Friday, December 19, 2025
HomeBeritaSurvei: Pemilih Partai Republik mulai tolak bantuan AS ke Israel

Survei: Pemilih Partai Republik mulai tolak bantuan AS ke Israel

Sejumlah pemilih Partai Republik di Amerika Serikat kini mulai mempertanyakan kelanjutan bantuan militer Washington kepada Israel yang selama puluhan tahun didanai oleh pajak warga AS.

Hal itu terungkap dalam sebuah jajak pendapat terbaru yang menunjukkan adanya pergeseran sikap, terutama di kalangan pemilih muda. Penurunan dukungan bahkan lebih tajam terlihat di kalangan pemilih Partai Demokrat.

Jajak pendapat yang dilakukan YouGov bersama Institute for Middle East Understanding (IMEU) Policy Project dan dilaporkan oleh Responsible Statecraft itu mencerminkan perubahan signifikan dalam sikap pemilih Republik, sekaligus menandai melemahnya dukungan publik terhadap Israel dalam politik Amerika Serikat secara lebih luas.

Hasil survei menunjukkan, sebanyak 42 persen responden Partai Republik menentang perpanjangan Memorandum of Understanding (MoU) yang mengatur alokasi bantuan senjata senilai 38 miliar dollar AS kepada Israel untuk periode 10 tahun.

Sementara itu, 35 persen responden menyatakan mendukung perpanjangan kesepakatan tersebut. Penolakan paling kuat datang dari kelompok usia 18–44 tahun, dengan 53 persen responden menyatakan bahwa bantuan AS kepada Israel seharusnya dihentikan.

Survei yang melibatkan 1.287 pemilih Partai Republik pada pertengahan November ini dilakukan di tengah pertimbangan pemerintahan Presiden Joe Biden terkait perpanjangan atau renegosiasi perjanjian pertahanan AS–Israel yang akan berakhir pada 2028.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dilaporkan mengusulkan agar MoU berikutnya diperpanjang hingga 20 tahun, dua kali lipat dari durasi sebelumnya. Namun, usulan tersebut diperkirakan akan menghadapi penolakan lebih besar, mengingat 40 persen pemilih Republik berusia di atas 45 tahun juga menentang perjanjian jangka panjang.

Meski belum sepenuhnya menandai perubahan total sikap Partai Republik yang selama ini dikenal pro-Israel, hasil jajak pendapat ini menunjukkan meningkatnya kekhawatiran terhadap beban finansial dan konsekuensi politik dari aliansi tersebut. Sebanyak 51 persen pemilih Republik masih mendukung penjualan senjata ke Israel, namun angka dukungan itu turun menjadi 38 persen apabila pembiayaan dilakukan menggunakan dana pajak warga AS.

Pola konsumsi media juga disebut memengaruhi pandangan responden. Sebanyak 53 persen pemirsa Fox News mendukung bantuan militer yang didanai pembayar pajak untuk Israel. Sebaliknya, di kalangan responden yang tidak menonton Fox News, hanya 23 persen yang mendukung kebijakan tersebut, sementara 41 persen secara tegas menyatakan penolakan.

Di tengah perbedaan pandangan tersebut, terdapat kesepakatan yang relatif luas di kalangan pemilih Republik terkait perlunya penyelidikan independen AS atas kasus tewasnya warga sipil Amerika akibat tindakan pasukan Israel atau pemukim. Sebanyak 59 persen responden mendukung penyelidikan semacam itu, sementara hanya 15 persen yang menyatakan penolakan.

Temuan ini menambah deretan data yang menunjukkan melemahnya dukungan lintas partai terhadap bantuan militer tanpa syarat kepada Israel. Sejumlah survei nasional terbaru mencatat penurunan signifikan tingkat penerimaan publik terhadap Israel, serta meningkatnya penolakan terhadap transfer senjata dari AS.

Meski demikian, kebijakan pemerintah AS dinilai belum banyak berubah. Pemerintahan demi pemerintahan tetap melanjutkan pemberian bantuan militer bernilai miliaran dollar kepada Israel, meskipun sikap skeptis publik terus meningkat. Sejumlah pengamat menilai kondisi ini dipengaruhi oleh kuatnya lobi pro-Israel di Washington, yang dinilai mampu meredam tekanan publik dan membatasi akuntabilitas demokratis.

Menurut para kritikus, kesenjangan antara opini publik—terutama di kalangan generasi muda—dan kebijakan pemerintah berpotensi melemahkan komitmen Amerika Serikat terhadap prinsip hak asasi manusia dan hukum internasional.

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Kandidat PhD bidang Hubungan Internasional Universitas Sains Malaysia. Peneliti Asia Middle East Center for Research and Dialogue
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Terpopuler