Wednesday, October 29, 2025
HomeBeritaMilisi RSF kuasai El-Fasher, PBB peringatkan pembantaian di Sudan

Milisi RSF kuasai El-Fasher, PBB peringatkan pembantaian di Sudan

Militer Sudan mengakui pada Senin (27/10/2025) bahwa mereka telah menarik pasukan dari kota strategis El-Fasher di wilayah Darfur Barat. Langkah itu diambil setelah kelompok paramiliter Rapid Support Forces (RSF) mengklaim telah menguasai kota tersebut.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyampaikan peringatan keras atas laporan dugaan kekejaman dan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh kelompok milisi itu terhadap warga sipil.

“Kami telah sepakat untuk menarik pasukan dari El-Fasher ke lokasi yang lebih aman,” kata Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, panglima angkatan bersenjata sekaligus penguasa de facto Sudan, dalam pidato yang disiarkan televisi nasional. Ia juga berjanji akan “melanjutkan perjuangan sampai tanah ini disucikan.”

Keberhasilan RSF menguasai El-Fasher menandai titik penting dalam perang saudara yang telah berlangsung lebih dari dua tahun. Sejak konflik meletus pada April 2023, puluhan ribu orang tewas dan hampir 12 juta warga terpaksa mengungsi.

Dengan jatuhnya El-Fasher, RSF kini menguasai seluruh lima ibu kota negara bagian di wilayah Darfur, memperkuat kendali administratif paralel mereka yang berpusat di Nyala, ibu kota Darfur Selatan.

Sementara itu, pasukan pemerintah kini hanya menguasai wilayah di bagian utara, timur, dan tengah Sudan. Para pengamat menilai kondisi ini menimbulkan kekhawatiran bahwa negara tersebut berisiko terpecah.

“Ini merupakan eskalasi serius dalam konflik,” kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menanggapi pertanyaan AFP. “Tingkat penderitaan yang terjadi di Sudan saat ini sungguh tak tertahankan.”

Kepala Komisi HAM PBB, Volker Turk, memperingatkan meningkatnya risiko “pelanggaran dan kekejaman bermotif etnis” di El-Fasher.

Laporan Eksekusi Singkat dan Pembunuhan Massal

Kantor HAM PBB menyebut telah menerima banyak laporan mengkhawatirkan terkait dugaan kejahatan yang dilakukan RSF, termasuk eksekusi di tempat terhadap warga sipil yang mencoba melarikan diri.

Beberapa laporan juga menunjukkan adanya motif etnis dalam pembunuhan tersebut. Sejumlah video yang diverifikasi AFP memperlihatkan puluhan pria tak bersenjata ditembak dari jarak dekat oleh anggota RSF yang menuduh mereka sebagai tentara pemerintah.

Dalam salah satu rekaman yang diunggah aktivis lokal, terlihat seorang pejuang yang dikenal karena sering mengeksekusi warga sipil menembak sekelompok orang tak bersenjata yang duduk di tanah.

Sementara itu, rekaman lain yang dibagikan aktivis pro-demokrasi menunjukkan puluhan jenazah tergeletak di dekat kendaraan yang hangus terbakar.

Kondisi di lapangan sulit diverifikasi karena akses komunikasi di El-Fasher diputus. Serikat Jurnalis Sudan menyatakan khawatir atas keselamatan jurnalis di kota itu dan melaporkan bahwa wartawan independen Muammar Ibrahim telah ditahan oleh RSF sejak Minggu (26/10/2025).

Rumah Sakit Diserang, Tenaga Medis Jadi Korban

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengecam keras serangan terhadap satu-satunya rumah sakit yang masih beroperasi sebagian di El-Fasher.

“Menurut laporan, seorang perawat tewas dan tiga tenaga medis lainnya terluka,” tulis Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus di platform X.

Gubernur Darfur yang berpihak pada tentara menyerukan perlindungan bagi warga sipil dan menuntut adanya penyelidikan independen atas pelanggaran dan pembantaian yang dilakukan oleh milisi “di luar pandangan publik.”

Eksodus Baru dan Krisis Kemanusiaan Terburuk di Dunia

Menurut data PBB, lebih dari satu juta orang telah melarikan diri dari El-Fasher sejak perang dimulai, sementara sekitar 260.000 warga—setengahnya anak-anak—masih terjebak di dalam kota tanpa bantuan kemanusiaan.

Banyak di antara mereka terpaksa memakan pakan ternak untuk bertahan hidup.

Badan Migrasi Internasional (IOM) melaporkan sedikitnya 26.000 orang mengungsi sejak Minggu, sebagian menuju pinggiran kota dan lainnya ke kota Tawila, sekitar 70 kilometer di barat El-Fasher.

Organisasi Dokter Lintas Batas (MSF) menyebut rumah sakit di Tawila kewalahan menampung gelombang korban luka dari El-Fasher. “Sejak Minggu malam, 130 orang dirawat, termasuk 15 dalam kondisi kritis,” demikian pernyataan MSF.

Sementara RSF mengklaim tengah melakukan “operasi penyisiran dan pembersihan” untuk menumpas kelompok teroris dan tentara bayaran, mereka juga menyatakan telah menurunkan tim untuk “melindungi warga sipil” dan “mengamankan jalan-jalan kota”.

Namun, kelompok Emergency Lawyers yang memantau pelanggaran HAM di Sudan menuduh milisi tersebut menutup mata terhadap tindakan anggotanya yang melakukan eksekusi massal terhadap warga sipil dan tahanan, dan menyebut praktik itu sebagai kejahatan perang sistematis.

Ancaman Perpecahan dan Kehancuran Sudan

Bulan lalu, PBB telah memperingatkan potensi terjadinya pembantaian terhadap komunitas non-Arab di El-Fasher, serupa dengan insiden yang terjadi setelah RSF menguasai kamp pengungsi Zamzam pada April lalu.

Kini, memasuki tahun ketiganya, perang di Sudan telah berkembang menjadi krisis pengungsian dan kelaparan terbesar di dunia, menurut PBB.

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Kandidat PhD bidang Hubungan Internasional Universitas Sains Malaysia. Peneliti Asia Middle East Center for Research and Dialogue
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Terpopuler