Tuesday, August 26, 2025
HomeBeritaMedia Barat dituding legalkan pembunuhan jurnalis Palestina

Media Barat dituding legalkan pembunuhan jurnalis Palestina

Organisasi pemantau media asal Amerika Serikat, Fairness and Accuracy in Reporting (FAIR), dalam laporannya pada Jumat (22/8/2025), menyoroti bias pemberitaan media arus utama terkait pembunuhan jurnalis Palestina oleh Israel di Gaza, lansir Middle East Eye.

FAIR menilai media-media tersebut telah “membentuk persetujuan publik” terhadap pembunuhan jurnalis, dengan mengedepankan narasi Israel dan mendiskreditkan sumber-sumber pro-Palestina.

Laporan ini menganalisis pemberitaan dari 15 media ternama yang berbasis di Amerika Serikat, antara lain The New York Times, The Washington Post, CNN, BBC, Fox News, dan Reuters, atas pembunuhan sejumlah jurnalis pada 10 Agustus 2025, termasuk Anas al-Sharif dari Al Jazeera, serta jurnalis lepas Moamen Aliwa, Mohammed al-Khalidi, dan Mohammed Qreiqeh.

FAIR menemukan bahwa seluruh media tersebut mengulang klaim pemerintah Israel bahwa jurnalis Anas al-Sharif adalah anggota Hamas, meskipun tuduhan itu telah dibantah oleh berbagai lembaga independen, termasuk Committee to Protect Journalists (CPJ), Asosiasi Pers Asing, dan PBB.

Selain itu, hanya sembilan dari 15 media tersebut yang memuat pernyataan terakhir al-Sharif sebelum kematiannya:

“Jika kata-kata ini sampai kepada Anda, ketahuilah bahwa Israel telah berhasil membunuh saya dan membungkam suara saya.”

FAIR juga menyoroti bahwa hanya empat dari 15 media yang menyebut angka kematian jurnalis Palestina sejak 7 Oktober 2023, berdasarkan data CPJ, yang menyebut hampir 200 jurnalis telah tewas. Sementara data dari Al Jazeera menunjukkan jumlah korban tewas mencapai 273 orang.

Bias sistematis dan delegitimasi sumber Palestina

Laporan ini juga mengkritisi penggunaan istilah yang dinilai sebagai bentuk delegitimasi informasi dari otoritas Palestina. Sebagai contoh, penggunaan istilah “Kementerian Kesehatan yang dikendalikan Hamas” oleh BBC dan The New York Times dinilai sebagai upaya meragukan kredibilitas angka korban sipil di Gaza.

FAIR juga menyoroti bahwa media-media tersebut tidak mengaitkan kematian jurnalis Palestina dengan konteks yang lebih luas, yakni situasi genosida yang diakui oleh banyak lembaga internasional. Hanya Financial Times yang secara eksplisit menyebut kondisi kelaparan di Gaza sebagai “kelaparan”, sementara media lain menyebutnya sebagai “krisis kemanusiaan” atau “krisis pangan”.

Selain itu, tidak ada satu pun dari ke-15 media yang menyebut bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah dikenai surat perintah penangkapan oleh Mahkamah Pidana Internasional atas dugaan kejahatan perang.

Pentingnya reformasi media

FAIR, yang telah berdiri sejak 1986, menyerukan perlunya reformasi struktural media, termasuk pembubaran konglomerasi media besar, penguatan media publik independen, dan dukungan terhadap sumber informasi non-profit yang bebas dari kepentingan politik dan ekonomi.

Laporan FAIR ini dirilis hanya beberapa hari sebelum enam jurnalis Palestina kembali tewas dalam serangan udara Israel ke Kompleks Medis Nasser di Gaza, termasuk Mohamed Salama (Al Jazeera), Ahmed Abu Aziz, Mariam Dagga, Hussam al-Masri (Reuters), Moaz Abu Taha, dan Hassan Douhan.

 

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Kandidat PhD bidang Hubungan Internasional Universitas Sains Malaysia. Peneliti Asia Middle East Center for Research and Dialogue
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular