Friday, October 17, 2025
HomeBeritaDokter Gaza bebas: Kami dibiarkan di tengah dingin tanpa selimut

Dokter Gaza bebas: Kami dibiarkan di tengah dingin tanpa selimut

Setelah hampir 2 tahun ditahan di penjara Israel, dr. Ahmad Mahna, Direktur Rumah Sakit Al-‘Audah di Jalur Gaza bagian utara, akhirnya dibebaskan dalam kesepakatan pertukaran tahanan yang baru-baru ini dicapai antara pihak perlawanan Palestina dan Israel.

Dalam kesaksiannya kepada Al Jazeera, dr. Mahna mengisahkan secara rinci pengalaman penangkapannya yang keras dan perlakuan tidak manusiawi yang dialaminya saat ia tengah menjalankan tugas kemanusiaan.

Peristiwa itu terjadi pada 16 Desember 2023, ketika satuan militer Israel mendatangi Rumah Sakit Al-‘Audah.

Sebagai direktur, dr. Mahna diminta menyerahkan daftar seluruh orang yang berada di dalam rumah sakit.

Ia menyampaikan bahwa di sana terdapat 45 anak-anak, 18 ibu yang baru melahirkan, serta 78 tenaga medis, termasuk dokter dan perawat.

Namun, setelah menyerahkan data tersebut, ia justru ditahan oleh pasukan Israel di sebuah rumah dekat rumah sakit yang dijadikan posisi pertahanan militer.

Kedua matanya ditutup dan tangannya diborgol, sementara ia ditahan selama hampir 12 jam tanpa penjelasan apa pun.

Keesokan harinya, sekitar 50 tentara Israel membawanya kembali ke rumah sakit dengan kawalan kendaraan lapis baja dan tank. Mereka memerintahkannya agar seluruh tenaga medis keluar dari gedung.

Menurut kesaksian dr. Mahna, para tentara memaksa staf medis dan para pendamping pasien untuk menanggalkan pakaian mereka di tengah udara dingin.

Sementara para pasien yang masih bisa berjalan juga dikeluarkan dan diinterogasi di halaman rumah sakit selama delapan jam penuh.

“Saya meminta izin kepada salah satu perwira agar diizinkan membawa selimut bagi pasien lansia dan yang lemah, tetapi dia menolak,” ujarnya.

Usai pemeriksaan itu, pasukan Israel menangkap tiga tenaga medis dan dua pasien tanpa memberikan alasan jelas.

Meski diberi tahu bahwa penyelidikan telah selesai, dr. Mahna mengatakan dirinya kemudian digiring bersama sejumlah tahanan lain ke wilayah Israel, dengan tangan terikat dan mata tertutup.

“Selama 20 hari penuh, kami tidak tahu di mana kami berada,” kisahnya.

Dalam periode itu, ia menjalani interogasi panjang dengan tuduhan-tuduhan yang ia sebut “aneh dan berat”.

“Apakah kalian mengobati tentara Israel yang tertawan? Apakah kalian menyembunyikan jenazah mereka? Apakah ada pejuang bersenjata di dalam rumah sakit?” katanya.

Interogasi berlangsung keras dan disertai ancaman, yang menurutnya merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap hukum humaniter internasional.

dr. Mahna mengaku heran dengan tuduhan-tuduhan tersebut, sebab tentara Israel telah menyita seluruh kamera pengawas rumah sakit dan mengetahui secara detail siapa saja pasien dan tenaga medis yang berada di sana sejak 7 Oktober 2023.

Ia menambahkan, setelah sesi interogasi, dirinya dan para tahanan lain dibawa ke lokasi terbuka.

Mereka dibiarkan di alam terbuka tanpa selimut atau alas tidur, di tengah udara dingin yang menusuk.

“Kami hanya bisa saling berdekapan untuk menahan dingin,” katanya lirih.

Kisah dr. Ahmad Mahna menjadi satu dari sekian banyak potret penderitaan para tenaga medis di Gaza yang menjalankan tugas kemanusiaan di tengah perang, namun justru menjadi sasaran penangkapan dan kekerasan.

“Saya hanya ingin menolong orang, tetapi kemanusiaan kami seakan tak diakui,” ujarnya menutup kesaksiannya.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Terpopuler