Lebih dari setengah juta orang turun ke jalan di pusat Kota London pada Sabtu (11/10/2025), menuntut perdamaian yang berkelanjutan di Jalur Gaza. Aksi massa ini digelar sehari setelah kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas mulai berlaku, lansir Middle East Eye.
Menurut penyelenggara, Palestine Solidarity Campaign (PSC), aksi ini diikuti lebih dari 600.000 peserta. Aksi juga didukung oleh sejumlah organisasi lainnya, seperti Muslim Association of Britain, Friends of Al Aqsa, dan Palestinian Forum in Britain.
Direktur PSC, Ben Jamal, menyatakan bahwa rencana perdamaian yang ditawarkan Presiden AS Donald Trump bukan solusi untuk perdamaian abadi, karena tidak menyentuh akar persoalan kekerasan di wilayah tersebut.
“Demonstrasi akan terus berlanjut hingga rakyat Palestina benar-benar merdeka,” ujarnya.
Pemerintah Inggris Pertimbangkan Pembatasan Aksi
Menteri Dalam Negeri Inggris, Shabana Mahmood, mengumumkan akan memberlakukan langkah-langkah baru untuk membatasi unjuk rasa, dengan alasan aksi-aksi tersebut menimbulkan rasa takut di komunitas Yahudi.
Perdana Menteri Inggris Keir Starmer juga menyatakan bahwa pemerintah tengah mempertimbangkan tindakan hukum terhadap sejumlah slogan yang digunakan dalam aksi pro-Palestina.
Sabtu kemarin menjadi aksi nasional ke-32 yang digelar sejak kampanye militer Israel dimulai pada Oktober 2023. Massa membawa bendera Palestina, spanduk yang menuntut diakhirinya penjualan senjata Inggris ke Israel, serta berbagai poster menuntut akuntabilitas.
Aksi ini berlangsung sehari setelah gencatan senjata yang dimediasi oleh Amerika Serikat mulai berlaku, mengakhiri lebih dari dua tahun pemboman yang menewaskan lebih dari 67.000 warga Palestina, menurut laporan resmi.
Komisi Penyelidikan Independen PBB untuk Wilayah Pendudukan Palestina sebelumnya menyatakan bahwa Israel telah melakukan genosida terhadap rakyat Palestina di Jalur Gaza.
Meski telah diumumkan, gencatan senjata belum sepenuhnya menghentikan kekerasan. Kementerian Kesehatan Palestina mencatat bahwa dalam 24 jam terakhir, sedikitnya 17 warga Palestina tewas dan 71 lainnya luka-luka akibat serangan yang masih berlangsung.
Pasukan Israel juga dikabarkan masih melakukan penembakan artileri dan serangan udara di beberapa wilayah Gaza, termasuk Kota Gaza dan Khan Younis.
Sebagai bagian dari perjanjian, Israel akan mundur ke garis demarkasi yang telah ditentukan, dan Hamas akan menyerahkan sekitar 20 sandera yang masih hidup serta jenazah 25 orang lainnya. Pemerintah Israel juga merilis daftar 250 tahanan Palestina yang akan dibebaskan.
Dari jumlah tersebut, 100 orang akan dipulangkan ke Tepi Barat dan lima lainnya ke Yerusalem, menurut laporan Radio Angkatan Darat Israel.
Militer AS mengonfirmasi bahwa Israel telah menyelesaikan tahap pertama dari penarikan pasukan pada Sabtu.
Sementara itu, PBB menyatakan bahwa 170.000 ton bantuan kemanusiaan telah disiapkan di negara-negara tetangga seperti Yordania dan Mesir, dan saat ini masih menunggu izin dari otoritas Israel untuk mendistribusikannya.
UNICEF meminta agar seluruh jalur perbatasan ke Gaza segera dibuka, mengingat anak-anak di wilayah tersebut telah lama hidup tanpa akses makanan dan kebutuhan dasar lainnya.
Badan Pertahanan Sipil Gaza menyebutkan bahwa sekitar 500.000 warga Palestina yang mengungsi telah kembali ke Kota Gaza sejak gencatan senjata diberlakukan. Namun, banyak dari mereka kini tinggal di tenda-tenda darurat di atas puing-puing rumah yang hancur.
“Masih ada sekitar 9.500 orang yang hilang di bawah reruntuhan,” kata juru bicara pertahanan sipil, seraya menambahkan bahwa sekitar 155 jenazah telah ditemukan dalam proses pencarian sejak Jumat.
Diperkirakan 700.000 warga sebelumnya terpaksa meninggalkan Gaza utara akibat pemboman besar-besaran yang dilakukan Israel selama dua tahun terakhir.
Pemerintah Gaza mendesak dilakukannya penyelidikan internasional atas kejahatan perang, dan menyerukan pertanggungjawaban hukum bagi para pemimpin Israel.
“Kami meminta komunitas internasional, Perserikatan Bangsa-Bangsa, organisasi hukum internasional, serta Mahkamah Pidana Internasional (ICC) untuk tidak memberikan kekebalan hukum dan politik terhadap para pelaku kejahatan,” demikian pernyataan Kantor Media Pemerintah Gaza.
Mereka juga menyerukan pembentukan komite internasional independen untuk menyelidiki tuduhan genosida, serta menjamin pemulangan dan kompensasi bagi seluruh pengungsi.