Sedikitnya 41 warga Palestina gugur sejak Jumat dini hari akibat serangan udara Israel yang terus menggempur berbagai wilayah di Jalur Gaza.
Di antara korban, 10 di antaranya adalah warga sipil yang sedang menunggu bantuan kemanusiaan.
Menurut keterangan medis dari Rumah Sakit Al-Shifa, 3 warga, termasuk seorang anak, tewas dalam serangan yang menyasar sebuah rumah dan sekolah yang menampung para pengungsi.
Sementara itu, Rumah Sakit Al-Awda melaporkan menerima 2 jenazah dan empat korban luka dari lokasi pengeboman di sekitar titik distribusi bantuan di Jalan Salahuddin, selatan Wadi Gaza, wilayah tengah jalur tersebut.
Di Kota Gaza, sejumlah warga dilaporkan gugur dan lainnya luka-luka setelah Israel menggempur sekolah pengungsi di lingkungan Sheikh Radwan.
Serangan udara dari drone juga menghantam tenda-tenda pengungsi di barat laut Khan Younis, menyebabkan lebih banyak korban dari kalangan sipil.
Serangan hari ini terjadi hanya sehari setelah 41 warga Palestina juga dinyatakan gugur pada Kamis, sebagian besar di Gaza utara dan pusat kota.
Di saat yang sama, Israel menggencarkan penghancuran bangunan perumahan di Khan Younis, wilayah selatan Gaza.
Krisis kemanusiaan di Gaza kian memburuk. Kantor media pemerintah di Gaza pada Jumat menyebutkan jumlah anak-anak yang meninggal dunia akibat malnutrisi telah mencapai 69 jiwa.
Secara keseluruhan, 620 warga meninggal akibat kekurangan makanan dan obat-obatan.
Direktur Rumah Sakit Al-Shifa mengungkapkan bahwa fasilitas kesehatan kini menangani ratusan pasien dengan gejala kelaparan dan malnutrisi akut.
“Kami kehabisan tempat tidur dan obat-obatan. Sekitar 17.000 anak menderita kekurangan gizi parah di seluruh Gaza,” ujarnya kepada Al Jazeera.
Jaringan LSM Palestina menyatakan bahwa Gaza sedang melalui fase paling parah dari bencana kemanusiaan.
Mereka menyebut kebijakan sistematis Israel dalam menahan bantuan sebagai “politik kelaparan” yang mengarah pada kehancuran populasi sipil.
Organisasi tersebut juga memperingatkan risiko kematian massal, terutama di kalangan anak-anak dan lansia, dan menyerukan pengiriman bantuan segera ke Gaza.
Saat ini, tepung pun sudah tak tersedia di wilayah yang terus-menerus diblokade tersebut.
Kementerian Kesehatan Gaza menambahkan, unit-unit gawat darurat dibanjiri pasien yang datang dalam kondisi lemas ekstrem akibat kelaparan.
“Ratusan warga berada di ambang kematian akibat tubuh mereka yang tak lagi sanggup bertahan,” kata juru bicara kementerian.
Sejak Mei lalu, pengelolaan distribusi bantuan di Gaza diambil alih oleh apa yang disebut “Lembaga Kemanusiaan Gaza” yang didukung oleh AS dan Israel.
Namun sejak saat itu, lebih dari 800 warga Palestina tewas dan ribuan lainnya luka-luka, terutama di sekitar pusat distribusi bantuan.
Banyak dari mereka menjadi sasaran tembakan langsung dari tentara Israel dan kontraktor keamanan swasta yang bertugas di lokasi.
Kritik internasional terhadap mekanisme distribusi ini pun menguat. Laporan-laporan PBB dan organisasi kemanusiaan menyebut lokasi distribusi telah berubah menjadi “perangkap maut” bagi warga Gaza yang kelaparan.
Sejak dimulainya serangan pada 7 Oktober 2023, lebih dari 195.000 warga Palestina gugur atau terluka, sebagian besar dari mereka adalah perempuan dan anak-anak. Lebih dari 10.000 orang masih hilang dan ratusan ribu lainnya terpaksa mengungsi.
Di bawah blokade total, Jalur Gaza kini berada di ambang bencana kelaparan dan kehancuran total.