Suku-suku Palestina di Hebron, Tepi Barat, pada Minggu (7/7) secara tegas menolak sebuah proposal yang mengusulkan pendirian “emirat suku” di kota tersebut dengan imbalan pengakuan terhadap Israel sebagai negara Yahudi.
Penolakan itu muncul setelah harian The Wall Street Journal melaporkan bahwa sejumlah tokoh suku di Hebron disebut telah mengirim surat kepada Menteri Ekonomi Israel, Nir Barkat.
Dalam laporan itu, para penandatangan surat diklaim menawarkan pengakuan terhadap Israel sebagai negara Yahudi, dengan imbalan pengakuan sebagai perwakilan resmi warga Arab di distrik Hebron.
Usulan itu juga mencantumkan kemungkinan bergabung dengan Abraham Accords, kesepakatan normalisasi yang disponsori Amerika Serikat antara Israel dan negara-negara Arab.
Namun demikian, para pemimpin suku Palestina di Hebron secara bulat menolak gagasan tersebut dan menegaskan kembali komitmen mereka terhadap nilai-nilai nasional Palestina.
“Rakyat Palestina adalah rakyat yang sadar, dan tidak masuk akal jika mereka mengkhianati perjuangan mereka,” tegas Nafez al-Jaabari, perwakilan suku-suku Hebron, dalam konferensi pers yang digelar Minggu.
Ia juga menegaskan bahwa sukunya, al-Jaabari, menolak sepenuhnya proposal tersebut, yang menurutnya diajukan oleh seseorang yang tidak dikenal oleh keluarga besar suku dan bukan warga Hebron.
“Kami, sebagai suku al-Jaabari, menyatakan penolakan dan kecaman penuh atas tindakan yang dilakukan oleh salah satu individu keluarga, yang tak dikenal oleh suku dan bukan penduduk Hebron,” ujar Nafez, merujuk pada Wadee’ al-Jaabari yang disebut dalam laporan sebagai inisiator gagasan tersebut.
Ia menegaskan kembali komitmen sukunya terhadap nilai-nilai Islam dan nasional, hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri.
“Pendirian negara Palestina merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya, di seluruh tanah air kami,” tegasnya.
Pernyataan ini disampaikan di tengah eskalasi serangan yang terus dilakukan oleh militer Israel dan pemukim ilegal terhadap warga Palestina di Tepi Barat.
Sejak dimulainya agresi militer Israel terhadap Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023, Kementerian Kesehatan Palestina mencatat setidaknya 989 warga Palestina tewas dan lebih dari 7.000 lainnya luka-luka di wilayah Tepi Barat akibat kekerasan pasukan dan pemukim Israel.
Sebelumnya, Mahkamah Internasional (ICJ) dalam opini hukumnya pada Juli lalu menyatakan bahwa pendudukan Israel atas wilayah Palestina adalah ilegal dan menyerukan evakuasi seluruh permukiman Israel dari Tepi Barat dan Yerusalem Timur.