Friday, December 5, 2025
HomeBeritaRubio klaim Amerika Serikat tidak berniat mengelola Gaza

Rubio klaim Amerika Serikat tidak berniat mengelola Gaza

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Marco Rubio, menegaskan bahwa Washington tidak memiliki keinginan untuk mengelola Jalur Gaza.

Menurut dia, kesepakatan yang tengah dibangun bertumpu pada penyerahan pengelolaan Gaza kepada entitas Palestina sipil, suatu proses yang disebutnya membutuhkan waktu.

“Izrael tidak ingin memerintah Gaza, kami tidak ingin memerintah Gaza, dan tidak ada negara di Timur Tengah yang ingin memerintah Gaza,” ujar Rubio.

Ia menekankan bahwa proses membangun kapasitas pemerintahan Palestina sipil memerlukan fase transisi, dan pada periode itu keamanan harus terjamin.

Rubio juga menyatakan optimismenya bahwa Dewan Keamanan PBB akan mengeluarkan resolusi terkait Gaza yang mendukung penyebaran kekuatan keamanan internasional.

Berbicara kepada wartawan seusai pertemuan para menteri luar negeri G7 di Kanada, ia mengatakan bahwa pihaknya cukup optimistis.

“Kami menilai progres penyusunan resolusi berjalan baik, dan berharap dapat segera mengambil langkah konkret,” katanya.

Washington, menurut Rubio, tengah berdialog dengan sejumlah negara mengenai cara menyeimbangkan kepentingan mereka dan merancang kerangka yang melampaui sekadar kehadiran kekuatan keamanan.

Rencana dan pembicaraan internasional

Kekuatan multinasional yang tengah dipertimbangkan—yang kemungkinan melibatkan pasukan dari Mesir, Qatar, Turkiye, dan Uni Emirat Arab—merupakan bagian dari rencana Presiden Donald Trump untuk menghentikan perang di Gaza.

Pekan lalu, AS mulai mengedarkan rancangan resolusi yang akan memantau pelaksanaan gencatan senjata di Gaza, suatu langkah yang didorong langsung oleh Presiden Trump.

Menurut Rubio, kehadiran pasukan internasional di Gaza menjadi elemen penting untuk memperbesar akses bantuan kemanusiaan sekaligus mengikis pengaruh Hamas.

“Jika Anda benar-benar ingin melihat perbaikan signifikan, bukan hanya di sektor kemanusiaan, tetapi juga dalam pembangunan kembali, maka keamanan adalah syaratnya,” kata Rubio.

Seorang pejabat AS mengatakan kepada Al Jazeera bahwa para penasihat Presiden Trump mencatat perkembangan dalam pembicaraan mengenai masa depan para pejuang Hamas di Rafah.

Menurut pejabat tersebut, pemerintah AS sedang mempromosikan formula kompromi yang dapat diterima para pihak.

Ia menambahkan bahwa upaya menemukan dan memulangkan jenazah warga Israel yang masih hilang terus dilakukan.

Sebuah komponen yang dinilai penting dalam menjaga kelangsungan gencatan senjata.

Pejabat itu juga menggambarkan kondisi Gaza sebagai “sangat rapuh”, sementara AS dan mitra internasional terus berupaya menjaga keberlanjutan jalur menuju rencana perdamaian.

Menurut pejabat itu, AS tidak berencana membangun pangkalan militer Amerika di dekat Gaza.

Washington, lanjutnya, lebih mempertimbangkan kemungkinan pembangunan pangkalan di Israel bagian selatan untuk menampung pasukan stabilisasi internasional.

Gencatan senjata dan rintangan di lapangan

Fase pertama gencatan senjata yang dicapai bulan lalu melalui mediasi internasional membuat seluruh Kota Rafah berada di belakang apa yang disebut “garis kuning”, yakni area yang kini berada di bawah kendali penuh militer Israel.

Kawasan itu mencakup sejumlah titik yang masih memiliki jaringan terowongan aktif.

Israel memperkirakan terdapat sekitar 150 hingga 200 pejuang Hamas yang masih berada di wilayah tersebut.

Isu mengenai para pejuang yang terjebak itu muncul kembali pada tanggal 19 dan 29 bulan lalu, menyusul dua “insiden keamanan” yang menewaskan tiga tentara Israel.

Militer Israel kemudian merespons dengan serangkaian serangan udara besar-besaran ke berbagai bagian Gaza, yang menewaskan dan melukai sekitar 300 warga Palestina.

Merespons perkembangan itu, sejumlah pejabat Israel menyatakan bahwa para pejuang Hamas hanya memiliki dua pilihan: menyerah atau mati.

Posisi keras ini turut menyebabkan keterlambatan penyerahan jenazah tentara Israel pada beberapa kesempatan.

Di sisi lain, Hamas menyampaikan kepada para mediator bahwa mereka bersedia mengevakuasi para pejuangnya dari Rafah.

“Penyerahan diri tidak ada dalam kamus kami,” ungkapnya.

Hamas memperingatkan bahwa setiap upaya Israel untuk menyerbu lokasi-lokasi persembunyian para pejuang akan memicu eskalasi baru.

Dalam perkembangan lain, laporan media menyebut ada upaya AS untuk meredakan ketegangan mengenai para pejuang di Rafah.

Menurut lembaga penyiaran Israel, utusan AS Jared Kushner meminta pemerintah Israel mempertimbangkan memberi izin bagi para pejuang tersebut untuk berpindah menuju wilayah yang masih berada di bawah kendali Hamas di Gaza.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Terpopuler