Anggota Biro Politik Hamas, Suhail al-Hindi, menegaskan bahwa pihaknya tidak memiliki kepentingan apa pun untuk menyembunyikan atau menunda penyerahan jenazah tawanan Israel.
Dalam wawancaranya dengan Al Jazeera, Selasa (29/10), ia menekankan bahwa Hamas berkomitmen penuh terhadap perjanjian gencatan senjata dan pertukaran tawanan yang sedang berlangsung.
Menurut al-Hindi, pihak perlawanan telah berupaya maksimal untuk mengevakuasi jenazah para tawanan Israel yang tewas, namun keterlambatan dalam mengevakuasi sisanya disebabkan oleh penolakan otoritas Israel sendiri.
Hamas, katanya, tengah menunggu izin resmi Israel agar tim pencari dapat memasuki Kota Rafah di selatan Jalur Gaza untuk menemukan sisa jenazah.
Ia mengungkapkan pula bahwa Israel menolak permintaan untuk mengizinkan tim pencarian masuk ke “zona merah”.
Wilayah yang masih berada di bawah kontrol militer Israel, guna mencari jenazah tawanan yang belum ditemukan.
Al-Hindi menegaskan bahwa Hamas tetap berkomitmen secara jujur dan penuh tanggung jawab terhadap isi perjanjian.
Hamas juga menyerukan kepada para mediator dalam Perjanjian Sharm el-Sheikh untuk menekan Israel agar mempermudah proses evakuasi jenazah yang tersisa.
“Kami menuntut agar musuh memfasilitasi pencarian jenazah para tawanannya sendiri,” ujarnya.
Sejauh ini, Hamas telah menyerahkan 16 dari total 28 jenazah tawanan yang diminta Israel.
Termasuk di antaranya 10 warga Israel yang ditawan dalam serangan 7 Oktober 2023, satu warga Israel yang hilang sejak 2014, serta dua pekerja asing asal Thailand dan Tanzania.
Sumber dari kelompok perlawanan juga mengonfirmasi kepada Al Jazeera bahwa jenazah tawanan Israel bernama Amiram Cooper ditemukan di sebuah terowongan di utara Khan Younis, dan dijadwalkan akan diserahkan pada Selasa malam melalui Palang Merah.
Penyerahan jenazah tawanan sebelumnya telah memicu reaksi keras dari dua menteri garis keras Israel, Itamar Ben-Gvir dan Bezalel Smotrich, yang menuding Hamas melanggar kesepakatan gencatan senjata.
Sementara itu, kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menuduh Hamas melanggar perjanjian setelah jenazah seorang warga Israel lainnya diserahkan pada malam sebelumnya melalui Palang Merah di Kota Gaza.
Menanggapi perkembangan ini, surat kabar Maariv melaporkan bahwa pemerintah Israel, setelah melakukan konsultasi internal, memutuskan untuk menjatuhkan sanksi baru terhadap Hamas dan menyiapkan respons militer atas dugaan pelanggaran gencatan senjata.
Perjanjian gencatan senjata dan pertukaran tawanan mulai berlaku sejak 10 Oktober lalu, yang dalam tahap pertamanya mencakup pembebasan 20 tawanan Israel hidup-hidup serta penyerahan sebagian besar jenazah tawanan yang tewas di Jalur Gaza.

