Wednesday, August 20, 2025
HomeBeritaDukungan merosot, tentara cadangan Israel jenuh perang di Gaza

Dukungan merosot, tentara cadangan Israel jenuh perang di Gaza

Ketika Hamas melancarkan serangan besar yang dinamai Operasi Badai Al-Aqsa pada 7 Oktober 2023, ribuan warga Israel dengan sukarela kembali dari luar negeri dan langsung bergabung dalam pertempuran. Namun, setelah hampir dua tahun berlangsungnya perang, dukungan tersebut mulai memudar.

Saat ini, ketidakpuasan mulai tampak di kalangan tentara cadangan yang kembali dipanggil untuk bertugas, di tengah rencana perluasan operasi militer Israel di Jalur Gaza.

Kantor berita Reuters pada Selasa (19/8) melaporkan bahwa gejolak tersebut menjadi salah satu indikator berubahnya sentimen publik Israel terhadap perang yang terus berlangsung.

Sejumlah tentara menyatakan kekecewaan terhadap para pemimpin politik yang terus mengirim mereka kembali ke medan perang, sementara militer Israel tengah bersiap untuk menguasai Kota Gaza—wilayah perkotaan terbesar di jalur tersebut.

Sebuah survei yang dilakukan oleh peneliti dari Universitas Ibrani terhadap lebih dari 300 tentara yang masih aktif bertugas menunjukkan bahwa 25,7 persen tentara cadangan mengaku semangat mereka berkurang drastis dibandingkan awal kampanye militer. Sebanyak 10 persen lainnya menyatakan penurunan semangat yang moderat.

Sentimen negatif terhadap Pemerintah

Ketika diminta menggambarkan perasaan mereka terhadap kampanye militer, sebanyak 47 persen responden menyatakan memiliki perasaan negatif terhadap pemerintah dan cara penanganan perang, termasuk dalam proses negosiasi pembebasan sandera.

Media Israel Ynet pada Maret lalu juga melaporkan bahwa jumlah tentara cadangan yang bersedia kembali bertugas telah menurun hingga 30 persen dibandingkan jumlah yang dibutuhkan oleh komando militer.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sebelumnya telah berjanji untuk menghancurkan Hamas setelah kelompok itu melancarkan serangan ke wilayah Israel pada 7 Oktober 2023, yang menurut data Israel menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera 251 lainnya.

Tanggal tersebut disebut sebagai hari paling berdarah bagi warga Yahudi sejak peristiwa Holocaust.

Namun, hingga kini, perang masih berlangsung dan perlawanan dari Hamas belum mereda. Banyak warga Israel kini mulai mengkritik Netanyahu atas kegagalannya mencapai kesepakatan dengan Hamas untuk membebaskan para sandera, meskipun berbagai upaya mediasi telah dilakukan.

 

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Kandidat PhD bidang Hubungan Internasional Universitas Sains Malaysia. Peneliti Asia Middle East Center for Research and Dialogue
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular