Menteri Keamanan Nasional Israel yang dikenal ekstrem, Itamar Ben Gvir, pada Rabu malam (16/7/2025) secara terbuka menyerukan pembunuhan Presiden Suriah, Ahmad al-Sharaa.
Ini merupakan seruan kedua dari seorang pejabat tinggi Israel dalam waktu kurang dari 24 jam, yang memicu kekhawatiran akan eskalasi regional lebih lanjut.
Lewat pernyataan di platform X (sebelumnya Twitter), Ben Gvir menyebut bahwa gambar-gambar mengerikan dari Suriah membuktikan satu hal: siapa yang pernah menjadi jihadis, akan tetap menjadi jihadis, dan tak boleh diajak berunding.
Ia menyatakan bahwa satu-satunya solusi terhadap al-Sharaa adalah “likuidasi,” atau pembunuhan.
Lebih jauh, Ben Gvir berusaha menarik simpati komunitas Druze.
“Saya mencintai warga Druze di Israel, saya peluk mereka dengan hangat. Kita harus menghabisi kepala ular itu,” katanya.
Sehari sebelumnya, Menteri Urusan Diaspora Amichai Chikli juga menyerukan hal serupa.
Dalam sebuah pernyataan, ia menyebut al-Sharaa sebagai “teroris dan pembunuh kejam” yang pantas dibunuh.
Seruan-seruan ini datang di tengah intensifikasi serangan militer Israel terhadap wilayah selatan Suriah.
Pada hari yang sama, jet-jet tempur Israel dilaporkan melancarkan serangan udara terhadap sekitar 160 sasaran di wilayah Suweida dan Daraa, serta melancarkan serangan ke jantung ibu kota Damaskus. Serangan ini menewaskan tiga orang dan melukai puluhan lainnya.
Selama beberapa bulan terakhir, Israel terus menggempur wilayah Suriah dengan dalih menargetkan kelompok-kelompok yang didukung Iran.
Namun pengamat menilai tindakan ini juga mencerminkan campur tangan langsung dalam dinamika politik dan militer Suriah.
Konflik internal
Situasi di Suweida sendiri belakangan memanas setelah terjadi bentrokan berdarah antara kelompok bersenjata dari komunitas Druze dan kelompok Badui.
Puluhan orang dilaporkan tewas dalam bentrokan tersebut, mendorong pemerintah Suriah mengerahkan pasukan untuk menstabilkan situasi dan melindungi warga sipil.
Israel, menurut berbagai laporan, kerap menggunakan narasi perlindungan terhadap komunitas Druze.
Hal itu sebagai alasan untuk melakukan pelanggaran terhadap kedaulatan Suriah, termasuk seruan untuk menjadikan wilayah selatan negara itu sebagai zona bebas senjata.
Namun, sebagian besar pemimpin komunitas Druze di Suriah telah secara tegas menolak intervensi asing.
Dalam pernyataan bersama yang dirilis sebelumnya, mereka menegaskan komitmen pada Suriah yang bersatu dan menolak segala bentuk pemisahan atau disintegrasi wilayah.
Mereka juga menolak klaim bahwa perlindungan terhadap Druze harus datang dari luar Suriah.
Sementara itu, belum ada tanggapan resmi dari pemerintah Suriah atas seruan pembunuhan yang dilontarkan dua menteri Israel tersebut.
Namun, para pengamat memperingatkan bahwa eskalasi retorika seperti ini dapat mendorong ketegangan regional ke titik yang lebih berbahaya.