Partai-partai Arab di Israel menyatakan kemarahan mereka setelah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengisyaratkan niat untuk melarang Gerakan Islam Selatan.
Sebuah langkah yang dinilai dapat berdampak besar pada representasi politik warga Arab di Knesset menjelang pemilu Oktober 2026.
Dalam pernyataan terpisah, partai-partai Arab menilai bahwa komentar Netanyahu tidak sekadar retorika politik.
Melainkan upaya menekan kehadiran politik Arab di Israel, pada saat berbagai faksi Arab tengah berupaya menyatukan barisan menghadapi pemilihan umum mendatang.
Warga Arab Palestina membentuk lebih dari 20 persen dari populasi Israel yang mencapai sekitar 10 juta jiwa.
Pada November 2015, pemerintah Israel melarang Gerakan Islam Utara yang dipimpin Sheikh Raed Salah dengan dalih aktivitas yang dianggap menghasut.
Adapun Gerakan Islam Selatan, atau yang dikenal sebagai Ra’am (Daftar Arab Bersatu), tetap mengikuti pemilu dan pada 2022 bahkan ikut membentuk koalisi pemerintahan di bawah Naftali Bennett dan Yair Lapid.
Pernyataan terbaru Netanyahu muncul pada Minggu. Dalam komentarnya, ia memuji mantan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump atas rencananya melarang Ikhwanul Muslimin dan menetapkannya sebagai organisasi teroris.
Netanyahu mengeklaim bahwa Ikhwanul Muslimin “mengancam stabilitas kawasan”, dan bahwa Israel telah “melarang sebagian” dari jaringan tersebut—yang dipahami banyak pihak sebagai sinyal pelarangan Gerakan Islam Selatan.
Ketua Ra’am, Mansour Abbas, mengatakan kepada media Israel Ynet bahwa pihaknya sedang mengkaji implikasi politik dan hukum dari sinyal tersebut sebelum menentukan sikap resmi.
“Daftar Arab untuk Perubahan” yang dipimpin Ahmad Tibi menyebut pernyataan Netanyahu sebagai isyarat berbahaya.
Selain itu juga memperingatkan bahwa Netanyahu bersama Kepala Shin Bet David Zini dapat melanjutkan pola represif yang sebelumnya diterapkan pada Gerakan Islam Utara.
Partai itu menilai ada “kampanye terorganisasi” dari kelompok kanan Israel untuk melemahkan organisasi-organisasi terkait Gerakan Islam Selatan, dan keterlibatan langsung Netanyahu menunjukkan arah yang mengkhawatirkan.
Sementara itu, Jabha (Front Demokratik untuk Perdamaian dan Kesetaraan) mengecam keras pernyataan Netanyahu.
Dalam pernyataannya, partai itu menegaskan bahwa tidak ada satu pun unsur politik Arab yang aman dari “rencana” pemerintah dan aparat keamanan.
Jabha menyerukan persatuan politik warga Arab untuk menghadapi langkah-langkah tersebut, dan meminta agar Komite Tindak Lanjut Tinggi segera mengadakan pertemuan darurat.
Tujuannya, guna membahas langkah hukum, politik, dan publik untuk menggagalkan potensi pelarangan.
Eskalasi berbahaya
Balad (Tajammu’/Partai Nasional Demokrat) menyebut komentar Netanyahu sebagai eskalasi serius yang berada dalam rangkaian panjang penindakan politik terhadap kelompok dan tokoh Arab.
Menurut partai tersebut, tekanan politik selama bertahun-tahun telah menyasar Gerakan Islam Utara, berbagai partai nasionalis, kelompok-kelompok mahasiswa, serikat pekerja, hingga profesi seperti dokter dan pengacara.
Balad menilai ancaman pelarangan terhadap Gerakan Islam Selatan adalah upaya sistematis untuk membatasi ruang politik Arab.
Selain itu juga menjadikan legalitas aktivitas politik ditentukan hanya berdasarkan kepentingan institusi negara dan kalkulasi elektoral Netanyahu.
Pemilu Israel mendatang diperkirakan akan berlangsung ketat. Netanyahu tetap menolak seruan oposisi agar mundur.
Di tengah kritik keras terkait kegagalannya menangani berbagai krisis, konsentrasi kekuasaan di tangannya, dan melemahnya prinsip pemisahan kekuasaan dalam pemerintahan.


