Para aktivis yang ditahan setelah kapal Global Sumud Flotilla diserang oleh angkatan laut Israel saat menuju Gaza, melaporkan bahwa mereka mengalami perlakuan buruk selama berada dalam tahanan Israel. Hal ini disampaikan oleh Adalah, Pusat Hukum untuk Hak-Hak Minoritas Arab di Israel, Sabtu (4/10/2025), seperti dikutip Anadolu.
Tim pengacara dari Adalah telah bertemu sekitar 80 peserta misi kemanusiaan tersebut dalam sidang-sidang pengadilan yang membahas penahanan mereka. Organisasi ini menyebut bahwa sekitar 200 sidang digelar pada Kamis malam hingga Jumat pagi secara mendadak, tanpa pemberitahuan kepada tim hukum dan tanpa kehadiran kuasa hukum bagi para tahanan.
Sidang-sidang lanjutan dilaporkan masih berlangsung pada Sabtu di Penjara Ktziot, tempat ratusan peserta flotilla kini ditahan.
Menurut keterangan Adalah, para tahanan melaporkan berbagai bentuk perlakuan yang dianggap kasar dan tidak manusiawi oleh petugas penjara.
Beberapa di antaranya mengaku belum menerima makanan sejak penahanan berlangsung, obat-obatan pribadi mereka ditahan tanpa pengganti, serta tidak mendapat akses air minum bersih. Air yang tersedia disebut tidak aman atau berkualitas buruk.
Sementara itu, Adalah menyatakan belum menerima pemberitahuan resmi mengenai proses deportasi.
Namun, kelompok tersebut mengonfirmasi bahwa sebuah pesawat dari Turki telah diberangkatkan pada Sabtu pagi, membawa 137 aktivis dari berbagai negara termasuk Turki, Italia, Amerika Serikat, Inggris, Kuwait, Aljazair, Tunisia, Maroko, Mauritania, Libya, Yordania, Swiss, Bahrain, dan Malaysia.
Sebagaimana diketahui, pasukan laut Israel menyerang dan menyita kapal-kapal milik Global Sumud Flotilla pada Kamis lalu. Lebih dari 470 aktivis dari lebih 50 negara ditahan dalam insiden tersebut. Flotilla tersebut membawa bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza serta berupaya menantang blokade Israel atas wilayah tersebut.
Israel telah memberlakukan blokade terhadap Gaza—yang dihuni hampir 2,4 juta jiwa—selama hampir 18 tahun.
Sejak Oktober 2023, serangan militer Israel dilaporkan telah menewaskan lebih dari 67.000 warga Palestina di Jalur Gaza, mayoritas di antaranya perempuan dan anak-anak. Wilayah tersebut kini berada dalam kondisi nyaris tak layak huni.