Sebuah komite di Knesset pada Selasa menyetujui rancangan undang-undang yang akan memungkinkan warga Israel memiliki properti di wilayah pendudukan Tepi Barat.
RUU tersebut diajukan oleh MK Yuli Edelstein dari Partai Likud, Limor Son Har-Melech dari Partai Otzma Yehudit, serta Moshe Solon dari Partai Zionisme Religius.
Menurut kantor pers Knesset, empat anggota mendukung rancangan tersebut tanpa ada penolakan. Namun, tidak dijelaskan berapa anggota komite yang hadir saat pemungutan suara. Dalam mekanisme komite Knesset, RUU dapat disahkan oleh mayoritas anggota yang hadir, tanpa mempersoalkan jumlah kehadiran.
Kantor pers juga tidak menyebutkan kapan RUU itu akan dibawa ke sidang pleno Knesset untuk pembacaan pertama. Berdasarkan hukum Israel, setiap RUU harus melalui tiga tahap pembacaan sebelum sah menjadi undang-undang.
Knesset menyatakan bahwa usulan ini “membatalkan hukum Yordania terkait penyewaan dan penjualan properti kepada warga asing yang masih berlaku di Yudea dan Samaria (Tepi Barat), dan memungkinkan siapa pun membeli properti.”
Menurut penjelasan RUU tersebut, hukum Yordania tahun 1953 itu awalnya diberlakukan untuk mencegah non-Arab memiliki tanah di Tepi Barat.
Hingga kini belum ada komentar langsung dari Otoritas Palestina maupun Pemerintah Yordania mengenai rancangan undang-undang Israel tersebut.
Israel berdiri pada Mei 1948 di atas wilayah Palestina yang diduduki, setelah kelompok bersenjata Zionis melakukan pembantaian dan mengusir ratusan ribu warga Palestina dari rumah mereka.
Yordania mengumumkan penyatuan Tepi Barat dan Tepi Timur pada 24 April 1950, dan mulai menjalankan administrasi di Tepi Barat sejak Juni tahun yang sama, sebelum Israel menduduki wilayah tersebut pada 1967.
Pada 31 Juli 1988, Raja Hussein dari Yordania mengumumkan pemutusan hubungan administratif dengan Tepi Barat, namun tetap mempertahankan mandat atas situs-situs suci Islam dan Kristen di Yerusalem yang diduduki.
Sebagai bagian dari upaya de facto mencaplok Tepi Barat, Israel meningkatkan berbagai tindakan di wilayah tersebut—terutama pengusiran warga Palestina dan perluasan permukiman—sejak melancarkan perang di Gaza dua tahun lalu.
Pencaplokan semacam itu dipandang akan mengakhiri peluang penerapan solusi dua negara sebagaimana dibayangkan dalam berbagai resolusi PBB.
Kelompok anti-permukiman Israel, Peace Now, memperkirakan sekitar 500.000 pemukim Israel ilegal kini tinggal di Tepi Barat.
Dalam pendapat hukum bersejarah Juli lalu, Mahkamah Internasional menyatakan pendudukan Israel atas wilayah Palestina sebagai tindakan ilegal dan menyerukan evakuasi seluruh permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.


