Monday, August 18, 2025
HomeBeritaTurki bantah desak Hamas lucuti senjata

Turki bantah desak Hamas lucuti senjata

Pemerintah Turki membantah laporan media yang menyebutkan bahwa Ankara menekan gerakan Hamas untuk melepaskan tawanan Israel atau melucuti senjata mereka dalam pertemuan diplomatik baru-baru ini. Hal tersebut disampaikan oleh seorang sumber diplomatik Turki kepada kantor berita Rusia, RIA Novosti, pada Sabtu (16/8/2025).

Pernyataan klarifikasi ini muncul setelah Konferensi Tingkat Tinggi Internasional tentang Palestina yang berlangsung di Markas Besar PBB di New York pada 28–30 Juli lalu. Konferensi tersebut dipimpin bersama oleh Prancis dan Arab Saudi, dan ditutup dengan pernyataan bersama dari para menlu 15 negara Barat yang menyerukan pengakuan terhadap negara Palestina.

“Pernyataan bahwa Turki meminta Hamas melepaskan para sandera tidak benar,” ujar sumber tersebut.

Ia menjelaskan bahwa Pasal 8 dalam deklarasi memang mencantumkan soal pembebasan sandera, namun dalam konteks kesepakatan gencatan senjata komprehensif. Kerangka tersebut—yang didukung Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat—meliputi pembebasan semua tawanan, pertukaran tahanan Palestina, pemulangan jenazah, dan penarikan penuh pasukan pendudukan Israel dari Gaza.

Sumber tersebut juga membantah laporan yang menyebut Turki mendesak Hamas untuk menyerahkan persenjataannya.

“Pasal 11 menyerukan Hamas untuk menyerahkan pemerintahan di Gaza dan mentransfer senjatanya kepada Otoritas Palestina, namun ini bersyarat pada terbentuknya negara Palestina yang berdaulat dan merdeka dengan jaminan internasional,” kata sumber itu.

Ia menambahkan bahwa dalam rancangan awal deklarasi memang sempat muncul istilah “pelucutan senjata”, namun Turki meminta agar bahasa tersebut direvisi. Hasil akhirnya menyebut bahwa transfer senjata hanya dapat terjadi jika negara Palestina yang merdeka dan diakui internasional telah terbentuk.

Hamas Tegas Menolak Wacana Pelucutan Senjata

Menanggapi laporan serupa yang menyebut Hamas bersedia melucuti senjata, gerakan perlawanan Palestina tersebut membantah dengan tegas.

Hamas menegaskan bahwa senjata dan operasinya merupakan hak nasional dan sah selama pendudukan Israel masih berlangsung. Menurut mereka, hukum dan konvensi internasional mengakui hak rakyat yang hidup di bawah pendudukan untuk melakukan perlawanan dengan segala cara yang tersedia.

Mereka menyatakan bahwa pelucutan senjata tidak akan terjadi kecuali seluruh hak nasional rakyat Palestina dipulihkan sepenuhnya, terutama pembentukan negara Palestina yang merdeka dan berdaulat dengan Al-Quds (Yerusalem Timur) sebagai ibu kota.

Sebelumnya, pada 24 Juli, Amerika Serikat dan Israel menarik delegasi mereka dari perundingan gencatan senjata di Doha, Qatar. Mereka menuduh Hamas tidak menunjukkan “keinginan serius” untuk mencapai kesepakatan damai di Jalur Gaza.

Hamas menyampaikan keheranan atas tuduhan tersebut, dan menegaskan bahwa mereka tetap berkomitmen untuk mencapai gencatan senjata yang adil. Hamas juga menyatakan bahwa keterlambatan perjanjian justru disebabkan oleh penolakan Israel terhadap sejumlah syarat kemanusiaan dan keamanan utama.

Meski terjadi kemunduran diplomatik, Mesir dan Qatar selaku mediator merilis pernyataan bersama pada 25 Juli yang menyebut bahwa kemajuan telah dicapai dalam putaran perundingan terakhir. Namun demikian, belum ada langkah konkret atau kesepakatan final yang diumumkan, sehingga masa depan rencana gencatan senjata masih belum jelas.

Rencana aneksasi yang dilaporkan juga menimbulkan kekhawatiran luas, karena dinilai dapat memperburuk kebijakan pendudukan jangka panjang Israel dan menghambat upaya perdamaian yang tengah diupayakan.

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Kandidat PhD bidang Hubungan Internasional Universitas Sains Malaysia. Peneliti Asia Middle East Center for Research and Dialogue
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular