Konvoi darat “Shumud” (Keteguhan), yang merupakan bagian dari gerakan solidaritas rakyat untuk menembus blokade Gaza, dilaporkan mengalami pengepungan ketat oleh otoritas Libya Timur sejak Jum’at (14/6).
Para penyelenggara menyatakan bahwa konvoi tidak diizinkan melanjutkan perjalanan ke utara menuju kota Sirte, dan kini terhenti akibat blokade sistematis.
Dalam pernyataan resminya, panitia konvoi menyebut bahwa otoritas setempat melarang distribusi makanan, air, dan obat-obatan kepada sekitar 1.500 peserta, serta memutus jaringan komunikasi dan internet di sekitar area konvoi.
Tak hanya itu, sejumlah peserta dikabarkan ditahan oleh aparat keamanan dengan alasan memiliki rekaman video yang dianggap menghina pihak berwenang Libya Timur.
Hingga kini, belum ada klarifikasi resmi dari pihak otoritas terkait tuduhan tersebut.
Pihak penyelenggara menyerukan penghentian tindakan yang mereka sebut sebagai represif dan tidak mencerminkan semangat persaudaraan sesama bangsa Maghrib dan Arab.
Mereka juga mendesak diakhirinya apa yang mereka gambarkan sebagai pengepungan kelaparan.
Mereka juga menegaskan bahwa misi mereka bersifat damai dan solidaritas kemanusiaan.
Pernyataan Pemerintah Libya timur
Sementara itu, respons juga datang dari pemerintah Libya yang ditunjuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Benghazi.
Pemerintahan Libya menegaskan bahwa pihaknya bersedia mengizinkan warga asing memasuki wilayahnya, asalkan memenuhi persyaratan hukum yang berlaku.
Dalam pernyataan resmi Kementerian Dalam Negeri yang dipimpin Osama Hamad, ditegaskan bahwa semua peserta konvoi dari Aljazair dan Tunisia akan diproses sesuai prosedur lintas batas dan hukum Libya, serta berdasarkan perjanjian bilateral yang masih berlaku.
Pemerintah juga menyebut pentingnya menunjukkan dokumen resmi seperti cap masuk perbatasan sebagai bukti legalitas keberadaan mereka di wilayah Libya.
Hal ini, menurut pemerintah, merupakan bagian dari upaya menjaga kedaulatan negara dan memastikan keamanan nasional.
Ironisnya, hanya 2 hari sebelumnya, pemerintah Libya Timur menyambut baik kedatangan Konvoi “Shumud”.
Bahkan, mereka menyerukan agar seluruh pihak menghormati peraturan Mesir yang mengatur akses ke wilayah perbatasan Gaza.
Sebagaimana disebut dalam pernyataan Kementerian Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional Libya.
Dalam perkembangan lain, Mesir kembali menegaskan bahwa kunjungan ke wilayah perbatasan Gaza hanya dapat dilakukan sesuai protokol keamanan yang ketat.
Pemerintah Kairo berdalih bahwa pembatasan tersebut diperlukan demi menjamin keselamatan para delegasi.
Namun, menurut penyelenggara konvoi, banyak peserta asing ditolak atau bahkan ditahan oleh pihak berwenang Mesir ketika hendak bergabung dalam rombongan internasional menuju Gaza.
Konvoi “Shumud” terdiri dari lebih dari 1.500 aktivis dari negara-negara Maghrib seperti Aljazair, Tunisia, dan Maroko.
Mereka mengusung misi solidaritas kemanusiaan untuk rakyat Gaza yang terjebak di bawah blokade berkepanjangan.
Menurut rencana semula, para peserta akan menyeberang ke Semenanjung Sinai dengan bus menuju kota Al-Arish, sekitar 350 kilometer sebelah timur Kairo.
Dari sana, mereka berniat melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki sejauh 50 kilometer menuju gerbang Rafah di perbatasan Mesir-Gaza.