Delegasi dari Hamas dijadwalkan tiba di Kairo, Mesir, pada Minggu ini untuk melanjutkan pembahasan terkait implementasi perjanjian gencatan senjata di Jalur Gaza.
Kunjungan ini berlangsung di tengah meningkatnya pelanggaran yang dilakukan Israel, yang terbaru berupa serangan pada Sabtu lalu yang menewaskan 24 warga Palestina.
Seorang pemimpin Hamas mengatakan kepada Al Jazeera Net bahwa delegasi tersebut akan dipimpin oleh Dr. Khalil al-Hayya, kepala Hamas di Gaza sekaligus penanggung jawab berkas perundingan.
Ia menegaskan bahwa isu utama yang akan dibawa ke meja dialog adalah pelanggaran Israel yang terus terjadi sejak gencatan senjata berlaku pada 10 Oktober, di bawah mediasi Qatar, Mesir, dan Turki.
Menurut sumber tersebut, pihak Hamas mencatat 497 pelanggaran sejak awal gencatan senjata, yang menyebabkan 342 warga Palestina gugur.
Delegasi akan membahas langkah konkret untuk mencegah eskalasi baru dan menuntut komitmen Israel menjalankan ketentuan perjanjian tahap pertama, yang dinilai belum dipatuhi.
Hamas menyoroti bahwa pemerintah Israel belum membuka kembali Perbatasan Rafah untuk pergerakan warga maupun barang, sekaligus menghambat masuknya bantuan kemanusiaan sebagaimana diatur dalam protokol kemanusiaan perjanjian.
Saat yang sama, militer Israel disebut terus menembus “garis kuning”—batas operasi yang seharusnya tidak dilampaui—serta melakukan penghancuran bangunan-bangunan sipil di wilayah yang berada dalam kontrolnya.
Delegasi Hamas juga akan meminta penjelasan lebih rinci dari mediator Mesir mengenai konsekuensi Resolusi Dewan Keamanan PBB 2803, yang berkaitan dengan rencana Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, untuk mengakhiri perang di Gaza.
Resolusi tersebut diadopsi pada 17 November dan memunculkan sejumlah pertanyaan mengenai implementasi dan dampaknya pada dinamika di lapangan.
Selain isu-isu gencatan senjata, pembahasan di Kairo juga akan mencakup perkembangan upaya menyusun ulang kepemimpinan internal Palestina.
Menurut sumber Hamas, proses ini berjalan lambat akibat minimnya respons dari pihak Otoritas Palestina terhadap berbagai usulan Mesir untuk memperbaiki struktur kepemimpinan nasional.
Mesir sebelumnya mengajukan pembentukan Komite Dukungan Masyarakat yang terdiri atas teknokrat Palestina, untuk mengelola urusan sipil di Gaza.
Gagasan ini muncul awal tahun lalu, namun sejauh ini belum mendapatkan tindak lanjut internal yang memadai.
Dengan meningkatnya ketidakpastian di lapangan, pertemuan Kairo dipandang sebagai salah satu upaya krusial untuk menahan laju eskalasi dan memastikan bahwa perjanjian gencatan senjata tidak terus tergerus oleh dinamika militer di lapangan.


