Pemerintah Israel kembali mengancam akan memblokir armada kapal bantuan kemanusiaan yang sedang menuju Jalur Gaza, dengan alasan wilayah tersebut masih berada dalam zona operasi militer. Armada yang diberi nama Global Sumud Flotilla itu membawa bantuan kemanusiaan serta aktivis dari berbagai negara.
Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar menyatakan bahwa negaranya tidak akan mengizinkan kapal memasuki zona konflik. “Tel Aviv tidak akan membiarkan kapal-kapal masuk ke zona operasi tempur,” ujarnya melalui platform media sosial X, Kamis (26/9/2025).
Saar menegaskan bahwa Israel menjalankan “blokade laut yang sah secara hukum”, meskipun klaim ini dibantah sejumlah organisasi hak asasi manusia internasional, termasuk Amnesty International. Organisasi tersebut menyebut blokade terhadap Gaza sebagai bentuk hukuman kolektif yang melanggar hukum internasional.
Israel menyatakan telah menerima proposal dari Pemerintah Italia untuk membongkar muatan bantuan dari armada tersebut di wilayah administrasi Siprus Yunani, sebelum diteruskan ke Gaza melalui jalur yang disetujui.
Namun, menurut Saar, penyelenggara flotilla menolak usulan itu, dan justru menunjukkan tujuan mereka adalah “provokasi dan mendukung Hamas.”
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Italia Guido Crosetto juga mendesak penyelenggara armada untuk menerima rencana pengiriman bantuan melalui administrasi Siprus Yunani dan Patriarkat Latin Yerusalem. Hingga saat ini, penyelenggara flotilla belum menyampaikan tanggapan resmi atas usulan tersebut.
Flotilla ini terdiri dari puluhan kapal dan ratusan peserta internasional, termasuk aktivis iklim asal Swedia, Greta Thunberg. Para aktivis menyatakan bahwa misi mereka bersifat kemanusiaan sekaligus simbolik, dan kehadiran mereka di Gaza menjadi bentuk penolakan terhadap blokade laut Israel yang telah berlangsung selama 19 tahun.
Sejak 2 Maret 2025, Israel menutup seluruh perlintasan masuk ke Gaza, termasuk untuk konvoi bantuan kemanusiaan. Langkah ini memperparah krisis kelaparan yang telah melanda wilayah berpenduduk sekitar 2,4 juta jiwa tersebut. Bantuan yang masuk pun sangat terbatas, dan sebagian dilaporkan dijarah oleh kelompok bersenjata yang dituding otoritas Gaza mendapat perlindungan dari Israel.
Pada Rabu (24/9/2025), penyelenggara flotilla mengklaim bahwa sembilan kapal mereka mengalami sedikitnya 12 ledakan akibat serangan drone. Mereka tidak menyebut pihak yang bertanggung jawab, sementara Israel belum memberikan pernyataan.
Israel diketahui beberapa kali menggagalkan upaya pengiriman bantuan ke Gaza lewat laut. Kapal-kapal seperti al-Dhamir, Madleen, dan Handala sempat dicegat dan para aktivisnya dideportasi awal tahun ini. Namun, ini kali pertama dalam beberapa tahun terakhir, puluhan kapal bergerak bersama dalam upaya terkoordinasi untuk menembus blokade laut ke Gaza.
Sejak Oktober 2023, militer Israel dilaporkan telah menewaskan lebih dari 65.500 warga Palestina di Gaza, mayoritas adalah perempuan dan anak-anak. Serangan yang berlangsung terus-menerus tersebut telah membuat Gaza nyaris tak layak huni, memicu kelaparan, dan menyebarkan berbagai penyakit.