Pengadilan Distrik Tel Aviv pada Senin (1/12) menyetujui permohonan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk membatalkan jadwal sidang yang seharusnya digelar pada Selasa (2/12) terkait kasus korupsi, dengan alasan “komitmen keamanan.”
Netanyahu meminta pengadilan untuk membatalkan kehadirannya pada sidang tersebut karena alasan yang tidak dijelaskan secara rinci terkait urusan keamanan, seperti dilaporkan oleh penyiar publik KAN.
Proses hukum ini tidak mendapat keberatan dari pihak jaksa, dan pengadilan akhirnya menerima permohonan Netanyahu dan membatalkan sesi sidang yang telah dijadwalkan.
Pada Senin (1/12), Netanyahu hadir di pengadilan untuk pertama kalinya sejak ia mengajukan permohonan kepada Presiden Isaac Herzog agar diberikan pengampunan atas tuduhan korupsi yang telah membelitnya selama bertahun-tahun.
Netanyahu secara resmi mengajukan permohonan grasi pada Minggu (30/11), meminta pengampunan dari Presiden Israel terkait tuduhan korupsi yang dihadapinya.
Sejak awal persidangan, Netanyahu beberapa kali mengajukan permohonan pembatalan atau pemendekan sesi persidangan dengan alasan perjalanan, urusan keamanan, alasan politik, atau keterlibatannya dalam perang Israel di Gaza.
Pada Januari lalu, Netanyahu memulai sesi pemeriksaan terkait tiga kasus korupsi besar yang disebut Kasus 1000, Kasus 2000, dan Kasus 4000, yang semuanya ia bantah.
Kasus 1000 menyangkut tuduhan bahwa Netanyahu dan istrinya menerima hadiah mewah seperti cerutu dan sampanye dari pengusaha kaya sebagai imbalan atas bantuan politik.
Kasus 2000 berhubungan dengan dugaan negosiasi dengan Arnon Mozes, penerbit surat kabar Yedioth Ahronoth, untuk mendapatkan liputan media yang menguntungkan.
Kasus 4000, yang dianggap paling serius, melibatkan tuduhan bahwa Netanyahu memberikan keuntungan regulasi dan manfaat lain kepada Shaul Elovitch, mantan pemilik situs berita Walla dan perusahaan telekomunikasi Bezeq, sebagai imbalan atas liputan media yang positif.
Selain tuduhan korupsi domestik, Netanyahu juga menghadapi tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan, dengan Pengadilan Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadapnya dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant pada November 2024 terkait tindakan kekerasan di Gaza. Sejak Oktober 2023, lebih dari 70.000 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, telah tewas dalam konflik tersebut.


