Saturday, October 4, 2025
HomeBeritaPemerintah Gaza: 95 persen warga Gaza kehilangan daya beli

Pemerintah Gaza: 95 persen warga Gaza kehilangan daya beli

Situasi kemanusiaan di Gaza kian memburuk. Kantor Media Pemerintah di Gaza menyatakan bahwa 95 persen warga di wilayah tersebut telah kehilangan daya beli akibat blokade Israel dan kebijakan yang digambarkan sebagai “politik kelaparan sistematis”.

Ismail al-Thawabta, Direktur Jenderal Kantor Media Pemerintah Gaza, mengatakan kepada Al Jazeera Net bahwa kondisi ini mencerminkan skala bencana kemanusiaan yang sedang berlangsung.

Ia menegaskan, lebih dari 725 hari serangan militer Israel menunjukkan bahwa operasi itu bukan demi tujuan keamanan atau militer semata, melainkan bagian dari strategi yang bertujuan mencabut penduduk Palestina dari tanahnya melalui genosida dan pembersihan etnis.

Menurut al-Thawabta, blokade atas bantuan kemanusiaan dan serangan terhadap warga yang berusaha mendapatkannya membuat kebutuhan pokok seperti makanan dan obat-obatan sulit diakses.

“Mendapatkan makanan kini menjadi perjalanan yang penuh bahaya karena tentara Israel menargetkan warga sipil di pusat distribusi maupun di jalan,” ujarnya.

Ia menyebut praktik itu sebagai bentuk penggunaan pangan sebagai senjata perang untuk menundukkan warga sipil.

Al-Thawabta juga menyoroti serangan berulang terhadap fasilitas medis di Gaza.

Menurutnya, rumah sakit dijadikan target militer langsung oleh Israel melalui serangan udara, pencegahan masuknya bahan bakar dan obat-obatan, hingga penyerangan tim medis.

“Ini menghilangkan tempat perlindungan terakhir warga Gaza sekaligus menambah penderitaan korban luka dan pasien,” katanya.

Ia menegaskan bahwa tindakan tersebut merupakan pelanggaran nyata terhadap hukum humaniter internasional dan membantah klaim Israel yang menyebut hanya menyerang sasaran militer.

Krisis pangan dan gizi

Dampak blokade selama hampir dua tahun juga dirasakan dalam kehidupan sehari-hari.

Pasokan kebutuhan pokok makin langka di pasar, dan tingkat ketahanan pangan berada di titik paling rendah.

“Lebih dari 95 persen warga tidak lagi memiliki daya beli, sementara kelaparan dan penyakit meningkat, termasuk kasus gizi buruk akibat terhambatnya bantuan,” ujar al-Thawabta.

Kondisi itu, menurutnya, membuat akses terhadap kebutuhan sederhana seperti roti dan susu bayi berubah menjadi perjuangan yang mengancam nyawa.

Situasi darurat ini juga mendapat sorotan lembaga internasional. Komite Internasional Palang Merah (ICRC) mengumumkan penghentian sementara kegiatannya di Gaza karena eskalasi militer.

Lembaga itu menyebut puluhan ribu warga sipil menghadapi situasi yang “mengerikan”, dengan sistem kesehatan lumpuh dan persediaan pangan kian menipis.

Al-Thawabta menegaskan pentingnya memperkuat persatuan nasional Palestina dan menolak setiap rencana pemindahan penduduk atau penghapusan hak politik bangsa Palestina.

Ia menyerukan agar komunitas internasional segera mendorong gencatan senjata, membuka jalur masuk bantuan secara permanen, dan memberikan perlindungan bagi warga sipil.

Ia juga menekankan perlunya instrumen hukum internasional ditegakkan untuk mengadili para pemimpin Israel atas tuduhan genosida.

“Keraguan dunia internasional hanya akan memperparah bencana kemanusiaan dan pada akhirnya menjadi bentuk keterlibatan dalam kejahatan,” tegasnya.

Sementara itu, Kementerian Kesehatan Gaza pada Kamis (3/10/2025) melaporkan bahwa dalam 24 jam terakhir, rumah sakit di Gaza menerima 77 jenazah dan 222 korban luka.

Dengan demikian, jumlah korban sejak 7 Oktober 2023 telah mencapai lebih dari 66.000 jiwa dan sekitar 169.000 orang terluka.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Terpopuler