Pengakuan resmi terhadap Negara Palestina oleh empat negara Barat yakni Inggris, Portugal, Australia, dan Kanada disambut dengan beragam reaksi dari warga Palestina, terutama mereka yang berada di Jalur Gaza.
Meskipun langkah ini diapresiasi sejumlah pihak di kancah internasional, banyak warga Gaza mempertanyakan dampak nyata dari pengakuan tersebut di tengah situasi kemanusiaan yang kian memburuk akibat serangan militer Israel yang terus berlangsung.
Mona Abu Samra, seorang warga dari lingkungan Al-Zeitoun di Gaza timur, mengaku tidak melihat harapan konkret dari pengakuan negara-negara tersebut. Ia kehilangan suaminya dalam sebuah serangan udara Israel, sementara rumahnya luluh lantak.
“Dunia bicara tentang pengakuan negara Palestina. Tapi saya bertanya, apakah harus ada kehancuran dan kematian sebesar ini di Gaza agar dunia mau mengakui keberadaan kami?” ujar ibu lima anak ini kepada The New Arab.
Ia menambahkan, “Pengakuan itu bagus di konferensi dan layar televisi, tapi apakah itu akan membawa perubahan nyata? Apakah rumah kami akan dibangun kembali? Apakah anak-anak saya bisa kembali sekolah?”
Senada dengan Mona, Mahmoud al-Za’anin, seorang petani dari Beit Hanoun di Gaza utara, juga menyampaikan keraguannya. Lahan pertaniannya yang dulunya ditanami jeruk dan zaitun hancur akibat dibuldoser dan dibombardir pasukan Israel.
“Saya dengar negara-negara mengakui Palestina, dan saya bertanya: mengapa tidak dari dulu, sebelum kami kehilangan anak-anak, rumah, dan ladang kami? Apakah kami harus membayar harga semahal ini agar dunia mengakui kami layak memiliki negara?” katanya.
Mahmoud menegaskan bahwa pengakuan semata tidak cukup. “Siapa yang akan membangun kembali ladang saya? Siapa yang akan mengembalikan kehidupan sederhana saya yang dirampas? Pengakuan saja tidak cukup,” ujarnya.
Suara pesimistis juga terdengar dari Nuseirat, salah satu kamp pengungsi di Gaza tengah. Rana Abu Jehl, seorang penyintas di kamp tersebut, mempertanyakan makna pengakuan internasional jika tidak disertai tindakan nyata.
“Orang-orang bertanya bagaimana kami melihat pengakuan negara kami oleh dunia internasional, dan saya balik bertanya: apakah Gaza harus hancur di atas kepala kami agar hati nurani dunia tergerak?” ujarnya.
“Kalaupun mereka mengakui kami, siapa yang menjamin bahwa negara itu akan benar-benar terwujud? Siapa yang akan membangun kembali rumah kami? Siapa yang akan mengganti mimpi-mimpi yang kami kubur di bawah reruntuhan?” tambah Rana.
Sementara itu, Prancis dijadwalkan bergabung dengan keempat negara Barat tersebut dalam mengakui negara Palestina pada Senin mendatang. Namun di saat bersamaan, militer Israel terus melancarkan ofensifnya di Kota Gaza, dengan sedikitnya 61 warga Palestina dilaporkan tewas dalam 24 jam terakhir.
Di tengah serangan tersebut, Israel juga mendorong upaya aneksasi cepat terhadap wilayah Tepi Barat yang diduduki, yang memicu kecaman luas dari komunitas internasional.