Saturday, November 22, 2025
HomeBerita32.000 warga Tepi Barat diusir, HRW desak pertanggungjawaban Israel

32.000 warga Tepi Barat diusir, HRW desak pertanggungjawaban Israel

Israel melakukan pengusiran puluhan ribu warga Palestina dari tiga kamp pengungsi di Tepi Barat pada awal 2025—tindakan yang setara dengan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Hal itu disampaikan Human Rights Watch (HRW) pada Kamis, sembari menyerukan langkah internasional mendesak untuk meminta pertanggungjawaban pejabat Israel dan mencegah pelanggaran lanjutan, demikian laporan Reuters.

Menurut HRW, sekitar 32.000 penghuni kamp Jenin, Tulkarm, dan Nur Shams dipaksa meninggalkan tempat tinggal mereka oleh pasukan Israel selama “Operasi Tembok Besi” pada Januari dan Februari lalu. Para pengungsi dilarang kembali, sementara ratusan rumah dihancurkan, demikian temuan laporan setebal 105 halaman berjudul “All My Dreams Have Been Erased”.

“Sepuluh bulan setelah pengusiran, tidak satu pun keluarga dapat kembali ke rumah mereka,” kata Melina Ansari, peneliti HRW yang terlibat dalam penyusunan laporan, kepada Reuters.

Militer Israel dalam pernyataan kepada Reuters mengatakan bahwa penghancuran infrastruktur sipil diperlukan agar tidak dapat digunakan kelompok bersenjata. Namun, mereka tidak menyebut kapan warga dapat kembali.

Konvensi Jenewa melarang pemindahan penduduk sipil dari wilayah pendudukan, kecuali sementara dalam kondisi darurat militer yang sangat mendesak atau demi keselamatan mereka. HRW mengatakan pejabat senior Israel yang bertanggung jawab harus diadili atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Militer Israel tidak menanggapi pertanyaan mengenai seruan HRW untuk menjatuhkan sanksi atau apakah para pejabat senior seharusnya diproses atas dugaan kejahatan tersebut.

Laporan HRW menggambarkan bagaimana tentara menyerbu rumah warga, mengacak-acak isi rumah, dan memerintahkan keluarga untuk pergi melalui pengeras suara yang dipasang pada drone. Warga melaporkan bahwa buldoser meratakan bangunan saat mereka melarikan diri, sementara pasukan Israel tidak menyediakan tempat berlindung atau bantuan apa pun. Banyak keluarga terpaksa menumpang rumah kerabat atau berlindung di masjid, sekolah, dan lembaga amal.

Hisham Abu Tabeekh, warga kamp Jenin yang diusir, mengatakan bahwa keluarganya tidak sempat membawa apa pun.

“Kami tidak punya makanan, tidak ada minuman, tak ada obat-obatan, tak punya biaya… kami menjalani kehidupan yang sangat sulit,” ujarnya.

HRW mengatakan telah mewawancarai 31 warga dari tiga kamp tersebut serta menganalisis citra satelit, surat perintah pembongkaran, dan video yang telah diverifikasi. Organisasi itu menemukan lebih dari 850 bangunan hancur atau rusak berat, sementara penilaian PBB menyebut jumlahnya mencapai 1.460 bangunan. Kamp-kamp tersebut, yang didirikan pada 1950-an untuk pengungsi Palestina pasca pendirian Israel pada 1948, telah menampung beberapa generasi.

HRW menyatakan bahwa pejabat Israel membalas laporan tersebut dengan menyebut operasi itu menargetkan “unsur teroris”, tetapi tidak memberikan penjelasan mengenai pengusiran massal ataupun larangan kembali yang diberlakukan.

HRW menilai pengusiran ini—yang berlangsung ketika perhatian dunia banyak tertuju pada Gaza—merupakan bagian dari kejahatan terhadap kemanusiaan berupa apartheid dan penganiayaan.

Sejak serangan yang dipimpin Hamas di Israel selatan pada 7 Oktober 2023, pasukan Israel telah menewaskan hampir 1.000 warga Palestina di Tepi Barat, meningkatkan penahanan tanpa pengadilan, menghancurkan rumah, mempercepat pembangunan permukiman, serta memicu lonjakan kekerasan dan penyiksaan oleh pemukim, demikian laporan itu.

Kekerasan pemukim meningkat pada Oktober, ketika pemukim Israel melakukan sedikitnya 264 serangan terhadap warga Palestina—angka bulanan tertinggi sejak PBB mulai mencatat insiden tersebut pada 2006.

Israel mengklaim keterikatan historis dan religius dengan Tepi Barat, wilayah yang direbut pada perang 1967, dan menyatakan pembangunan permukiman diperlukan untuk keamanan dan kedalaman strategis.

Mayoritas komunitas internasional menganggap seluruh permukiman Israel ilegal berdasarkan hukum internasional. Israel menolaknya dan menyebut Tepi Barat sebagai wilayah “dipersengketakan”, bukan “diduduki”.

HRW mendesak pemerintah dunia menjatuhkan sanksi terarah terhadap pejabat dan komandan Israel, menangguhkan penjualan senjata dan fasilitas dagang, melarang produk permukiman, serta menegakkan surat perintah pengadilan pidana internasional.

Organisasi tersebut menyebut pengusiran ini sebagai bentuk ethnic cleansing—istilah nonhukum yang umum digunakan untuk menggambarkan pemindahan paksa suatu kelompok etnis atau agama dari wilayah tertentu oleh kelompok lain.

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Kandidat PhD bidang Hubungan Internasional Universitas Sains Malaysia. Peneliti Asia Middle East Center for Research and Dialogue
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Terpopuler