Sunday, December 7, 2025
HomeBeritaAhmad Sharaa: Israel ekspor krisis ke Timur Tengah untuk alihkan isu genosida...

Ahmad Sharaa: Israel ekspor krisis ke Timur Tengah untuk alihkan isu genosida Gaza

 

Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa menuduh Israel pada Sabtu “mengekspor krisis” ke negara lain untuk mengalihkan perhatian dari “pembantaian mengerikan” yang terjadi di Jalur Gaza yang diblokade.

Berbicara dalam sesi diskusi di Doha Forum, Qatar, Sharaa menyatakan bahwa Israel berupaya membenarkan tindakannya terhadap sejumlah negara di Timur Tengah dengan dalih “kekhawatiran keamanan” yang menurutnya tidak berdasar.

“Israel berusaha lari dari pembantaian mengerikan yang dilakukan di Gaza, dan melakukannya dengan mencoba mengekspor krisis,” ujar Sharaa dalam percakapan dengan jurnalis CNN Christiane Amanpour. Ia menambahkan bahwa Israel kini “berperang melawan bayang-bayang”, serta memanfaatkan peristiwa 7 Oktober untuk membenarkan sikap agresifnya.

Sharaa mengatakan bahwa pemerintahan transisi di Damaskus telah menyampaikan pesan positif terkait perdamaian dan stabilitas regional sejak awal. “Kami tidak berniat menjadi negara yang mengekspor konflik, termasuk kepada Israel,” ujarnya. Namun, menurut dia, Israel justru merespons dengan “kekerasan ekstrem”, dengan lebih dari 1.000 serangan udara dan 400 operasi darat sejak runtuhnya rezim Assad pada 8 Desember 2024.

Ia kembali menyerukan agar Israel menarik pasukannya dari wilayah yang direbut sejak saat itu, sembari mengklaim bahwa pembicaraan dengan Amerika Serikat terkait penarikan tersebut sedang berlangsung. Pasukan Israel memasuki Suriah selatan setelah tumbangnya Bashar al-Assad dan kini masih menduduki zona penyangga PBB di kawasan strategis Gunung Hermon.

Pekan ini, Presiden AS Donald Trump memberi peringatan tersirat kepada Israel setelah serangan mematikan yang menewaskan lebih dari selusin orang. Melalui platform TruthSocial, Trump menyatakan bahwa AS “sangat puas” dengan perkembangan di Suriah dan menekankan pentingnya menjaga dialog yang kuat antara Israel dan Suriah agar tidak mengganggu proses “evolusi” Suriah menuju negara yang lebih makmur.

‘Perdamaian berkelanjutan’

Dalam sesi yang sama, Sharaa menegaskan dukungannya terhadap perjanjian pelepasan pasukan tahun 1974 antara Suriah dan Israel. Ia mengingatkan bahwa upaya mengubah perjanjian itu—misalnya dengan membentuk zona demiliterisasi—dapat membawa kawasan ke “situasi berbahaya”.

“Siapa yang akan melindungi zona penyangga atau zona demiliterisasi itu jika bukan tentara Suriah?” katanya.

Sharaa juga menyinggung warisan perpecahan sektarian yang ditinggalkan pemerintahan Assad sebelumnya, namun mengklaim pemerintahannya kini memprioritaskan rekonsiliasi dan pengampunan sebagai landasan perdamaian berkelanjutan.

Dalam bidang ekonomi, ia menyebut pemulihan sebagai pendorong stabilitas, termasuk upaya meyakinkan Washington untuk mencabut sanksi Caesar Act yang menurutnya ditujukan untuk menghukum rezim sebelumnya. Meskipun tantangan masih ada, Sharaa menilai Suriah berada pada “jalur positif menuju stabilitas dan pertumbuhan ekonomi”.

Ia menegaskan bahwa kini “semua pihak terwakili dalam pemerintahan berdasarkan kompetensi, bukan kuota sektarian”, dan menyebut pendekatan ini sebagai model baru bagi negara-negara lain pascakonflik. Ia menutup dengan menekankan bahwa rekonstruksi Suriah bertumpu pada institusi, bukan individu, yang disebutnya sebagai “tantangan terbesar dalam fase transisi yang sedang berlangsung”.

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Kandidat PhD bidang Hubungan Internasional Universitas Sains Malaysia. Peneliti Asia Middle East Center for Research and Dialogue
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Terpopuler