Tuesday, October 7, 2025
HomeBeritaDua tahun genosida: Anak-anak Gaza di ujung maut karena lapar dan penyakit

Dua tahun genosida: Anak-anak Gaza di ujung maut karena lapar dan penyakit

Hari demi hari, selama dua tahun terakhir, cengkeraman blokade Israel terhadap Jalur Gaza kian menyesakkan.

Jalur kehidupan bagi dua juta lebih penduduk Palestina itu diputus perlahan—makanan dan obat-obatan dilarang masuk, rumah sakit kekurangan suplai, dan kamp-kamp pengungsian menjadi tempat tubuh-tubuh kecil menunggu ajal.

Kisah memilukan datang silih berganti. Anak-anak meregang nyawa karena kelaparan, sebagian lainnya terbaring lemah di ranjang pengungsian dengan tubuh ringkih melawan maut.

Selama 2 tahun perang pemusnahan massal yang dilancarkan Israel, penderitaan tak hanya datang dari serangan udara dan peluru. Strategi kelaparan sistematis yang diterapkan menambah panjang daftar korban.

Menurut catatan lembaga kemanusiaan, kebijakan “mencekik lewat perut” itu telah merenggut nyawa 460 warga Palestina, termasuk 154 anak-anak.

Pada 22 Agustus 2025, Integrated Food Security Phase Classification—inisiatif global untuk menilai tingkat kerawanan pangan—secara resmi menyatakan terjadinya kelaparan di Kota Gaza, bagian utara wilayah itu.

Laporan tersebut memperingatkan bahwa kondisi serupa kemungkinan akan menjalar ke Deir al-Balah di bagian tengah dan Khan Younis di selatan.

Inisiatif ini melibatkan 21 organisasi terkemuka dunia, di antaranya FAO, Program Pangan Dunia (WFP), UNICEF, WHO, Oxfam, dan Save the Children.

Dalam beberapa bulan terakhir, WFP berkali-kali memperingatkan bahwa sepertiga penduduk Gaza—sekitar 800 ribu orang—tidak makan selama beberapa hari berturut-turut.

Muhammad: Tubuh kecil yang menangis minta susu

Pada Juli lalu, dunia tersentak oleh foto seorang bocah bernama Muhammad al-Mutawwaq, berusia satu setengah tahun.

Di sebuah tenda pengungsian di barat Gaza, tubuhnya yang tinggal tulang hanya berbobot enam kilogram, tiga kilogram lebih ringan dari seharusnya.

Tulangnya menonjol, tangisnya lemah—sebuah potret telanjang dari kebijakan kelaparan yang disengaja.

Sang ibu, kehabisan persediaan makanan dan susu, hanya bisa memberinya air agar ia berhenti menangis.

Muhammad kini hidup di ambang bahaya. Tubuhnya perlahan menyerah pada kekurangan gizi akut setelah Israel menutup seluruh perbatasan Gaza sejak 2 Maret 2025, melarang masuknya bahan makanan dan bantuan kemanusiaan.

Sementara ribuan truk bantuan menumpuk di perbatasan, Israel hanya mengizinkan sebagian kecil masuk—itu pun sering dijarah oleh kelompok bersenjata yang, menurut otoritas Gaza, beroperasi di bawah perlindungan militer Israel.

Karim: Napas yang tergantung di ujung selang

Karim Muammar, bocah berusia tiga tahun, kini hanya memiliki berat tujuh kilogram. Ia terbaring di ranjang perawatan, bernapas dengan bantuan selang oksigen, tubuhnya lemah tak berdaya akibat kelaparan dan penyakit yang dideritanya di bawah blokade panjang.

Karim mengidap sindrom Fanconi, penyakit langka pada ginjal yang menyebabkan tubuh gagal menyerap zat-zat penting seperti glukosa, fosfat, dan asam amino.

Namun, blokade Israel membuat kondisi itu kian parah—tidak ada obat, tidak ada suplemen.

Kini, tubuh mungilnya menjadi saksi hidup atas kejahatan yang dilakukan lewat kelaparan: tulang menonjol, otot melemah, dan setiap tarikan napas adalah perjuangan untuk tetap hidup.

Usamah: Rangka yang hidup

Usamah ar-Raqab, empat tahun, kini hanya seberat sembilan kilogram—hampir separuh dari berat ideal anak seusianya.

