Tuesday, September 16, 2025
HomeBeritaKTT Doha: Negara-Negara Arab dan Muslim desak peninjauan hubungan dengan Israel

KTT Doha: Negara-Negara Arab dan Muslim desak peninjauan hubungan dengan Israel

Para pemimpin negara-negara Arab dan Muslim menyerukan peninjauan hubungan diplomatik dan ekonomi dengan Israel dalam pertemuan darurat gabungan Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) yang digelar di Doha, Qatar, Senin (15/9/2025). Pertemuan ini digelar menyusul serangan udara Israel ke ibu kota Qatar yang menewaskan enam orang, termasuk sejumlah anggota Hamas, pekan lalu.

Dalam pernyataan bersama usai pertemuan yang dihadiri hampir 60 negara tersebut, para pemimpin menyerukan agar seluruh negara mengambil “segala langkah hukum dan efektif untuk mencegah Israel melanjutkan tindakan-tindakannya terhadap rakyat Palestina.” Termasuk di dalamnya, menurut pernyataan itu, adalah “meninjau kembali hubungan diplomatik dan ekonomi dengan Israel, serta memulai proses hukum terhadapnya.”

Desakan untuk tangguhkan keanggotaan Israel di PBB

Pernyataan tersebut juga menyerukan agar negara-negara anggota “mengkoordinasikan upaya untuk menangguhkan keanggotaan Israel di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)” sebagai bentuk tekanan internasional terhadap Israel.

Serangan terhadap wilayah Qatar, yang selama ini dikenal netral dan menjadi tuan rumah bagi para mediator konflik Gaza, dinilai telah memperburuk ketegangan regional. Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani, menuduh Israel berupaya menggagalkan perundingan gencatan senjata dengan menyerang para negosiator Hamas yang berada di Doha.

“Siapa pun yang bekerja dengan tekun dan sistematis untuk membunuh pihak yang sedang diajak bernegosiasi, jelas bermaksud menggagalkan proses negosiasi,” ujar Emir dalam pidatonya di forum tersebut.

Ketidakhadiran pemimpin Abraham Accords

Negara-negara Teluk seperti Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, dan Maroko—yang menandatangani Kesepakatan Abraham (Abraham Accords) dengan Israel lima tahun lalu—tidak mengirimkan kepala negara, melainkan hanya perwakilan tingkat tinggi. Kehadiran mereka menjadi sorotan, mengingat kesepakatan tersebut kini berada dalam tekanan seiring meningkatnya agresi Israel.

Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi, pemimpin negara Arab pertama yang menjalin hubungan resmi dengan Israel, menyampaikan bahwa serangan terhadap Qatar “menghambat peluang terciptanya kesepakatan damai baru dan bahkan dapat menggagalkan perjanjian damai yang telah ada.”

Kecaman keras terhadap Israel

Turut hadir dalam pertemuan darurat tersebut antara lain Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman, Presiden Iran Masoud Pezeshkian, Perdana Menteri Irak Mohammed Shia al-Sudani, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas.

Presiden Erdogan menyebut Israel telah mengadopsi “mentalitas teroris”, sementara Presiden Iran memperingatkan bahwa “besok, bisa jadi ibu kota Arab atau Islam lainnya yang menjadi sasaran.”

“Kita tidak punya pilihan lain. Kita harus bersatu,” ujar Pezeshkian, merujuk pada konflik bersenjata yang sempat melibatkan Iran dan Israel pada Juni lalu, di mana serangan Israel ke fasilitas nuklir Iran dibalas dengan serangan Iran ke pangkalan militer AS di Qatar.

AS dalam tekanan

Serangan Israel di Qatar juga menimbulkan ketegangan baru dalam hubungan antara Amerika Serikat dan sekutunya di kawasan Teluk, terutama mengingat keberadaan pangkalan militer AS yang besar di negara tersebut.

Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio dijadwalkan tiba di Qatar pada Selasa (17/9), setelah sebelumnya menyatakan dukungan penuh terhadap tujuan Israel untuk “menghancurkan Hamas.” Namun, Kementerian Luar Negeri AS menyampaikan bahwa Rubio akan “menegaskan kembali dukungan penuh Amerika terhadap keamanan dan kedaulatan Qatar.”

Di sela-sela konferensi, negara-negara Teluk juga menggelar pertemuan tertutup. Sekretaris Jenderal Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) Jasem Mohamed Al-Budaiwi menyatakan bahwa negara-negara Teluk mendesak AS untuk menggunakan “pengaruh dan kekuatannya” untuk mengendalikan Israel.

 

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Kandidat PhD bidang Hubungan Internasional Universitas Sains Malaysia. Peneliti Asia Middle East Center for Research and Dialogue
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular