Militer Israel melancarkan serangan udara pada Sabtu (11/10/2025) yang menghantam enam lokasi penyimpanan alat berat di sepanjang Jalan Al-Msayleh, Lebanon selatan. Serangan tersebut menghancurkan lebih dari 300 unit kendaraan berat, demikian dilaporkan media lokal.
Kantor berita resmi Lebanon, National News Agency (NNA), mengutip pernyataan Kementerian Kesehatan, melaporkan bahwa satu warga negara Suriah tewas dalam serangan tersebut. Sementara itu, satu warga Suriah lainnya dan enam warga Lebanon, termasuk dua perempuan, mengalami luka-luka.
Diperkirakan lebih dari 300 kendaraan, termasuk buldoser dan ekskavator, hancur dalam serangan itu. Nilai kerugian ditaksir mencapai ratusan juta dolar AS.
Selain kendaraan, bangunan, tenda, serta sejumlah mobil pribadi yang diparkir di lokasi juga mengalami kerusakan berat.
“Lokasi pameran yang hancur total tersebut merupakan salah satu tempat pamer alat berat terbesar dan paling menonjol di Lebanon,” demikian laporan NNA.
Serangan itu juga menyebabkan kebakaran besar di wilayah sekitar, dan Jalan Al-Msayleh ditutup akibat kerusakan parah.
Militer Israel mengklaim bahwa serangan tersebut menargetkan infrastruktur milik kelompok Hizbullah. Peralatan teknik di lokasi disebut digunakan untuk membangun kembali jaringan infrastruktur militer Hizbullah di kawasan tersebut.
Presiden Lebanon, Joseph Aoun, mengecam serangan tersebut dan menyebutnya sebagai “tindakan agresi terang-terangan”.
“Yang membuat serangan ini serius adalah kenyataan bahwa hal ini terjadi setelah perjanjian gencatan senjata di Gaza,” ujar Aoun. Ia juga memperingatkan kemungkinan upaya Israel untuk memperluas konflik ke wilayah Lebanon.
Secara terpisah, NNA melaporkan bahwa pesawat nirawak Israel (drone) terlihat terbang di atas ibu kota Lebanon, Beirut, serta wilayah pinggiran selatan sejak Sabtu pagi.
Salah satu drone dilaporkan menargetkan sebuah mobil di dekat sekolah di lingkungan Al-Tabbaleh, kota Qalaouiyeh, menewaskan satu orang.
Gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah dicapai pada November 2024, setelah satu tahun eskalasi konflik lintas perbatasan yang dimulai sejak Oktober 2023. Ketegangan memuncak menjadi ofensif militer skala penuh oleh Israel pada September 2024, yang menyebabkan lebih dari 4.000 orang tewas dan sekitar 17.000 lainnya luka-luka.
Berdasarkan kesepakatan gencatan senjata, Israel seharusnya telah sepenuhnya menarik pasukannya dari Lebanon selatan paling lambat Januari 2025. Namun hingga kini, pasukan Israel masih mempertahankan kehadiran militer di lima pos perbatasan.