Saturday, December 6, 2025
HomeBeritaAnalis: Gofman pimpin Mossad karena loyalitas bukan kompetensi

Analis: Gofman pimpin Mossad karena loyalitas bukan kompetensi

Pengumuman Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang menunjuk sekretaris militernya, Jenderal Roman Gofman, sebagai kepala baru badan intelijen luar negeri Israel, Mossad, memicu gelombang kritik luas di kalangan politik dan keamanan.

Banyak pihak memperingatkan bahwa keputusan tersebut dapat mengancam independensi lembaga sekaligus memengaruhi karakter kerjanya.

Riwayat profesional Gofman menuai banyak keraguan. Pada salah satu tahap kenaikan pangkat militernya, ia pernah menyerahkan laporan yang berisi informasi tidak akurat.

Para pengkritik menilai bahwa kenaikan posisinya lebih mencerminkan kedekatannya dengan Netanyahu ketimbang kapasitas profesional atau rekam jejak intelijen yang solid.

Pandangan para analis serta sejumlah mantan pejabat Mossad menunjukkan bahwa penunjukan ini mempertegas kecenderungan meningkatnya intervensi politik perdana menteri dalam lembaga intelijen.

Langkah tersebut dianggap dapat menodai kultur Mossad yang sejak lama dibangun atas profesionalisme, kerahasiaan, dan netralitas politik.

Para pakar juga menilai bahwa Gofman tidak memiliki latar belakang intelijen yang memadai, serta kurang berpengalaman dalam manajemen organisasi yang kompleks ataupun operasi lapangan—dua kemampuan yang menjadi inti kerja Mossad.

Motif politik Netanyahu

Menurut berbagai analisis, menempatkan figur tanpa pengalaman intelijen dapat berdampak pada performa internal dan melemahkan kepercayaan para personel terhadap kepemimpinannya.

Mantan pejabat keamanan yang dikutip Channel 13 Israel menyatakan bahwa langkah ini menggambarkan upaya Netanyahu untuk memperkuat kendalinya atas Mossad.

Hal itu serupa dengan penunjukan Jenderal David Zini untuk memimpin dinas keamanan dalam negeri, Shabak.

Sejumlah analis memperingatkan kemungkinan terjadinya gelombang pengunduran diri dari dalam Mossad sebagai bentuk penolakan terhadap penunjukan tersebut.

Terutama dari jajaran profesional yang khawatir lembaga itu berubah menjadi alat politik alih-alih badan keamanan yang beroperasi berdasarkan standar profesional.

Channel 12 Israel menampilkan sejumlah pandangan yang menyoroti kekhawatiran terus meningkat terkait intervensi politik dalam penunjukan pejabat pada lembaga-lembaga keamanan sensitif.

Para pengamat sepakat bahwa perkembangan ini mencerminkan upaya menanamkan pengaruh politik langsung di Mossad dan Shabak.

Sesuatu yang berpotensi mengubah karakter serta peran tradisional kedua lembaga itu.

Situasi tersebut menimbulkan pertanyaan baru mengenai masa depan hubungan antara kepemimpinan politik dan lembaga intelijen Israel.

Selain itu juga bagaimana perubahan ini akan memengaruhi kemampuan Mossad menghadapi tantangan regional yang semakin rumit.

Keputusan yang lebih bersifat politik daripada profesional

Pengamat militer Amir Oren menilai bahwa penunjukan Gofman lebih merupakan keputusan politis ketimbang langkah profesional.

Dalam artikelnya di Haaretz, ia menyebut bahwa Netanyahu selama ini mencari pemimpin lembaga keamanan yang “patuh, tidak mengganggu, dan selalu memuliakan atasan”—dengan kata lain, loyalitas ditempatkan di atas kompetensi.

Oren membandingkan Gofman dengan sejumlah mantan kepala Mossad yang datang dari latar belakang militer dan intelijen yang kaya pengalaman.

Meski Gofman merupakan perwira tempur, ia dinilai tidak memiliki pengalaman operasional dan intelijen yang biasanya menjadi modal bagi para pemimpin Mossad.

Ia menyebut Gofman sebagai “jenderal tanpa jalur intelijen” yang diangkat karena pertimbangan politis.

Penunjukan ini, menurut Oren, merupakan bagian dari pola yang berulang dalam kepemimpinan Netanyahu, di mana kepala lembaga keamanan dipilih berdasarkan preferensi pribadi dan politik, dengan loyalitas sebagai pertimbangan utama.

Oren juga menyebut bahwa Netanyahu ingin menciptakan lingkungan internal yang memungkinkan peran lebih besar bagi utusannya, Ron Dermer, dalam pengelolaan isu-isu sensitif di dalam Mossad.

Dalam ulasannya, Oren mengingatkan bahwa tradisi Mossad selalu bertumpu pada pemimpin yang ditempa pengalaman panjang di dunia intelijen, dan bukan hasil kalkulasi politik.

“Gempa” yang akan guncang Mossad

Di sisi lain, analis politik sayap kanan Amnon Lord, dalam tulisannya di Israel Hayom, menyebut penunjukan Gofman sebagai “gempa mendatang” bagi Mossad.

Menurutnya, meski kemungkinan Gofman menduduki posisi tinggi sebenarnya pernah dibicarakan, pengumuman penunjukan ini tetap mengejutkan para pejabat internal Mossad.

Lord menilai bahwa latar belakang Gofman mencerminkan penyimpangan mencolok dari jalur tradisional kaderisasi elite keamanan Israel.

Gofman tidak tumbuh melalui struktur strategis seperti Staf Umum atau unit elite “Sayeret Matkal”, melainkan dikenal karena kariernya sebagai komandan lapangan.

Perpindahan langsung dari medan tempur ke puncak lembaga intelijen disebut Lord sebagai perubahan besar, bukan hanya dalam sejarah Mossad, tetapi juga dalam filosofi pengelolaan keamanan nasional Israel.

Gofman, seperti kepala Shabak David Zini, berasal dari latar belakang militer murni dan bukan dari birokrasi intelijen.

Menurut Lord, langkah ini mencerminkan gelombang baru yang dipimpin Netanyahu.

Yakni memilih pimpinan keamanan yang loyal secara politik dan siap menjalankan visi sang perdana menteri tanpa perlawanan institusional.

Ia menambahkan bahwa Mahkamah Agung dan kelompok pendukungnya dapat memandang penunjukan ini sebagai pelanggaran terhadap “kesepakatan tidak tertulis” mengenai bagaimana pemimpin lembaga keamanan seharusnya dipilih.

Kondisi ini, menurutnya, dapat memicu ketegangan tambahan dalam hubungan antar-lembaga negara yang sudah lama diguncang perselisihan.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Terpopuler