut dengan presentase 83,1%. Sebaliknya, hanya 6,9% yang menjawab bahwa mereka “sangat” atau “agak” menentang serangan tersebut. Selain itu, sebanyak 8,4% tidak menyatakan pendapatnya.

Sementara itu, sebanyak 63,6% warga di Jalur Gaza menyatakan mereka sangat mendukung serangan Hamas. Sedangkan, 14,4% lainnya menjawab bahwa mereka tidak menentang atau mendukung serangan tersebut.

Selanjutnya, sebanyak 20,9% warga Palestina yang tinggal di Gaza menentang serangan tersebut sampai tingkat tertentu. Hasilnya secara keseluruhan sebanyak 75% responden setuju dengan serangan 7 Oktober tersebut.

Ketika diajukan pertanyaan, menurut mereka apa alasan utama dilancarkannya operasi perlawanan Palestina pada tanggal 7 Oktober? Sebanyak 31,7% responden yang tinggal di Tepi Barat dan 24,9% responden yang tinggal di Gaza mengklaim alasan serangan itu adalah untuk “membebaskan Palestina.”

Sebanyak 23,3% responden yang tinggal di Tepi Barat dan 17,7% responden yang tinggal di Gaza menyatakan bahwa alasan serangan tersebut adalah “menghancurkan pengepungan di Jalur Gaza.” Sementara, sebanyak 35% dari total responden mengatakan serangan itu adalah untuk “menghentikan pelanggaran HAM terhadap Masjidil Aqsa”.

Sementara itu, saat ditanya “Apakah Anda mendukung solusi pembentukan satu atau dua negara?” mayoritas (74,7%) responden menjawab bahwa mereka mendukung negara tunggal Palestina.

Meskipun perang berlangsung antara Israel dan Hamas, hanya 18,6% responden yang memiliki pandangan seperti itu. Sebaliknya, mayoritas (63,6%) merasa ini adalah perang antara “Israel dan Palestina secara umum” dan 9,4% lainnya menyatakan bahwa mereka melihat ini sebagai perang antara “dunia Barat dan dunia Arab.”

Survei juga menunjukkan betapa Brigade Al Qassam mendapatkan pandangan yang positif dari rakyat Palestina sebesar 88,6%, sedangkan otoritas Palestina yang dipimpin Mahmoud Abbas hanya mendapatkan pandangan positif sebesar 10,3%. Sedangkan Arab Saudi hanya mendapatkan 2,9%, Uni Emirat Arab yang melakukan normalisasi dengan penjajah Israel mendapatkan 2,5%.

Selain itu, survei Pusat Penelitian Kebijakan dan Survei Palestina (PSR) di Tepi Barat dan Jalur Gaza antara tanggal 22 November hingga 2 Desember 2023 juga menunjukkan bahwa sebanyak 90% warga menolak Mahmoud Abbas dan meminta dirinya mundur teratur.

Jajak pendapat terbaru ini dilakukan Pusat Penelitian Kebijakan dan Survei Palestina (PSR) di Tepi Barat dan Jalur Gaza antara tanggal 22 November dan 2 Desember 2023. Temuan ini juga mengonfirmasi tantangan yang akan dihadapi Biden pasca-perang di Gaza.

Washington sebelumnya telah menyerukan Otoritas Palestina yang dipimpin oleh Abbas, untuk mengambil kendali atas Gaza dan menjalankan kedua wilayah tersebut sebagai cikal bakal negara. Para pejabat AS mengatakan Otoritas Palestina harus direvitalisasi.

Otoritas Palestina yang didukung Barat dan Israel belum mengadakan Pemilu sejak tahun 2006. Mereka khawatir Hamas yang medapatkan dukungan warga Palestina akan menumbangkan kekuatan Abbas.

Meskipun terjadi kehancuran di Gaza akibat agresi penjajah Israel, sebanyak 57% responden di Gaza dan 82% di Tepi Barat percaya bahwa Hamas benar dalam melancarkan serangan pada bulan Oktober, menurut jajak pendapat tersebut.

Mayoritas bangsa Palestina percaya pada klaim Hamas yang mengatakan bahwa mereka bertindak untuk mempertahankan Masjidil Aqsha di Yerusalem (Baitul Maqdis) dari ekstremis Yahudi dan bertujuan untuk membebaskan tahanan Palestina.

Pada April 2021, Abbas membatalkan pemilu dengan alasan penjajah Israel tidak akan membiarkan warga Palestina di Yerusalem Timur memilih pemimpin baru Palestina. Namun banyak yang berpendapat bahwa motif sebenarnya adalah ketakutannya bahwa partai Fatah yang telah terpecah belah akan mengalami kekalahan memalukan lagi dari Hamas

Aspirasi bangsa Palestina

Ada beberapa analisa yang dapat diketengahkan melihat survei ini. Pertama, survei ini menunjukkan semakin populernya gerakan Hamas di Palestina yang mendapatkan dukungan dari bangsa Palestina. Sebab banyak 75% responden Palestina ternyata menyetujui serangan 7 Oktober tersebut yang telah meluluhlantahkan kekuatan penjajahan Israel.

