Presiden Suriah, Ahmed al-Sharaa, mengumumkan gencatan senjata menyeluruh di Provinsi Sweida, wilayah selatan Suriah, pada Sabtu (19/7/2025), menyusul hampir sepekan kekerasan yang menewaskan ratusan orang.
Dalam pernyataan resminya, pemerintah Suriah menyatakan telah mulai mengerahkan pasukan keamanan ke sejumlah wilayah di Sweida guna memastikan pelaksanaan gencatan senjata, menjaga ketertiban umum, serta melindungi keselamatan warga dan properti mereka.
“Presiden Republik menegaskan bahwa gencatan senjata ini harus dihormati demi menjamin stabilitas dan menghentikan pertumpahan darah,” demikian bunyi pernyataan yang dirilis kantor kepresidenan.
Pemerintah juga memperingatkan bahwa setiap pelanggaran terhadap keputusan tersebut akan dianggap sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan nasional dan akan ditindak sesuai hukum yang berlaku.
Konflik multifaksi dan serangan udara
Sejak Minggu lalu, wilayah Sweida diguncang bentrokan bersenjata antara kelompok Druze, suku Badui, serta pasukan yang loyal terhadap pemerintahan Sharaa. Situasi diperburuk oleh serangan udara Israel, yang menyasar sejumlah posisi strategis militer Suriah, termasuk kementerian pertahanan, markas militer, dan area di sekitar istana kepresidenan di Damaskus.
Israel menyatakan bahwa serangan tersebut dilakukan untuk melindungi komunitas minoritas Druze yang terancam dalam konflik domestik. Namun, pemerintah Suriah mengecam tindakan tersebut sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan nasional.
Dalam pidatonya, Presiden Sharaa mengapresiasi upaya mediasi yang dilakukan oleh sejumlah negara Arab dan Amerika Serikat. Ia juga menegaskan pentingnya menjaga stabilitas dan membangun kembali identitas nasional yang inklusif.
Kecurigaan terhadap Pemerintahan Baru
Meskipun Sharaa telah berusaha menjalin kembali hubungan dengan komunitas Druze, sebagian kelompok di Sweida tetap menunjukkan sikap skeptis terhadap pemerintahannya. Sharaa, yang sebelumnya dikenal sebagai pemimpin salah satu faksi bersenjata Islamis pada masa perang, telah membantah keterlibatan masa lalunya dan menyatakan komitmen terhadap rekonsiliasi nasional.
Komunitas Druze di Sweida selama ini dikenal relatif netral dalam konflik Suriah yang telah berlangsung 14 tahun. Namun, pada masa akhir kekuasaan Presiden Bashar al-Assad, wilayah tersebut kerap dilanda aksi protes terkait kondisi ekonomi dan pelayanan publik.
Upaya regional untuk meredakan ketegangan
Utusan khusus Amerika Serikat untuk Suriah dan Turki, Tom Barrack, mengumumkan bahwa Suriah dan Israel telah mencapai kesepakatan gencatan senjata yang didukung oleh Turki, Yordania, dan sejumlah negara regional lainnya.
“Semua pihak di Sweida diimbau untuk meletakkan senjata dan bersama-sama membangun identitas Suriah yang baru dan bersatu, bersama komunitas minoritas lainnya,” ujar Barrack.
Militer Israel menyatakan bahwa pihaknya tengah mempersiapkan kemungkinan pertempuran lanjutan di wilayah utara Suriah dan akan menarik sebagian pasukannya dari Jalur Gaza untuk dialihkan ke perbatasan utara.