Dalam sebuah video yang tersebar luas, tubuhnya tampak seperti rangka hidup: tulang rusuk menonjol, perut cekung, dan pandangannya kosong.

Rekaman itu mengguncang dunia maya, memperlihatkan betapa dalam jurang kemanusiaan yang kini menelan Gaza.

Di rumah sakit yang kekurangan listrik dan obat, para dokter tak lagi mampu berbuat banyak selain menunggu mukjizat datang.

Misk: Sunyi yang menyakitkan

Di Kota Gaza, Misk Bilal al-Madhoon, enam tahun, kini hidup dalam diam. Ia tidak lagi mampu berbicara, bahkan untuk duduk pun tak kuat.

Tulangnya rapuh, otot-ototnya mengerut. Ia menderita atrofi otak yang diperparah oleh kekurangan gizi.

Tubuh kecil itu, yang dahulu berlari di halaman sekolah, kini hanya mampu terbaring dalam kesunyian panjang—sebuah sunyi yang lahir dari kelaparan, dari dunia yang memilih menutup mata.

Deretan kematian akibat kelaparan

Dalam dua tahun terakhir, daftar korban akibat politik kelaparan Israel di Jalur Gaza terus bertambah.

Dari bayi hingga anak-anak, mereka tewas bukan karena bom atau peluru, melainkan karena perut kosong dan kekurangan gizi yang tak tertangani.

30 Agustus 2025

  • Rania Ghaban, bayi perempuan, meninggal dunia di Rumah Sakit Rantisi akibat gizi buruk dan ketiadaan obat-obatan.

23 Agustus 2025

  • Rasil Abu Mas’ud, berusia dua bulan, wafat di Rumah Sakit Nasser. Sebuah foto yang merekam tubuh mungilnya di lemari pendingin jenazah mengguncang publik, menjadi bukti nyata kebrutalan kelaparan yang menimpa anak-anak Gaza.

22 Agustus 2025

  • Ghadir Barika, bayi berusia lima bulan, kehilangan nyawa karena kekurangan gizi. Ayahnya menuturkan, putrinya meninggal karena tidak ada susu formula, sementara penutupan perbatasan membuat keluarga tak bisa mendapatkan pasokan apa pun.

7 Agustus 2025

  • Ruaa Mashi, dua tahun, mengembuskan napas terakhir di Rumah Sakit Nasser, Khan Younis. Para dokter memastikan penyebab kematiannya: kelaparan.
  • Muhammad Zakaria Asfour, berusia satu tahun empat bulan, juga meninggal di rumah sakit yang sama karena gizi buruk. Foto tubuhnya yang tinggal kulit dan tulang tersebar luas di media sosial, menggugah kemarahan dan duka mendalam.

Mei 2025

  • Ayyah al-Sakafi, seorang ibu muda Palestina, kehilangan bayinya Jinan (4 bulan) di pelukannya. Sang bayi meninggal karena kekurangan gizi dan obat-obatan. Dalam kesaksiannya, Ayyah berkata ia kini hidup dalam ketakutan—bahwa anaknya yang lain bisa menyusul kapan saja jika blokade ini tak kunjung berakhir.
  • Di bulan yang sama, Jinan Saleh al-Sakafi juga meninggal di Rumah Sakit Rantisi akibat gizi buruk dan dehidrasi.
  • Muhammad Mustafa Yasin, bocah empat tahun, dilaporkan meninggal karena kelaparan, menurut keterangan tim Pertahanan Sipil Gaza.

14 Agustus 2024

  • Lina al-Sheikh Khalil, empat tahun, meninggal di wilayah tengah Gaza. Dokter memastikan penyebabnya sama: kekurangan gizi berat.

Juli 2024

  • Hikmat Bdeir, enam tahun, tewas karena gizi buruk di Deir al-Balah, wilayah tengah Jalur Gaza.

Sejak 7 Oktober 2023, Israel melancarkan perang pemusnahan di Jalur Gaza. Selama dua tahun, serangan itu telah menewaskan 67.139 orang dan melukai 169.583 lainnya—sebagian besar perempuan dan anak-anak.

Di luar korban bom dan peluru, politik kelaparan yang disengaja telah menambah jumlah kematian: 460 warga Palestina, termasuk 154 anak, kehilangan nyawa karena lapar, penyakit, dan ketiadaan obat.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Terpopuler