Situasi berat yang dialami warga Kota Gaza kembali menjadi sorotan media internasional.
The Guardian menurunkan laporan dengan mengutip pernyataan seorang pejabat Dana Anak-Anak PBB (UNICEF), Rosalia Polin.
Ia mengatakan bahwa Israel memerintahkan warga Palestina meninggalkan kota menuju kawasan di selatan Jalur Gaza yang disebut “zona kemanusiaan”.
Menurut Polin, wilayah yang ditunjuk Israel itu sejatinya hanya hamparan bukit pasir padat, tidak dilengkapi fasilitas dasar, dan jauh dari aman untuk menampung keluarga-keluarga pengungsi yang membawa kebutuhan kemanusiaan mendesak.
UNICEF menyatakan sangat prihatin terhadap ratusan ribu orang yang masih bertahan di Kota Gaza, hampir separuhnya adalah anak-anak, sementara kota terus digempur serangan udara intensif.
Dari sisi politik dalam negeri Israel, The New York Times menyoroti meningkatnya ketegangan antara militer dan pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Menurut laporan itu, perbedaan tajam mencuat dalam 3 isu penting.
Yaitu, penguasaan penuh atas Kota Gaza, rencana serangan terhadap tokoh senior Hamas di Qatar, serta pendekatan Netanyahu dalam perundingan gencatan senjata.
“Israel sedang mengalami masa yang aneh dan belum pernah terjadi sebelumnya, di mana keputusan strategis terkait keamanan nasional ditentukan hanya oleh satu orang,” kata Yohanan Plesner, Kepala Institut Demokrasi Israel.
Sementara itu, Jerusalem Post melalui tajuk rencananya menegaskan bahwa pemerintah Netanyahu harus kembali ke meja perundingan untuk membebaskan para sandera.
Harian itu mengingatkan, perang yang berkepanjangan hanya menambah jumlah korban di kedua belah pihak, sekaligus memperparah penderitaan warga Israel setelah 2 tahun dilanda trauma.
Editorial tersebut juga memperingatkan bahwa Israel semakin dekat menjadi negara paria, menghadapi tuduhan kejahatan perang, genosida, dan gelombang boikot internasional.
Menurut harian itu, pembebasan sandera di Gaza mustahil dicapai lewat operasi militer, melainkan hanya melalui kesepakatan politik.
“Janji kemenangan mutlak yang terus digaungkan Netanyahu selama dua tahun tidak akan tercapai, berapa pun lama tentara Israel bertahan di Gaza,” tulis editorial itu.
Lebih jauh, tajuk rencana itu menyingkap agenda lain di balik slogan “kemenangan total”.
Menurutnya, Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir dan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich tengah mendorong rencana menjadikan Gaza sebagai proyek properti besar dengan cara meratakan kota dan mengusir warganya.
Rencana itu disebut bahkan sudah dibicarakan dengan Washington sebagai bagian dari program ekonomi.
“Gaza dihuni lebih dari dua juta jiwa. Upaya mencabut mereka demi keuntungan properti adalah sebuah kejahatan,” tulis Jerusalem Post.
Diamnya Netanyahu atas gagasan tersebut, menurut harian itu, memperlihatkan kemerosotan politik sekaligus moral yang kian dalam di Israel.