Monday, July 21, 2025
HomeBeritaDubes Prancis: Krisis Suweida bongkar agenda rahasia Israel di Suriah

Dubes Prancis: Krisis Suweida bongkar agenda rahasia Israel di Suriah

Dalam sebuah artikel tajam di majalah Le Point, mantan diplomat senior Prancis Gérard Araud menyoroti bahwa krisis yang sedang berlangsung di Provinsi Suweida, Suriah, telah memperlihatkan tujuan tersembunyi Israel di negara tersebut.

Di balik dalih bantuan untuk warga Druze, kata Araud, tersusun strategi Israel yang lebih luas untuk memperkuat cengkeramannya di selatan Suriah pasca-runtuhnya rezim Bashar al-Assad.

Menurut Araud—yang pernah menjabat Duta Besar Prancis untuk Amerika Serikat (2014–2019)—narasi yang berkembang tentang krisis ini terlalu disederhanakan oleh media sosial.

Padahal, realitas politik dan keamanan di Timur Tengah, khususnya Suriah, jauh lebih kompleks.

Ia menyebut dominasi emosi dan opini pribadi dalam wacana publik sebagai penyebab lahirnya “pandangan manikheis” atas konflik, yakni kecenderungan membagi pihak-pihak dalam perang ke dalam kutub mutlak: baik atau jahat.

Araud menggambarkan Suriah pasca-Assad sebagai mosaik wilayah yang dikendalikan oleh berbagai milisi yang direkrut atas dasar etnis atau sektarian.

Sejak dinyatakan bebas dari rezim lama pada Desember lalu setelah 14 tahun perang saudara, pemerintahan baru di Damaskus menghadapi 5 tantangan besar:

  1. Negara yang hancur, dengan PDB kini tinggal separuh dari tingkatnya pada 2010.
  2. Bencana alam: Suriah dilanda kekeringan terburuk sejak 1956.
  3. Pemerintahan pusat yang masih rapuh, perlu waktu dan legitimasi untuk meyakinkan para pemimpin lokal.
  4. Rasa dendam dari para korban rezim lama, yang kerap menyasar kaum minoritas.
  5. Aparat keamanan yang lemah, kekurangan senjata, tak disiplin, dan sebagian disusupi elemen ekstremis.

Akibat minimnya sumber daya militer, otoritas baru di Damaskus terpaksa menempuh jalan negosiasi dan kompromi dengan berbagai kelompok, termasuk milisi bersenjata.

Namun, kegagalan perundingan dengan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang didominasi Kurdi di utara menandai kesulitan pendekatan ini.

Suweida: Refleksi kekacauan dan campur tangan asing

Araud memandang bentrokan di Suweida sebagai cerminan dari kekacauan lebih luas di Suriah.

Di wilayah itu, milisi Druze yang menguasai jalur penyelundupan terlibat bentrokan sengit dengan komunitas Badui.

Ketika tentara pemerintah berusaha masuk, operasi berubah jadi bencana: puluhan serdadu tewas dan sejumlah warga sipil dieksekusi.

Di tengah krisis tersebut, Israel melancarkan serangan udara besar-besaran, bahkan hingga ke dekat kompleks Istana Kepresidenan di Damaskus, demi menghentikan kemajuan pasukan pemerintah Suriah.

Menurut Araud, pesan dari Israel sangat jelas: mereka menolak kembalinya kendali Damaskus atas wilayah selatan, dan menginginkan zona demiliterisasi di bawah kendali milisi Druze.

Ia menilai intervensi ini, yang luput dari kecaman keras komunitas internasional, menunjukkan dominasi Israel atas kawasan dan keengganannya untuk menerima proses politik yang ditawarkan Presiden baru Suriah, Ahmad al-Shara’.

Sebagai mantan Direktur Jenderal Urusan Politik dan Keamanan di Kementerian Luar Negeri Prancis, Araud menegaskan bahwa krisis Suweida membuktikan bahwa Israel tidak berminat melihat Suriah bersatu kembali.

Sebaliknya, Israel justru mendorong pelemahan, bahkan potensi pemecahan Suriah ke dalam entitas-entitas kecil berbasis agama dan etnis.

Araud juga mencatat bahwa kecaman dari Turki dan negara-negara Arab, penarikan pasukan AS dari wilayah tersebut, serta seruan Dewan Keamanan PBB untuk menghormati kedaulatan Suriah—semuanya tidak membuahkan dampak nyata terhadap perilaku Israel.

Peringatan bagi pemerintah baru Suriah

Di akhir analisanya, Araud memperingatkan bahwa jika Presiden Ahmad al-Sharaa gagal mengelola krisis ini dan kehilangan kepercayaan mayoritas Sunni, maka ketidakpuasan itu bisa berkembang menjadi gelombang perlawanan bersenjata baru.

Hal ini, ujarnya, berpotensi menyeret Suriah kembali ke dalam spiral kekerasan yang lebih kelam dan tak terduga.

Dengan bahasa yang tajam namun analitis, Gérard Araud mengingatkan pembaca bahwa stabilitas di Timur Tengah tidak bisa dicapai lewat narasi hitam-putih.

Krisis Suweida, katanya, adalah peringatan akan rapuhnya tatanan baru dan bahayanya intervensi yang dilandasi agenda tersembunyi.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular