Thursday, August 14, 2025
HomeBeritaGenerasi muda Gaza: Mimpi yang tertahan di bawah reruntuhan

Generasi muda Gaza: Mimpi yang tertahan di bawah reruntuhan

Di tengah perang yang tak kunjung usai, kerugian di Jalur Gaza tak berhenti pada hilangnya nyawa dan hancurnya rumah-rumah.

Masa depan generasi muda pun ikut tersapu, termasuk hak mereka atas pendidikan.

Ribuan siswa SMA (setara tawjihi) dan mahasiswa kini menghadapi masalah serius: hilangnya dokumen resmi dan ijazah mereka.

Sebagian lenyap karena rumah dibom dan menjadi puing, sebagian lainnya terkubur di bawah reruntuhan sekolah dan kampus yang luluh lantak.

Tak sedikit pula yang musnah bersama server dan arsip elektronik lembaga pendidikan yang hancur.

Dalam kondisi normal, mengurus ijazah pengganti (ijazah duplikat) hanyalah prosedur administrasi rutin.

Namun, di tengah perang, proses itu berubah menjadi perjalanan panjang penuh hambatan birokrasi dan ketidakpastian.

Ijazah di bawah puing
Nareman Abu Shaib, seorang lulusan SMA, bercerita bahwa ia berulang kali berusaha mendapatkan ijazah pengganti setelah semua dokumen dan sertifikatnya terkubur bersama rumahnya yang dibom jet tempur Israel.

“Saya mencoba mendatangi kantor Dinas Pendidikan di Nuseirat, tetapi mereka bilang mustahil mengeluarkan ijazah saat ini. Sistem dan data siswa hanya bisa diakses oleh pegawai Kementerian Pendidikan di Gaza, dan mereka sudah berhenti bekerja karena serangan,” ujarnya.

Sebagian kantor dinas yang masih beroperasi terbatas hanya bisa memberikan surat keterangan sementara bahwa seseorang telah menyelesaikan pendidikan menengah.

Namun, dokumen itu tidak setara dengan ijazah asli—tidak bisa digunakan untuk melamar pekerjaan atau mengajukan beasiswa.

Nareman juga kesulitan mengurus ijazah pengganti untuk pendidikan diploma medianya. Ia tak bisa menghubungi kampusnya atau memastikan apakah ada pusat koordinasi mahasiswa yang masih aktif.

Lulusan D3 Media Digital dari Palestine Technical College di Deir al-Balah itu hanya bisa menyimpan kenangan.

Semua dokumen pentingnya dulunya disimpan dalam satu tas kecil di rumah. Kini, ia hanya menemukan puing-puing, tanpa identitas hukum, tanpa bukti pendidikan, dan tanpa peluang yang dulu pernah terbuka untuknya.

Menderita

Bagi banyak mahasiswa dan lulusan perguruan tinggi di Gaza, perang tidak hanya merenggut bangunan kampus dan fasilitas belajar.

Dokumen akademik yang seharusnya menjadi bekal untuk melangkah ke jenjang pekerjaan atau studi lanjut pun hilang—terkubur di bawah reruntuhan atau hangus terbakar bersama arsip universitas.

Di tengah gempuran yang menghancurkan berbagai institusi pendidikan, ribuan mahasiswa kini terjebak dalam kebuntuan administratif.

Mereka tidak dapat memperoleh ijazah, transkrip nilai, atau dokumen resmi pengganti, meski telah menyelesaikan studi.

Situasi ini membuat para lulusan terhambat saat melamar pekerjaan atau mendaftar beasiswa ke luar negeri.

Sebab, lembaga penerima umumnya hanya mengakui dokumen asli yang telah dilegalisasi oleh Kementerian Pendidikan dan Kementerian Luar Negeri Palestina, dengan format dan fitur keamanan khusus.

Keterbatasan di tengah perang

Kondisi serupa juga dialami Universitas Al-Aqsa di Gaza. Menurut Kepala Hubungan Masyarakat dan Media kampus tersebut, Muhammad Hamdan, hingga kini pihaknya tidak mampu menerbitkan ijazah resmi cetak pengganti bagi para mahasiswa yang kehilangan dokumen akademiknya.

Ia menjelaskan, kerusakan besar yang menimpa fasilitas utama kampus—baik di lokasi pusat di Gaza maupun cabang di Khan Younis—membuat kegiatan administrasi terhenti.

Tidak ada ruang kerja yang aman dan layak, sementara akses menuju server utama, basis data mahasiswa, dan arsip akademik terhambat oleh pemadaman listrik total dan putusnya koneksi internet. Pembentukan tim darurat pun sulit dilakukan.

“Untuk menerbitkan ijazah resmi, diperlukan kertas khusus dengan tingkat keamanan tinggi, cap resmi, tanda tangan otoritas berwenang, verifikasi melalui kode QR, serta pengolahan dokumen PDF tertutup agar tak bisa dipalsukan. Semua itu nyaris mustahil dipenuhi dalam kondisi perang,” ujar Hamdan kepada Al Jazeera Net.

Keterbatasan ini juga dialami Universitas Al-Azhar di Gaza. Menurut sumber internal, kampus tersebut tidak dapat mengeluarkan ijazah cetak resmi yang telah dicap.

Meski begitu, setelah upaya panjang, mereka berhasil menyediakan salinan ijazah elektronik pengganti melalui kantor yang masih beroperasi sebagian di Gaza dan Deir al-Balah.

Sementara itu, sejak awal agresi hingga akhir April 2025, College of Applied Sciences belum mampu menerbitkan ijazah cetak resmi bagi mahasiswa yang kehilangan dokumen mereka.

Dekan Penerimaan dan Pendaftaran, Shadi Kaheel, mengatakan pihaknya hanya bisa memberikan surat keterangan kelulusan dan transkrip nilai dalam bentuk digital.

“Layanan akademik kami terhenti karena sistem internal Oracle hancur akibat serangan udara yang menargetkan fasilitas kampus. Basis data dan arsip mahasiswa hilang, sementara akses ke server eksternal tidak mungkin dilakukan karena listrik dan internet terputus. Komunikasi antarpegawai pun terhambat oleh risiko keamanan dan pengungsian massal,” ungkapnya.

Perlu dicatat, surat keterangan kelulusan, ijazah digital, maupun transkrip elektronik tidak diakui sebagai dokumen resmi untuk melamar pekerjaan atau mendaftar beasiswa di luar negeri.

Pihak penerima mensyaratkan ijazah cetak asli yang dilegalisasi oleh Kementerian Pendidikan dan Kementerian Luar Negeri Palestina, beserta transkrip nilai dengan format dan pengamanan yang sama seperti dokumen resmi.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular