Rivalitas geopolitik antara Israel dan Turki kini meluas hingga ke kawasan Tanduk Afrika. Langkah Israel mengakui Somaliland—wilayah yang memisahkan diri dari Somalia sejak awal 1990-an—menuai penolakan luas di kawasan dan memicu ketegangan baru dengan Ankara, yang selama lebih dari satu dekade menanamkan pengaruh kuat di Somalia.
Ketegangan itu terlihat ketika sejumlah jurnalis Israel pekan ini mencoba memesan penerbangan ke Hargeisa, ibu kota Somaliland. Maskapai internasional mensyaratkan visa yang dikeluarkan oleh pemerintah Somalia di Mogadishu. Hingga kini, Israel menjadi satu-satunya negara yang mengakui klaim kemerdekaan Somaliland, sehingga secara hukum internasional wilayah tersebut masih dipandang sebagai bagian dari Somalia.
Keputusan Israel tersebut menuai kritik dari berbagai negara kawasan, termasuk Turki. Sejumlah negara Arab dan regional—dengan pengecualian Uni Emirat Arab—juga mengecam langkah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Para pengamat regional menilai ada beberapa motif di balik keputusan Israel. Sebagian menyebutnya sebagai upaya memperluas pengaruh strategis di jalur perdagangan Laut Merah, sementara yang lain menyoroti ancaman kelompok Houthi di Yaman yang selama ini menyerang kepentingan Israel sebagai respons atas perang di Gaza.
“Somaliland terletak tepat di seberang Yaman. Ini memberi Israel peluang untuk membangun fasilitas militer, mengakses Selat Bab al-Mandeb dan Laut Merah, serta memperluas pengaruhnya di Afrika Timur,” kata Kani Torun, mantan duta besar Turki dan anggota parlemen dari Partai Masa Depan, yang memiliki pengalaman panjang di kawasan tersebut.
Pandangan serupa disampaikan jurnalis Israel dari i24, Amichai Stein. Menurut dia, Israel belum memiliki strategi yang jelas untuk menghadapi ancaman Houthi, dan pengakuan terhadap Somaliland dapat memperkuat posisi Israel di kawasan, terutama di tengah terganggunya lalu lintas kargo menuju Israel melalui Terusan Suez.
“Tujuan lainnya adalah menyeimbangkan pengaruh Turki di Tanduk Afrika. Turki memiliki pangkalan militer di kawasan itu. Selain Ankara, Uni Emirat Arab juga memiliki pangkalan, dan sejumlah negara lain tengah berlomba mendapatkan akses ke jalur perdagangan strategis ini,” ujar Stein.
Turki secara resmi mengecam langkah Israel. Presiden Recep Tayyip Erdogan diperkirakan akan menyampaikan sikap resmi dalam waktu dekat. Pada Selasa mendatang, Erdogan dijadwalkan bertemu Presiden Somalia Hassan Sheikh Mohamud untuk mengumumkan hasil survei energi seismik yang dilakukan kapal riset Turki di lepas pantai Somalia.
Hubungan Turki dan Israel memburuk sejak 2023. Ankara menuduh Israel melakukan genosida di Gaza, yang berujung pada embargo dagang Turki terhadap Israel. Ketegangan meningkat setelah runtuhnya rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad pada Desember lalu. Israel mendorong Suriah yang terdesentralisasi, bertentangan dengan kepentingan Turki yang khawatir atas penguatan kelompok Kurdi di timur laut Suriah.
Peran Turki dalam memediasi kesepakatan damai dengan Hamas pada September serta permintaan Washington agar pasukan Turki dikerahkan ke Gaza turut membuat Israel resah. Sebagai respons, Netanyahu menghidupkan kembali kemitraan dengan Yunani dan Siprus, yang mengisyaratkan potensi aliansi militer baru.
“Pengakuan Israel terhadap Somaliland akan semakin mengintensifkan rivalitas Turki–Israel di kawasan Tanduk Afrika dan Laut Merah,” kata Abdiwahab Sheikh Abdisamad, Direktur Eksekutif AfroAsia Institute for Strategic Studies yang berbasis di Nairobi.
Turki selama ini menjadi salah satu mitra utama Somalia, dengan investasi besar di sektor pelabuhan, bandara, militer, energi, perdagangan, pendidikan, hingga teknologi antariksa. Ankara juga memiliki kedutaan terbesarnya di dunia di Mogadishu serta akademi pelatihan militer.
Menurut Abdisamad, langkah Israel berpotensi melemahkan posisi geopolitik Turki dengan memberi Tel Aviv pijakan strategis di kedua sisi Bab al-Mandeb.
Sejumlah laporan menyebut Turki dan Somalia telah lama merencanakan pembangunan pangkalan militer baru di Las Qoray, sebuah pelabuhan di Negara Bagian Khatumo—wilayah yang mencakup sekitar 45 persen klaim teritorial Somaliland. Namun rencana itu belum terealisasi.
Kani Torun menyebut kesepakatan tersebut pernah dicapai secara lisan. Ia memperkirakan Erdogan akan kembali membahas proyek itu dalam pertemuannya dengan Presiden Somalia.
Di Ankara, pengakuan Israel terhadap Somaliland juga dipandang memalukan, mengingat Turki selama ini menjaga hubungan baik dengan Presiden Somaliland Abdirahman Mohamed Abdullahi dan bahkan secara diam-diam mendukung pendekatan konfederasi bagi Somalia.
Sementara itu, pihak Somaliland menegaskan tidak ingin terseret dalam rivalitas kekuatan global. “Pemerintah Somaliland menegaskan bahwa pembicaraan mengenai kemungkinan pengakuan oleh Israel tidak terkait dengan konflik Gaza, relokasi penduduk, ataupun pendirian pangkalan militer,” kata Abdifatah Hassan Yusuf dari Horn of Africa Social Policy & Development Centre.
Meski demikian, Torun menilai langkah Israel masih menghadapi hambatan besar karena belum mendapat dukungan negara-negara kawasan maupun Amerika Serikat. Ia mencontohkan upaya Ethiopia sebelumnya untuk mendapatkan akses laut melalui Somaliland yang akhirnya gagal akibat tekanan regional.
“Jika Mogadishu mampu bersatu kembali, peluang Israel untuk melangkah lebih jauh akan sangat terbatas, setidaknya untuk saat ini,” ujarnya.


