Monday, October 6, 2025
HomeBeritaWarga Gaza ragukan proposal gencatan senjata dari AS

Warga Gaza ragukan proposal gencatan senjata dari AS

Sejumlah media internasional menyoroti sikap warga Gaza terhadap rencana yang diajukan pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk mengakhiri perang di Jalur Gaza.

The Guardian melaporkan, banyak warga Palestina menyambut gagasan tersebut dengan penuh kehati-hatian, mengingat serangan Israel masih terus berlangsung di tengah pembahasan rencana itu.

Menurut laporan surat kabar Inggris tersebut, sejumlah warga menyatakan kekhawatiran bahwa kesepakatan yang tengah digagas bisa menjadi “perangkap baru”.

Pengalaman panjang dalam proses negosiasi sebelumnya, kata mereka, menunjukkan bahwa arah pembicaraan kerap berubah di menit-menit terakhir, biasanya dengan hasil yang tidak berpihak pada rakyat Palestina.

Dalam kesaksian yang dihimpun The Guardian, banyak warga Gaza menilai bahwa rencana tersebut lebih banyak menguntungkan Israel.

Selain itu juga tidak memenuhi tuntutan minimum rakyat Palestina—terutama karena dukungan politik dan militer AS terhadap Tel Aviv masih terus berlanjut.

Meski demikian, sebagian warga tetap melihat secercah harapan. Mereka menilai penghentian sementara serangan udara dan artileri Israel.

Betapapun rapuhnya, setidaknya memberi kesempatan bagi masyarakat Gaza untuk menata kembali hidup dan prioritas mereka setelah berbulan-bulan hidup dalam kehancuran.

Sementara itu, The Independent juga menyoroti dinamika serupa dalam laporannya. Surat kabar Inggris tersebut menyebut banyak keluarga di Gaza mendambakan kabar baik di tengah ketidakpastian mengenai bagaimana kesepakatan itu akan diterjemahkan oleh Hamas dan Israel.

James Elder, juru bicara UNICEF yang bertugas di Gaza bagian selatan, mengatakan kepada The Independent bahwa orang-orang jelas sangat mendambakan gencatan senjata.

“Tapi sejauh ini, kami belum melihat banyak perubahan di lapangan,” katanya.

Ia menambahkan bahwa pada hari sebelumnya, wilayah Gaza masih digempur hebat oleh rudal dan tembakan artileri.

Dari sisi lain, media Israel juga menyoroti dinamika politik di balik upaya AS. Yedioth Ahronoth mengutip sumber-sumber diplomatik yang mengatakan bahwa Presiden Donald Trump bersikeras mengakhiri perang Gaza.

Trump juga ingin menjadikan hasilnya sebagai capaian diplomatik pribadi—bahkan disebut berharap memperoleh Nobel Perdamaian atas perannya.

Laporan itu menambahkan bahwa Trump frustrasi karena tidak mendapat pengakuan yang cukup dalam krisis internasional sebelumnya.

Menurut laporan tersebut, tim negosiasi Trump mengharapkan Israel menunjukkan fleksibilitas dalam perundingan.

Meskipun pemerintah Israel berusaha menggambarkan proses itu seolah sepenuhnya berjalan di bawah ketentuannya sendiri.

Dilema berbahaya

Sementara itu, kolumnis Maariv, Anna Barsky, menulis artikel berjudul “Yerusalem Terbakar dan Persetujuan Hamas Menjadi Krisis Terbesar bagi Netanyahu”.

Ia menilai, Israel kini berada dalam posisi genting.

Setelah Hamas menyatakan persetujuan dan persyarakatan, setiap penolakan dari Israel akan tampak buruk di mata publik internasional.

Barsky menambahkan bahwa di balik layar, situasinya kian rumit.

“Washington sudah lelah dengan perang, dan Trump bertekad menunjukkan hasil cepat di Timur Tengah. Rencana ini, jika berjalan, bisa meruntuhkan pemerintahan Israel saat ini dan melahirkan pemerintahan baru—meski mungkin hanya bertahan singkat,” tulisnya.

Menurutnya, bila Perdana Menteri Benjamin Netanyahu melanjutkan rencana tersebut, ia kemungkinan akan kehilangan dukungan dari mitra koalisinya di kubu kanan, tetapi bisa memperoleh sokongan sementara dari kelompok tengah dan oposisi.

Sebaliknya, jika ia menolak rencana itu, Israel berisiko kehilangan dukungan Washington, Eropa, dan sisa perlindungan politik internasional yang selama ini masih dimilikinya.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Terpopuler