Delegasi dari kelompok Hamas tiba di Kairo, Mesir, pada Selasa (12/8/2025) untuk melakukan konsultasi terkait proposal gencatan senjata selama 60 hari di Jalur Gaza. Kunjungan ini terjadi di tengah meningkatnya kekhawatiran atas rencana Israel untuk kembali menduduki Gaza secara bertahap.
Menurut laporan saluran berita Mesir yang berafiliasi dengan pemerintah, Al-Qahera News, delegasi Hamas dipimpin oleh pejabat senior Khalil al-Hayya dan akan melakukan pembicaraan dengan para mediator Mesir.
Proposal gencatan senjata ini diajukan menyusul kebuntuan negosiasi yang terjadi sejak Israel dan Amerika Serikat menarik delegasi mereka dari putaran perundingan di Doha bulan lalu.
Sumber dari Mesir menyatakan bahwa “upaya intensif” tengah dilakukan untuk menyatukan pandangan semua pihak guna mencapai jeda sementara dalam pertempuran.
“Pembicaraan ini bertujuan untuk melanjutkan kembali proses negosiasi dan menciptakan kemajuan ke arah kesepakatan gencatan senjata,” kata sumber tersebut.
Kedatangan delegasi Hamas bertepatan dengan diberlakukannya strategi reokupasi bertahap yang disetujui kabinet keamanan Israel pekan lalu. Tahap pertama rencana itu mencakup pengusiran sekitar satu juta warga dari Kota Gaza ke wilayah selatan, pengepungan kota, serta operasi militer di kawasan permukiman. Tahap kedua mencakup pendudukan kamp-kamp pengungsi di wilayah tengah yang sebelumnya sudah mengalami kerusakan parah akibat serangan.
Sumber menyebutkan bahwa proposal baru dalam pembahasan mencakup usulan pertukaran tawanan, yakni pembebasan sekitar 50 warga Israel (baik hidup maupun jenazah) dengan imbalan perlucutan senjata oleh Hamas. Belum ada pernyataan resmi dari Hamas mengenai inisiatif tersebut.
Menteri Luar Negeri Mesir, Badr Abdelatty, menegaskan bahwa pihaknya, bersama Qatar dan Amerika Serikat, terus mendorong tercapainya kesepakatan komprehensif untuk menghentikan perang Israel dan mencapai kesepahaman antara kedua pihak.
“Masih ada peluang untuk mencapai kesepakatan penuh, asalkan ada niat baik dan kemauan politik,” ujarnya dalam konferensi pers di Kairo. Ia juga menuding Israel melakukan genosida di Gaza dan memperburuk krisis kemanusiaan dengan membatasi masuknya bantuan, sehingga menyebabkan kelaparan.
Sejak Oktober 2023, serangan militer Israel di Gaza telah menewaskan hampir 61.600 orang, sebagian besar merupakan perempuan, anak-anak, dan lansia. Ribuan lainnya masih hilang di bawah reruntuhan, dan ratusan ribu warga terus mengungsi.
November tahun lalu, Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Israel juga tengah menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) atas serangannya di Jalur Gaza.