Thursday, September 18, 2025
HomeBeritaIsrael bayar milisi Abu Syabab untuk operasi militer

Israel bayar milisi Abu Syabab untuk operasi militer

Tentara Israel (IDF) dan dinas keamanan Shin Bet memanfaatkan milisi berbasis di Gaza untuk melaksanakan operasi militer dengan imbalan bayaran dan kendali atas wilayah di Jalur Gaza.

Haaretz melaporkan pada Rabu (17/9), hal itu terungkap dari kesaksian sejumlah tentara dan komandan Israel yang bertugas di lapangan.

Harian Haaretz tahun lalu melaporkan bahwa warga sipil Gaza telah digunakan IDF sejak awal perang untuk tugas tertentu, terutama memindai terowongan dan memeriksa bangunan yang dicurigai. Namun dalam beberapa pekan terakhir, tentara menyebut perekrutan itu berkembang menjadi kelompok-kelompok terorganisasi yang harus dikoordinasikan dengan pasukan Israel di lapangan—meskipun tidak sepenuhnya berada di bawah kendali mereka.

Setiap milisi terdiri dari puluhan pria bersenjata, kebanyakan berasal dari klan besar Gaza, termasuk keluarga Abu Shabab. Selain menerima bayaran tunai, mereka diizinkan membawa senjata sehingga dapat mengambil keuntungan dengan mengendalikan jalur distribusi bantuan serta memungut biaya untuk mendirikan tenda di area padat penduduk.

Menurut IDF, Shin Bet mengawasi operasi milisi tersebut dan merekrut para pejuang bersama para pemimpin mereka. Berbeda dengan rekrutan sipil sebelumnya yang dikenal sebagai *shawishim*, milisi kini terlibat dalam aktivitas tempur besar. Mereka beroperasi terutama di Jalur Gaza selatan, khususnya Rafah dan Khan Yunis.

Pekan lalu, Al Arabiya melaporkan milisi ini juga masuk ke Rumah Sakit Al-Shifa di Kota Gaza. Di laman Facebook keluarga Abu Shabab, sebuah iklan perekrutan “petugas keamanan” menawarkan gaji 3.000 shekel per bulan (sekitar Rp15 juta) bagi prajurit dan 5.000 shekel (sekitar Rp25 juta) bagi perwira.

Meski IDF dan Shin Bet mengelola aktivitas milisi, banyak komandan lapangan menyuarakan kekhawatiran atas risikonya. “Ini mengingatkan saya pada Sabra dan Shatila,” kata seorang komandan, merujuk pada pembantaian tahun 1982 di kamp pengungsi Beirut, ketika milisi sekutu Israel membunuh ratusan warga sipil di bawah pengawasan Israel. “Tampak seperti sesuatu yang pada akhirnya akan meledak di wajah kita.”

“Mereka tidak benar-benar berada di bawah kendali, dan tidak punya kewajiban komando kepada perwira yang bertanggung jawab di medan perang. Besok kalau mereka membantai puluhan orang, siapa yang akan dimintai pertanggungjawaban? Perwira sektor yang akan dipersalahkan dan hidupnya hancur,” tambahnya.

Para komandan menyebut milisi ini terutama ditempatkan di “wilayah sensitif” bagi pasukan Israel. “Mereka diberi lebih banyak misi di zona padat penduduk. Tidak lagi sekadar pekerjaan sepele seperti di awal, sekarang mereka melakukan operasi besar.”

Sejumlah tentara menambahkan, IDF dan Shin Bet bahkan tak lagi menutupi fenomena ini. “Mereka berlatih misi tepat di depan mata kami,” kata seorang tentara. “Kami melihat mereka bergerak dalam kelompok lima sampai sepuluh orang bersenjata. Kadang ini justru membuat pasukan kami waspada karena tidak ada yang repot memberi tahu.”

Keterbukaan itu semakin terlihat dengan fakta bahwa dalam beberapa pekan terakhir, IDF mulai menandai orang-orang Gaza bersenjata dalam sistem komando dan kontrolnya dengan cara yang sama seperti menandai pasukan Israel.

“Kami hanya diberi tahu misi umum mereka, bukan tujuan akhirnya,” ujar seorang perwira di salah satu brigade Gaza. “Kami diperintahkan untuk tidak ikut campur dan membiarkan mereka lewat.”

Tentara dan komandan juga melaporkan ketegangan yang kerap terjadi antara unit Israel dan milisi tersebut. “Mereka sering beroperasi dekat dengan kami dan melintasi jalur kami tanpa memberi tahu siapa pun. Koordinasi dengan mereka sangat sulit.”

Saat dimintai komentar, juru bicara IDF merujuk Haaretz ke Shin Bet. Namun, Shin Bet menyatakan tidak akan memberikan komentar terkait hal ini.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular