Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan akan memutuskan apakah ia akan mendorong Israel membebaskan tokoh politik Palestina yang dipenjara, Marwan Barghouti. Trump juga menyampaikan rencananya untuk mengunjungi Jalur Gaza dalam waktu dekat.
Dua hal itu diungkapkan Trump dalam wawancara luas dengan majalah TIME yang diterbitkan Kamis, di mana ia membahas gencatan senjata di Gaza serta langkah lanjutan pemerintahannya di kawasan Timur Tengah.
Wawancara tersebut muncul di tengah upaya Trump merayakan keberhasilannya menengahi gencatan senjata rapuh di Gaza. Kesepakatan tersebut diwarnai sejumlah pelanggaran, termasuk penolakan Israel membuka perbatasan Rafah serta serangan udara ke wilayah Gaza.
Sementara itu, Hamas belum melucuti senjata, dan pasukan penjaga perdamaian internasional dari negara-negara Arab dan Muslim juga belum dikerahkan, meskipun hal itu tercantum dalam rencana 20 poin Trump untuk Gaza.
Trump sebelumnya telah mengunjungi Israel dan Mesir untuk menandai tercapainya gencatan senjata. Dalam wawancara dengan TIME, ia kembali menegaskan perannya sebagai pihak yang berhasil “menghentikan perang”.
“(Perdana Menteri Israel Benjamin) Netanyahu akan terus melanjutkan perang itu. Bisa berlangsung bertahun-tahun. Tapi saya menghentikannya, dan semua pihak bersatu setelah itu,” kata Trump.
Trump juga menyebut bahwa keputusannya ikut mengebom fasilitas nuklir Iran pada Juni lalu, bersama Israel, menjadi katalis tercapainya kesepakatan di Gaza.
“Sebelumnya tidak mungkin ada kesepakatan seperti ini,” ujarnya. “Tidak ada presiden yang berani melakukannya, dan saya melakukannya. Dengan itu, Timur Tengah menjadi berbeda.”
Meskipun gencatan senjata baru berumur kurang dari sebulan, Trump telah mengirim sejumlah utusan ke Israel untuk menjaga stabilitasnya. Utusan khusus Steve Witkoff dan menantunya, Jared Kushner, mengunjungi Israel awal pekan ini. Wakil Presiden JD Vance, yang kini mengambil peran lebih aktif dalam isu tersebut, juga berada di Israel pada Rabu dan Kamis, disusul Menteri Luar Negeri Marco Rubio pada Kamis.
Soal Rencana Aneksasi Tepi Barat
Dalam kunjungannya, Vance mengecam langkah parlemen Israel (Knesset) yang mengesahkan dua rancangan undang-undang untuk mencaplok wilayah Tepi Barat.
“Itu tindakan politik yang sangat tidak bijak,” kata Vance. “Kebijakan pemerintahan Trump adalah menolak aneksasi Tepi Barat.”
Trump sendiri menegaskan kembali komitmennya menolak aneksasi tersebut.
“Itu tidak akan terjadi karena saya sudah berjanji kepada negara-negara Arab,” ujarnya. “Israel akan kehilangan seluruh dukungan Amerika Serikat jika itu dilakukan.”
Masa Depan Kepemimpinan Palestina
Trump juga menyinggung soal masa depan kepemimpinan Palestina. Ia menilai Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas sudah tidak layak memimpin Gaza pascaperang.
“Mereka tidak punya pemimpin sekarang. Dan tampaknya memang tidak ingin punya, karena setiap pemimpin di sana akhirnya dibunuh. Itu bukan pekerjaan yang menarik,” kata Trump.
Trump mengonfirmasi bahwa ia sedang mempertimbangkan pembebasan Marwan Barghouti, yang menurut banyak pihak bisa menjadi figur pemersatu Palestina. Barghouti, tokoh Fatah dan mantan wakil Yasser Arafat, telah dipenjara di Israel sejak 2002 dan menjalani hukuman lima kali seumur hidup karena dituduh terlibat dalam serangan selama Intifada Kedua.
Menurut laporan Middle East Eye, nama Barghouti sempat dimasukkan dalam daftar tahanan yang akan dibebaskan pada tahap pertama gencatan senjata Gaza, namun dicoret sepihak oleh kantor perdana menteri Israel.
“Saya baru saja ditanya soal itu sekitar 15 menit sebelum Anda menelepon,” kata Trump kepada TIME. “Saya akan segera mengambil keputusan.”
Fokus ke Arab Saudi
Trump juga mengatakan berencana mengunjungi Gaza — langkah yang, bila terlaksana, akan menjadikannya presiden AS pertama yang datang ke wilayah tersebut. Namun, ia menegaskan bahwa fokus utamanya kini adalah Arab Saudi.
Trump menganggap kesepakatan Abraham Accords 2020 sebagai salah satu pencapaian utama masa pemerintahannya, dan berupaya keras agar Riyadh bergabung dalam perjanjian tersebut. Namun, Putra Mahkota Mohammed bin Salman menolak normalisasi dengan Israel selama serangan ke Gaza masih berlangsung, serta menuntut langkah nyata menuju pembentukan negara Palestina sebagai prasyarat.
Meski demikian, Trump menyatakan optimisme bahwa Saudi akan bergabung sebelum akhir 2025.
“Saya pikir Arab Saudi akan menjadi pihak yang memimpin,” ujarnya. “Kita sudah tidak punya ancaman Iran. Tidak ada ancaman lagi. Kita punya perdamaian di Timur Tengah.”


