Jaringan berita Al Jazeera mengutuk keras pembunuhan dua wartawannya, Anas Al-Sharif dan Muhammad Qreiqea, yang tewas dalam serangan udara Israel pada Minggu malam (10/8/2025). Serangan itu menyasar sebuah tenda wartawan yang terletak di dekat Rumah Sakit Al-Shifa, Kota Gaza.
Dalam pernyataan resminya, Al Jazeera menyebut serangan tersebut sebagai “serangan terang-terangan dan disengaja terhadap kebebasan pers”, dan menegaskan bahwa pihaknya memegang Israel dan militernya sepenuhnya bertanggung jawab atas tewasnya dua jurnalis mereka.
Jaringan berita yang berbasis di Qatar itu juga mengingatkan bahwa militer Israel secara terbuka mengakui telah menargetkan tenda wartawan, yang saat itu tengah digunakan untuk menyampaikan liputan dari pusat krisis kemanusiaan di Gaza.
“Upaya bungkam kebenaran”
Al Jazeera menyatakan bahwa pembunuhan terhadap Anas Al-Sharif, yang digambarkan sebagai salah satu wartawan paling berani di Gaza, dan rekan-rekannya merupakan bagian dari upaya sistematis untuk membungkam suara kebenaran menjelang kemungkinan pendudukan penuh Israel atas Kota Gaza.
Pernyataan tersebut juga menyinggung kampanye provokasi dan ancaman yang dilancarkan terhadap Al-Sharif sebelum kematiannya, dan menyebut bahwa para wartawan Al Jazeera di Gaza merupakan saksi mata penting terhadap kehancuran yang disebabkan oleh agresi Israel.
“Serangan terhadap jurnalis kami terjadi di tengah bencana kemanusiaan yang luar biasa, dan justru karena merekalah dunia mengetahui penderitaan itu,” tulis jaringan tersebut.
Seruan internasional
Al Jazeera mendesak komunitas internasional serta organisasi-organisasi terkait untuk mengambil langkah konkret dalam menghentikan pembunuhan yang disengaja terhadap jurnalis. Mereka menekankan bahwa budaya impunitas dan kurangnya akuntabilitas mendorong Israel untuk terus melakukan kekerasan terhadap “saksi-saksi kebenaran.”
Dalam pernyataannya, Al Jazeera menegaskan bahwa para jurnalis mereka di Gaza bukan hanya peliput, melainkan bagian dari warga yang juga mengalami penderitaan luar biasa — menghadapi kelaparan, kehilangan, dan ancaman kematian yang sama dengan rakyat yang mereka liput.
Liputan mereka selama perang, menurut Al Jazeera, telah memberikan “kesaksian hidup dan menyentuh tentang kekejaman yang berlangsung,” dan pengorbanan mereka tidak akan dilupakan.