Serangan terkoordinasi yang dilancarkan kelompok perlawanan Palestina di Beit Hanoun, Jalur Gaza bagian utara, pada Senin malam (7/7) menewaskan sedikitnya 5 tentara Israel dan melukai sedikitnya 14 lainnya.
Serangan itu digambarkan media Israel sebagai salah satu peristiwa paling mematikan yang dialami pasukan Israel sejak awal agresi militer ke Gaza.
Menurut pernyataan militer Israel yang dirilis Selasa pagi, para pejuang perlawanan meledakkan alat peledak saat kendaraan lapis baja militer melintas di wilayah tersebut.
Tak lama kemudian, mereka meluncurkan rudal antitank ke arah robot militer yang membawa amunisi, ketika sedang dipersiapkan untuk beroperasi.
Tidak berhenti di situ, kelompok perlawanan juga menyerang tim penyelamat Israel yang segera datang ke lokasi kejadian.
Ledakan besar yang terdengar hingga ke kota Ashkelon membuat insiden ini segera mendapat sorotan luas di media Israel. Salah satu tentara yang terluka dilaporkan merupakan perwira tinggi.
Laporan awal menyebutkan bahwa beberapa tentara sempat dilaporkan hilang. Namun kemudian dipastikan bahwa jenazah mereka ditemukan dalam kondisi hangus terbakar.
Insiden ini disebut sebagai salah satu yang paling parah dialami pasukan Israel sejauh ini.
Pasukan yang menjadi sasaran serangan berasal dari unit teknik militer “Yahalom”, yang dikenal terlibat dalam misi peledakan rumah-rumah warga Palestina.
Menurut laporan koresponden Al Jazeera di Palestina, Najwan Samri, unit ini berperan besar dalam misi penghancuran sistematis infrastruktur sipil di Gaza.
Media Israel menggambarkan situasi di lokasi kejadian sebagai “kekacauan total”, dengan sejumlah kendaraan militer terbakar dan beberapa prajurit masih dinyatakan hilang.
Serangan tersebut diyakini dilakukan secara berlapis. Satu ranjau mengenai tank, ranjau kedua menyasar tim penyelamat, ranjau ketiga ditujukan kepada tim bantuan tambahan, dan ranjau keempat diiringi tembakan senjata ringan menyasar para korban yang sudah tergeletak sejak serangan pertama.
Unit yang menjadi sasaran dalam operasi ini berasal dari Batalion Netzah Yehuda, yang dikenal merekrut tentara dari komunitas Yahudi ultra-Ortodoks (Haredi).
Helikopter militer Israel segera dikerahkan ke lokasi untuk mengevakuasi korban. Beberapa rumah sakit pun mengatur lokasi pendaratan khusus untuk menerima korban luka.
Militer Israel menyatakan bahwa penyelidikan terhadap peristiwa ini telah dimulai oleh Komando Selatan.
Sementara Perdana Menteri Benjamin Netanyahu—yang saat itu berada di Gedung Putih dan masih menjadi buronan Mahkamah Pidana Internasional—telah menerima laporan langsung mengenai insiden tersebut.
Peningkatan serangan
Menanggapi operasi ini, Abu Ubaida, juru bicara sayap militer Hamas, Brigade Izzuddin al-Qassam, menyatakan bahwa jasad dan peti mati tentara Israel akan menjadi pemandangan yang terus berulang selama agresi terhadap Gaza belum dihentikan.
Ia juga menegaskan bahwa kelompoknya akan meruntuhkan wibawa militer Israel.
Serangan ini menjadi bagian dari tren peningkatan tajam dalam intensitas dan keberhasilan operasi perlawanan selama beberapa pekan terakhir.
Bulan Juni lalu disebut sebagai bulan paling mematikan bagi pasukan Israel sejak awal perang, dengan sedikitnya 20 tentara dan perwira tewas, menurut media Israel.
Sekitar 10 hari lalu, militer Israel mengakui tewasnya seorang perwira dan enam tentara dalam pertempuran di selatan Gaza.
Pada saat yang sama, laporan menyebutkan empat tentara tewas dan 17 lainnya terluka dalam penyergapan kompleks di Khan Younis.
Minggu lalu, kelompok perlawanan Palestina juga melancarkan tiga operasi dalam waktu hanya tiga jam terhadap pasukan Brigade 98 Israel di kawasan Shuja’iya, utara Gaza.
Satu tentara tewas dan delapan lainnya terluka, termasuk 3 dalam kondisi kritis, dari unit elite Egoz.