Serangan udara Israel kembali menewaskan sedikitnya 74 warga Palestina di Jalur Gaza sejak Kamis dini hari.
Termasuk 15 anak-anak dan perempuan yang menjadi korban dalam sebuah serangan terhadap pusat medis di Deir al-Balah, wilayah tengah Gaza.
Menurut laporan koresponden Al Jazeera, tragedi tersebut terjadi di depan pusat medis milik lembaga Project HOPE, ketika barisan panjang perempuan bersama anak-anak mereka tengah mengantre untuk mendapatkan obat-obatan dan suplemen gizi.
Tanpa peringatan, serangan udara Israel menghantam gerbang pusat medis, menyebabkan korban jiwa seketika dan kepanikan luar biasa.
Rekaman dari tempat kejadian memperlihatkan detik-detik mencekam sesaat setelah serangan.
Para ibu tampak berlari membawa anak-anak mereka sambil berteriak histeris, sementara jenazah para korban tergeletak di depan pusat kesehatan tersebut.
Dari laporan yang diterima, sejumlah korban adalah anak-anak berusia di bawah 10 tahun.
Sementara itu, rumah sakit Syuhada Al-Aqsha dilaporkan kewalahan menangani lonjakan korban luka yang terus berdatangan, hingga lorong-lorong ruang gawat darurat pun dipenuhi pasien.
Anak-anak jadi sasaran
Direktur Rumah Sakit Al-Shifa, Dr. Mohammad Abu Salmiya, menyatakan bahwa anak-anak kini menjadi sasaran utama serangan Israel.
Ia menambahkan, pemboman terhadap fasilitas medis di Deir al-Balah merupakan bagian dari rangkaian kejahatan terhadap anak-anak Gaza yang terus berlangsung.
Dalam laporan hariannya, Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza mencatat 82 korban jiwa dan 247 luka-luka yang tiba di rumah sakit dalam 24 jam terakhir.
Dengan demikian, jumlah korban jiwa sejak 7 Oktober 2023 kini telah mencapai 57.762 orang tewas dan 137.656 luka-luka.
Tragedi bantuan kemanusiaan
Kementerian juga mencatat peningkatan jumlah korban akibat penyerangan terhadap warga yang tengah mengantre bantuan kemanusiaan.
Dalam 24 jam terakhir saja, 9 warga tewas dan lebih dari 78 luka-luka saat berusaha mendapatkan bantuan.
Secara keseluruhan, sejak akhir Mei lalu, total korban jiwa dalam antrean bantuan telah mencapai 782 orang tewas dan lebih dari 5.179 luka-luka, kebanyakan dari mereka adalah warga sipil yang berjuang demi sesuap makanan.
Data ini selaras dengan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menyebut bahwa sekitar 780 orang tewas dan lebih dari 5.100 luka-luka di sekitar titik-titik distribusi bantuan pangan non-UN (tidak dikelola PBB).
WHO pun kembali menyerukan perlindungan terhadap warga sipil dan pembukaan akses bantuan makanan, bahan bakar, dan pasokan penting lainnya ke Gaza melalui seluruh jalur yang memungkinkan.
Sejak 27 Mei lalu, lembaga yang disebut “Lembaga Kemanusiaan Gaza” menjalankan proyek distribusi bantuan versi Israel-Amerika yang berada di luar jalur lembaga internasional.
Proyek ini menuai kritik tajam dari PBB dan berbagai organisasi kemanusiaan karena dianggap sebagai jebakan maut, alat militerisasi bantuan, serta sarana untuk memaksa pengungsian warga Gaza secara sistematis.
Skema baru pengungsian warga
Sementara itu, Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) mengecam rencana baru Israel yang disebut-sebut hendak memindahkan warga Gaza ke Kota Rafah, yang saat ini sudah hancur lebur akibat serangan Israel.
Menurut Tamara Al-Rifai, Direktur Hubungan Eksternal dan Media UNRWA, rencana Israel untuk membangun apa yang mereka sebut sebagai “kota kemanusiaan” di atas puing-puing Rafah adalah penghinaan terhadap prinsip kemanusiaan.
“Tidak ada satu pun aspek kemanusiaan dalam rencana ini. Ini bukan kota, dan bukan pula untuk kemanusiaan,” ujarnya.
Ia memperingatkan bahwa menjejalkan 600 ribu warga Palestina ke satu lokasi pada tahap pertama.
Kemudian seluruh populasi Gaza pada tahap berikutnya, akan mengubah wilayah tersebut menjadi penjara terbuka paling padat dan paling diawasi di dunia.
Sejak Oktober 2023, militer Israel terus melancarkan kampanye militer masif di Gaza yang secara luas dipandang sebagai perang genosida terhadap penduduk sipil.
Serangan ini telah mengakibatkan lebih dari 195.000 warga Palestina menjadi korban tewas atau luka-luka, dan hampir seluruh penduduk Gaza mengungsi.