Padahal banyak opini berkembang di luar Palestina yang menyudutkan Hamas, menolak aksi Hamas dan bahkan mendorong warga Palestina untuk hijrah ke negeri lain dan tunduk pada kekuasaan Zionis. Faktanya opini-opini tersebut tidak tervalidasi di internal warga Palestina.
Kedua, hasil survei ini menunjukan bahwa Operasi Taufan Al Aqsha bertujuan untuk membebaskan Palestina, bukan hanya Gaza.

Seperti namanya “Al Aqsha” yang menegaskan bahwa Hamas memang berada di jalur Gaza tapi mata mereka tertuju ke Masjid Al Aqsha yang terus dinodai oleh penjajah Zionis. Ini juga terkonfirmasi dari besarnya dukungan masyarakat Palestina yang melihat gerakan perlawanan Hamas bertujuan untun memerdekakan Palestina.

Ketiga, survei ini juga bisa menjadi kesimpulan bahwa popularitas Hamas saat ini sudah melampaui kepemimpinan Mahmoud Abbas yang banyak mendapat kritik karena hanya menjadi penonton dari bombardir yang dilakukan Israel terhadap bangsa Palestina. Abbas dinilai lebih suka duduk di atas meja melakukan negosiasi-negosiasi dengan Israel yang hasilnya lebih banyak membuat tanah Palestina terus dicaplok oleh kekuatan penjajah.

Meredupnya Abbas

Popularitas Otoritas Palestina di Tepi Barat memang telah mengalami penurunan tajam di tanah Palestina. Abbas dinilai tidak banyak melakukan tindakan merespons kebiadaban yang dilakukan Zionis terhadap Masjidil Aqsha, Tepi Barat, dan jalur Gaza. Kepercayaan publik kepada Abbas pun telah menurun tajam.

Sebaliknya, Hamas dan Jihad Islam dianggap masyarakat sebagai representasi perlawanan bangsa Palestina yang melawan kepongahan Zionis. Juli 2023 lalu, survei yang dilakukan Institute for National Security Studies di Universitas Tel Aviv Israel, telah mendesak pemerintah Israel untuk memperkuat Otoritas Palestina dan meningkatkan perekonomiannya karena semakin redupnya populariats Abbas dan pengaruhnya bagi bangsa Palestina (Balousha, 2023).

Hal itu digambarkan oleh think tank Israel tersebut sebagai upaya untuk memperkuat kepentingan Israel di Palestina untuk menghadapi Hamas atau faksi perlawanan lainnya. “Tampaknya PA – di bawah kepemimpinan Abu Mazen (Mahmoud Abbas) – berada dalam situasi paling parah sejak intifada kedua dan berada di jalur penurunan yang mungkin berakhir dengan keruntuhannya,” kata studi tersebut.

Sementara itu, jajak pendapat terpisah yang dilakukan pada Juni 2023 oleh the Palestinian Center for Policy and Survey Research menunjukkan 63 persen warga Palestina percaya bahwa Otoritas Palestina merupakan beban bagi mereka, sementara 80 persen tidak puas dengan kinerja Abbas.

Selain itu, sebanyak 50 persen warga Palestina berpendapat pembubaran Otoritas Palestina akan menjadi yang terbaik bagi masyarakat Palestina, sementara 63 persen berpendapat kelangsungan Otoritas Palestina adalah untk melayani kepentingan Israel.

Gambaran ini sebenarnya adalah tamparan bagi Mahmoud Abbas yang dinilai gagal memberikan perlindungan kepada bangsa Palestina, yang lebih banyak menyatakan kutukannya ketimbang benar-benar terjun menghalau penjajahan Israel.

Operasi Taufan Al Aqsha, sekali lagi, telah menjadi momentum Hamas untuk menjadi pemimpin sebenarnya di mata masyarakat Palestina.

Seperti dikatakan pemimpin Hamas Khalid Misyal: “Bahwa penjajah ini dapat dikalahkan, dan bahwa jalan menuju hal itu adalah jihad dan perlawanan, bukan memohon, mengemis, negosiasi, atau bersikap lemah.”

Hamas berikan perlawanan

Salah satu kritik yang banyak ditujukan kepada Fatah dan Otoritas Palestina mereka lebih memilih jalan negosiasi dan menjauhi perlawanan. Kondisi itu membuat Israel dengan leluasa menangkap para warga Palestina di Tepi Barat. Tidak ada perlawanan berarti yang diberikan oleh Otoritas Palestina. Mereka hanya melihat banyak warga Palestina tewas oleh serangan Israel tanpa menempuh langkah perjuangan seperti faksi-faksi militer di Palestina.

Banyak warga Palestina sudah jengah dengan teror dan kekerasan yang dilakukan penjajah namun hanya ditempuh dengan jalan negosiasi oleh Otoritas Palestina. Sebaliknya banyak warga Palestina yang ditahan di Tepi Barat oleh Israel justu dibebaskan Hamas lewat gencatan senjata. Padahal Hamas bukanlah penguasa di Tepi Barat.


Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Pengajar HI Universitas Al Azhar Indonesia, Mahasiswa PhD Hubungan Antarbangsa Universitas Sains Malaysia.
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular